KABARBURSA.COM – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai penghapusan piutang macet usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak akan memberi dampak signifikan terhadap sektor keuangan dan perbankan.
Abdul Manap Pulungan, peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef, menjelaskan bahwa dana pihak ketiga (DPK) perbankan cukup tebal sehingga dampaknya tidak besar. “Karena DPK mencapai ribuan triliun,” ujarnya saat dihubungi Kabarbursa.com, Kamis, 7 November 2024.
Namun di sisi lain, Abdul mengingatkan bahwa kebijakan tersebut dapat memicu moral hazard (bahaya moral) dalam jangka panjang bagi bisnis perbankan. Adapun moral hazard menurut kamus Merriam-Webster adalah situasi di mana satu pihak terdorong untuk mengambil risiko menyebabkan kerugian karena pihak lain berkewajiban untuk memperbaiki konsekuensi kerugian yang ditimbulkan.
“Jika penghapusan piutang ini dilakukan berulang kali, kredibilitas program pemerintah bisa terganggu. Apalagi kebijakan serupa, seperti penghapusan kredit usaha rakyat (KUR), pernah dilakukan di era Presiden Jokowi (Joko Widodo),” tambahnya.
Ia juga menyebut bahwa penghapusan piutang tidak akan memengaruhi investor perbankan secara signifikan di pasar saham. “Para investor tidak terlalu terdampak, apalagi saham-saham perbankan sangat diminati karena profitabilitasnya yang tinggi,” jelas Abdul.
Meski demikian, Abdul menegaskan pentingnya kebijakan pemerintah untuk tetap menjaga kredibilitas dalam mendukung sektor keuangan. “Langkah ini penting agar sektor perbankan tetap memiliki basis kredit yang sehat, tanpa memunculkan persepsi bahwa utang bisa dihapuskan begitu saja,” tutupnya.
Penghapusan Utang UMKM tak Cukup
Hal Senada disampaikan pula oleh Hermawati Setyorinny, Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI). Langkah penghapusan piutang macet oleh pemerintah dinilai tidak cukup untuk melindungi UMKM.
Hermawati menilai bahwa UMKM masih dihadapkan sejumlah masalah antara lain regulasi hingga sertifikasi halal, di luar permasalahan finansial tersebut. Menurutnya, ini juga berkontribusi memberi tekanan kepada UMKM.
“Masih banyak regulasi yang terlalu berbelit sehingga menjadi hambatan bagi UMKM, seperti contohnya proses sertifikasi halal. Kesannya adalah UMKM diancam dengan aturan sertifikasi,” ungkap Hermawati saat dihubungi oleh Kabarbursa.com, Kamis, 7 November 2024.
Hermawati menjelaskan, para pelaku UMKM mengeluh kebingungan menghadapi prosedur tersebut. Artinya, pengusaha kecil ini membutuhkan peraturan yang lebih sederhana dan mengedepankan kemajuan UMKM.
“Akses untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM), literasi keuangan, akses permodalan, dan pendampingan teknis harus lebih mudah. Kalau memang mudah, ya buktikan benar-benar bisa diakses oleh UMKM kecil,” tegasnya.
Selain persoalan aturan, Hermawati mengambil satu contoh UMKM di sektor pertanian. Baginya, sektor pertanian perlu dibekali hingga dibina soal teknologi dan penerapannya secara komprehensif, merujuk pada Vietnam yang berhasil maju menggunakan teknologi mutakhir.
“Petani Indonesia seharusnya juga mendapatkan pelatihan dan pendampingan teknologi. Vietnam belajar dari kita, tapi sekarang mereka lebih maju. Bahkan, mereka punya cadangan pangan untuk rakyatnya. Sementara kita? Petani masih terjebak dalam ketergantungan pada tengkulak,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah dapat mendukung pelaku UMKM dengan kebijakan yang benar-benar berpihak kepada mereka. “Sudah saatnya kita bergerak maju dengan teknologi dan regulasi yang mendukung, bukan malah membebani. Ini penting agar sektor pangan kita bisa kuat dan UMKM dapat mandiri,” tutup Hermawati.
Kriteria UMKM
Menteri Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menuturkan, penghapusan utang merupakan simbol keberpihakan Pemerintah kepada para pelaku UMKM yang bergerak di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kelautan, serta UMKM lainnya.
Kendati begitu, Maman menyebut, kebijakan tersebut hanya berlaku bagi nasabah perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). “Kalau tadi ditanyakan, banknya di mana, yang notabene adalah nasabah bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau bank Himbara,” kata Maman dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu, 6 November 2024.
Meski begitu, Maman menegaskan, agar tidak terjadi simpang siur, penghapusan utang memang diberikan bagi para pelaku UMKM yang bergerak di sektor tersebut yang terkena beberapa permasalahan. Seperti misalnya bencana alam dan COVID-19.
“Sehingga tidak semua pelaku UMKM kita dihapuskan utang-utangnya. Hanya yang memang sudah betul-betul tidak bisa tertolong,” ucapnya.
Selanjutnya, kata Maman, bagi para pelaku UMKM yang bergerak di sektor tersebut sudah tidak memiliki kemampuan bayar, dan jatuh tempo, sudah terlebih dahulu di proses penghapusan bukunya di bank Himbara. “Jadi ini, memang betul-betul sudah tidak memiliki kemampuan lagi, dan itu rentangnya kurang lebih sekitar 10 tahunan. Saya sampaikan, tidak semua pelaku UMKM,” katanya.
Artinya, kata Maman, bagi pelaku UMKM lain yang memang memiliki dan dinilai oleh bank Himbara masih memiliki kekuatan untuk terus jalan, tidak menjadi kriteria yang mendapat penghapusan utang. “Saya sampaikan ini, supaya kita ada kesamaan persepsi jangan sampai diterjemahkan lebar ke mana-mana,” tutupnya. (*)