Scroll untuk baca artikel
Makro

Rencana RI Masuk BRICS Akankah Untungkan Pasar Modal?

×

Rencana RI Masuk BRICS Akankah Untungkan Pasar Modal?

Sebarkan artikel ini
MGL0868 11zon scaled
Bergabungnya RI ke BRICS bisa jadi sentimen positif terhadap pasar modal Indonesia. Foto: Kabar Bursa/abbas sandji

KABARBURSA.COM – Rencana Indonesia bergabung dengan BRICS (Brazil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) dinilai akan terdampak positif pada pergerakan pasar modal meski efek yang dirasakan membutuhkan waktu yang lama.

Head Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi, mengatakan tujuan utama dari anggota BRICS saat ini adalah untuk mengurangi dominasi Dolar Amerika Serikat (USD). Kelompok ini dibentuk untuk meningkatkan kerjasama politik, ekonomi, dan sosial antara negara-negara anggotanya, serta untuk memberikan suara yang lebih besar bagi negara-negara berkembang,dalam sistem internasional.

“Untuk saat ini, mau tidak mau, suka tidak suka, dominasi mata uang secara internasional itu memang masih diakui dari USD,” kata Oktavianus kepada Kabarbursa.com, Selasa, 29 Oktober 2024.

Walaupun USD saat ini masih mendominasi pasar, Audi melihat value dari mata uang Amerika Serikat tengah menurun. Hal ini dianggapnya sebagai momentum yang tepat bagi mata uang BRICS. Hal inilah yang kemudian bisa menjadi sentimen positif bagi pasar modal jika Indonesia telah resmi bergabung dengan BRICS.

“Ya, kemungkinan bisa menjadi sentimen yang cukup positif. Karena kalau kita lihat, negara-negara yang tergabung dalam BRICS ini rata-rata memang memiliki PDB yang cukup besar,” jelas dia.

Akan tetapi, dirinya memperkirakan sentimen positif tesebut akan datang dalam jangka waktu yang panjang. Terlebih, lanjut dia, Indonesia saat ini masih sangat bergantung pada USD.

“Tetapi, apakah dalam jangka waktu yang pendek? Justru malah kami melihatnya adalah untuk proses yang cukup panjang,” pungkasnya.

Indonesia Minat Bergabung dengan BRICS

Diberitakan sebelumnya, Indonesia menyatakan minatnya bergabung dengan BRICS, kelompok ekonomi utama yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.

Langkah ini diambil untuk memperkuat posisi negara berkembang di kancah global. Negara-negara BRICS diketahui menyumbang 35 persen output ekonomi dunia.

Menteri Luar Negeri Sugiono mengungkapkan komitmen Indonesia bergabung dengan BRICS saat pertemuan di Kazan dua hari lalu. Proses keanggotaan pun kini masih berlangsung.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa keanggotaan Indonesia dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dalam perdagangan internasional.

Menurut Redma, penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan dapat meningkatkan daya tawar Indonesia.

“Jika kita banyak berdagang dengan China atau India, kita bisa bernegosiasi menggunakan rupiah. Ini akan memberi kita lebih banyak keleluasaan dalam menentukan harga,” ujar Redma kepada Kabarbursa.com, Senin, 28 Oktober 2024.

Dalam konteks ini, Redma menggarisbawahi penting adanya kebijakan yang mendukung pemanfaatan keanggotaan Indonesia di BRICS untuk sektor perdagangan nasional. Ia menekankan perlunya pengembangan “market intelligence” yang lebih mendalam di negara-negara anggota BRICS.

“Market intelligence saat ini harus lebih spesifik. Kita harus mengetahui industri mana yang ada di negara tersebut. Misalnya, ketika berbicara tentang Rusia atau China, kita harus meneliti lebih dalam mengenai sektor tekstil. Apakah ada industri yang relevan dan bagaimana cara memasuki pasar tersebut,” jelasnya.

Redma juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh sektor perdagangan Indonesia, terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ia meminta dukungan lebih dari pemerintah untuk memastikan sektor perdagangan dapat bersaing di pasar BRICS.

“Meskipun kita memiliki potensi, pemerintah perlu memberikan insentif yang lebih besar untuk membantu sektor-sektor seperti tekstil, keramik, elektronik, dan baja. Sebagai contoh, harga gas di Indonesia saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara seperti India dan China. Hal ini membuat kita kesulitan bersaing di pasar internasional,” katanya.

Redma menekankan bahwa untuk mencapai daya saing di pasar global, dukungan pemerintah melalui kebijakan insentif sangatlah krusial.

“Jika kita ingin bersaing, insentif yang diberikan pemerintah harus cukup kuat, terutama untuk produk-produk yang memiliki potensi ekspor tinggi,” tutupnya.

Buka Akses Pasar Global

Senada dengan Redma, Dewan Pengurus Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi, Yukki Nugrahawan Hanafi, menilai keikutsertaan Indonesia di BRICS sebagai langkah strategis yang dapat mendorong daya saing global dan memperluas akses pasar bagi dunia usaha.

Menurut Yukki, bergabungnya Indonesia dalam blok ekonomi yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan ini membuka peluang besar di sektor perdagangan internasional.

“Dengan akses yang lebih luas ke pasar negara-negara BRICS, pelaku usaha Indonesia berpotensi menembus pasar-pasar baru yang beragam, termasuk negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi. Ini adalah kesempatan besar untuk meningkatkan ekspor, baik produk manufaktur maupun komoditas, ke negara yang kebutuhan impornya terus meningkat,” ujar Yukki kepada Kabarbursa.com di Jakarta, Minggu 27 Oktober 2024.

Keanggotaan dalam BRICS juga menawarkan efisiensi biaya perdagangan melalui potensi pengurangan hambatan tarif dan prosedur bea cukai. Selain itu, dunia usaha mendapat keuntungan dari kemungkinan diversifikasi mata uang dalam transaksi internasional.

Dengan penggunaan mata uang lokal atau alternatif antar negara BRICS, Yukki menyebut ketergantungan pada dolar AS bisa ditekan, sehingga biaya transaksi berkurang dan risiko fluktuasi nilai tukar dapat diminimalisir.

“Bagi perusahaan yang aktif dalam transaksi lintas negara, ini adalah keuntungan strategis yang akan memperkuat efisiensi operasional dan mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang,” tambah Yukki.

Lebih lanjut, Yukki menyoroti bahwa BRICS juga membuka peluang kolaborasi dalam bidang teknologi dan pembiayaan. Melalui institusi seperti New Development Bank (NDB), Indonesia dapat mengakses dukungan pembiayaan untuk proyek infrastruktur dan inovasi di berbagai sektor industri.

Menurut Kadin, peluang ini dapat memberikan dampak positif jangka panjang bagi daya saing dan ketahanan ekonomi Indonesia di pasar global.(*)