Scroll untuk baca artikel
Makro

REI Keluhkan Harga Jual Hunian Vertikal Versi Pemerintah Terlalu Rendah

×

REI Keluhkan Harga Jual Hunian Vertikal Versi Pemerintah Terlalu Rendah

Sebarkan artikel ini
IMG 20241102 WA0076 scaled
HUNIAN VERTIKAL - Wakil Ketua Umum DPP REI Bambang Ekajaya mengeluhkan harga jual hunian vertikal yang ditetapkan pemerintah, terlalu rendah tak sebanding dengan biaya konstruksi. (Foto: Ayyubi Kholid/Kabar Bursa)

KABARBURSA.COM – Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya mengeluhkan harga jual hunian vertikal yang ditetapkan pemerintah. Menurut Bambang, harga jual yang terlalu rendah tak sebanding dengan biaya konstruksi, yang menyebabkan pengembang kesulitan untuk memenuhi biaya pembangunan.

“Masalahnya, harga jual rumah vertikal yang sudah diatur pemerintah itu lebih rendah dibandingkan dengan biaya konstruksinya. Jadi, tidak mungkin harga jual itu lebih rendah dari biaya konstruksi,” kata Bambang kepada Kabar Bursa, Jumat, 8 November 2024.

Lalu, Bambang menyinggung soal harga patokan pemerintah ini belum pernah direvisi dalam lima tahun terakhir. Padahal, harga bahan bakar minyak (BBM) yang berpengaruh langsung pada biaya konstruksi telah mengalami kenaikan beberapa kali selama periode tersebut.

“Dari lima tahun yang lalu, harga patokan pemerintah itu tidak pernah di-review. Padahal, sejak itu sampai sekarang, BBM sudah naik dua hingga tiga kali,” ujarnya.

Menurut Bambang, hunian vertikal merupakan solusi yang lebih realistis untuk memenuhi kebutuhan 3 juta unit perumahan yang menjadi target pembangunan pemerintah. Ia menjelaskan, pembangunan rumah tapak (landed houses) tidak akan mencukupi, mengingat terbatasnya lahan di perkotaan.

“Kebutuhan perumahan 3 juta itu tidak mungkin dipenuhi hanya dengan membangun rumah tapak. Saat ini, kita harus beralih ke hunian vertikal karena keterbatasan lahan, pengaturannya, dan kemudahan aksesnya,” jelas Bambang.

Namun, dia menegaskan, pengembangan hunian vertikal harus diimbangi dengan penyediaan infrastruktur yang memadai, terutama akses transportasi dan fasilitas umum.

Ia memperingatkan bahwa meskipun rumah dapat dibangun dalam jumlah besar, jika lokasinya jauh dari transportasi publik dan infrastruktur tidak memadai, itu akan menjadi masalah besar.

“Sekalipun rumah dibangun dalam jumlah besar, jika lokasinya jauh dari transportasi dan infrastrukturnya belum tersedia, itu akan menjadi masalah. Pembangunannya tidak bisa terpisah-pisah,” terangnya.

Konsep TOD Dapat Meningkatkan Kualitas Pembangunan

Sebenarnya, lanjut Bambang, pemerintah telah memiliki konsep Transit Oriented Development (TOD), yang mengintegrasikan pembangunan hunian vertikal dengan transportasi umum, area bisnis, dan fasilitas rekreasi. Menurutnya, konsep ini akan sangat membantu para pengembang dalam membangun perumahan vertikal yang lebih efisien.