KABARBURSA.COM – Pembunuhan Pemimpin Tertinggi Hamas, Yahya Sinwar, mendorong Israel untuk memperluas wilayah jajahannya di kawasan Timur Tengah. Dilansir dari Reuters, Sabtu, 19 Oktober 2024, menurut sumber media ini yang dekat dengan para elite Israel, tujuan mereka ternyata tidak hanya kemenangan militer.
Negara Zionis itu ingin memanfaatkan momen ini untuk menciptakan perubahan strategis yang menguntungkan di kawasan dan melindungi perbatasannya dari serangan di masa depan.
Menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat, Israel berupaya mempercepat serangan terhadap Hamas di Gaza dan Hezbollah di Lebanon. Delapan sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Israel ingin memanfaatkan situasi ini untuk menciptakan zona penyangga de facto sebelum presiden baru AS dilantik pada Januari mendatang.
Dengan meningkatkan operasi militer terhadap Hezbollah dan Hamas, Israel ingin memastikan musuh-musuhnya, termasuk Iran sebagai pendukung utama, tidak bisa kembali mengancam warganya. Menurut diplomat Barat serta pejabat dari Lebanon dan Israel, tujuan Israel adalah memastikan kelompok-kelompok ini tidak bisa menyusun kembali kekuatan.
Presiden AS Joe Biden diperkirakan akan menggunakan kematian Sinwar untuk menekan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu agar segera mengakhiri perang di Gaza. Namun, Netanyahu mungkin lebih memilih menunggu hingga akhir masa jabatan Biden dan melihat peluang dengan presiden berikutnya, baik dari Partai Demokrat yaitu Wakil Presiden Kamala Harris, maupun dari Partai Republik, Donald Trump, yang memiliki hubungan dekat dengannya.
Sebelum mempertimbangkan gencatan senjata, Israel mempercepat serangannya untuk menjauhkan Hezbollah dari perbatasan utara dan terus menggempur kamp pengungsi padat di Jabalia, Gaza. Langkah ini dikhawatirkan oleh warga Palestina dan PBB sebagai upaya untuk memisahkan Gaza utara dari wilayah lainnya.
Israel juga mempersiapkan respons terhadap serangan rudal balistik dari Iran pada 1 Oktober, yang merupakan serangan langsung kedua dalam enam bulan terakhir.
“Ada perubahan geopolitik baru di kawasan ini,” ujar David Schenker, mantan Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Urusan Timur Dekat yang kini menjadi peneliti senior di Washington Institute.
Sebelum serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, Israel bersedia menghadapi ancaman tingkat tinggi dengan serangan terbatas, namun kini situasinya berubah drastis. “Kali ini Israel berperang di banyak front: dengan Hamas, Hezbollah, dan Iran akan segera menyusul,” katanya.
Menurut data pemerintah Israel, para pejuang Hamas telah membunuh sekitar 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 warga Israel. Sementara serangan balasan Israel menewaskan lebih dari 42 ribu warga Palestina di Gaza.
Netanyahu menyatakan pada Kamis bahwa kematian Sinwar “menuntaskan balas dendam”, namun menegaskan perang di Gaza akan terus berlanjut hingga semua sandera Israel kembali. Kantor Netanyahu menyatakan tidak ada komentar lebih lanjut.
Juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, menyebut kematian Sinwar sebagai “pencapaian besar” dalam upaya menghancurkan kekuatan militer Hamas, namun mengingatkan masih ada komandan lainnya di Gaza. Pada Jumat, Wakil Pemimpin Hamas di Gaza, Khalil al-Hayya, mengonfirmasi kematian Sinwar dan menegaskan para sandera Israel tidak akan dibebaskan hingga “agresi” Israel berakhir dan pasukannya menarik diri.
Israel juga telah melancarkan serangan besar lainnya terhadap musuh-musuhnya. Sejumlah serangan berhasil menewaskan pemimpin senior seperti kepala politik Hamas Ismail Haniyeh, pemimpin militer Mohammed Deif, pemimpin Hezbollah Sayyed Hassan Nasrallah, dan komandan tertinggi militer Hezbollah Fuad Shukr.
Israel mengklaim telah membunuh ribuan pejuang dari kelompok-kelompok tersebut, menghancurkan jaringan terowongan bawah tanah, dan menguras persenjataan mereka secara signifikan. Pada bulan September 2024, ribuan perangkat komunikasi yang dipasang ranjau dan digunakan oleh anggota Hezbollah diledakkan, meski Israel tidak mengonfirmasi maupun membantah keterlibatannya.
Namun, sumber Reuters menyebut ambisi Israel lebih besar dari sekadar kemenangan militer jangka pendek.
Targetkan Pengusiran Hezbollah di Lebanon
Israel melancarkan serangan darat di Lebanon sebulan terakhir, dengan tujuan mendorong Hezbollah mundur sekitar 30 km dari perbatasan utara, ke belakang Sungai Litani. Israel juga berupaya melucuti kelompok militan Syiah yang didukung Iran selama 30 tahun terakhir itu.
Pejabat Israel menyebut langkah ini sebagai cara untuk menegakkan resolusi PBB yang bertujuan menjaga perdamaian dan melindungi warga dari serangan lintas perbatasan. Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, yang diadopsi setelah perang Israel-Hezbollah 2006, mengizinkan misi penjaga perdamaian UNIFIL untuk membantu tentara Lebanon menjaga wilayah selatan sungai bebas dari senjata, kecuali milik negara Lebanon.
Namun, Israel mengeluhkan bahwa UNIFIL dan pasukan Lebanon tidak pernah berhasil mengendalikan wilayah itu dari Hezbollah, yang dianggap sebagai kekuatan militer terkuat di Lebanon. Hezbollah menolak untuk melucuti senjata dan menegaskan perlunya pertahanan terhadap Israel. Sejak tahun lalu, kelompok ini menggunakan wilayah perbatasan untuk bentrok hampir setiap hari dengan Israel, sebagai bentuk dukungan kepada Hamas di Gaza.
Pejabat Israel mengatakan satu-satunya cara untuk menegakkan resolusi 1701 dan memastikan kembalinya sekitar 60 ribu warga yang dievakuasi dari utara Israel adalah dengan aksi militer. “Saat ini, diplomasi saja tidak cukup,” ujar seorang sumber diplomatik Israel kepada Reuters.
Otoritas Lebanon menyebut serangan terhadap Hezbollah telah mengakibatkan lebih dari 1,2 juta orang mengungsi, mayoritas dari komunitas Syiah yang menjadi basis dukungan Hezbollah.
Israel mendapat kritik internasional setelah sejumlah insiden di mana pasukannya menembaki pos UNIFIL, melukai beberapa penjaga perdamaian. Seorang pejabat keamanan Lebanon dan diplomat yang memahami situasi di selatan Lebanon menyatakan bahwa tampaknya Israel ingin mengusir UNIFIL dari wilayah tersebut bersama dengan Hezbollah.
Pejabat keamanan itu menambahkan bahwa pasukan Israel sedang berusaha menguasai titik-titik strategis di mana pos UNIFIL berada. “Mereka ingin membersihkan zona penyangga ini,” ujar seorang diplomat. Pembersihan posisi dan infrastruktur Hezbollah di sepanjang perbatasan diperkirakan bisa memakan waktu beberapa minggu, namun pembersihan area yang lebih luas akan butuh waktu lebih lama.
Pada Senin pekan ini, Netanyahu menolak tuduhan bahwa pasukan Israel sengaja menargetkan penjaga perdamaian UNIFIL, namun ia mengatakan cara terbaik untuk menjamin keselamatan mereka adalah mengikuti permintaan untuk sementara waktu mundur dari zona tempur. Militer Israel menyebut Hezbollah telah lama beroperasi dari lokasi yang berdekatan dengan pos UNIFIL.
PBB menegaskan pasukan penjaga perdamaian mereka tidak akan meninggalkan pos di Lebanon selatan. “Kita harus melawan setiap anggapan bahwa jika resolusi 1701 tidak dijalankan, itu karena UNIFIL tidak melaksanakannya, padahal itu bukan mandatnya,” ujar Kepala Penjaga Perdamaian PBB, Jean-Pierre Lacroix, menekankan bahwa UNIFIL hanya berperan sebagai pendukung.
Para diplomat dari PBB, AS, dan negara lain setuju menghidupkan kembali resolusi 1701 bisa menjadi dasar untuk penghentian permusuhan, tetapi mekanisme pelaksanaan dan penegakannya perlu ditingkatkan. Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menyatakan dia ingin mandat UNIFIL diperkuat agar bisa menahan Hezbollah.
Perubahan pada mandat UNIFIL harus disetujui oleh Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara, dan para diplomat menyatakan bahwa belum ada pembicaraan terkait hal itu.
Perdana Menteri sementara Lebanon, Najib Mikati, menyatakan pemerintah siap mengerahkan pasukan untuk menegakkan resolusi 1701 begitu gencatan senjata tercapai. Amerika Serikat dan Prancis menyebut bahwa memperkuat tentara Lebanon akan menjadi kunci upaya ini.
Namun, dukungan dari Iran juga diperlukan, kata seorang diplomat yang mengetahui situasi di selatan Lebanon. Meski demikian, Israel tampaknya belum siap untuk bernegosiasi soal gencatan senjata. “Mereka ingin memanfaatkan keunggulan ini untuk berada dalam posisi yang lebih kuat saat bernegosiasi nanti,” katanya.(*)