KABARBURSA.COM – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) Aboe Bakar Alhabsy menilai Indonesia memerlukan antisipasi kebijakan, khususnya hubungan bilateral dan kepentingan ekonomi nasional, terkait perubahan kepemimpinan di Amerika Serikat (AS).
“Sebagai negara dengan hubungan bilateral yang strategis, Indonesia perlu memperhatikan kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh Presiden Donald Trump, terutama yang berpotensi mempengaruhi perdagangan, investasi, serta kerja sama ekonomi yang selama ini terjalin. Kami berharap pemerintah siap mengantisipasi setiap perubahan yang dapat memengaruhi kepentingan Indonesia,” ujar Aboe dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 9 November 2024.
Adapun pada bidang perdagangan dan ekonomi, Aboe mengingatkan bahwa kebijakan ‘America First’ yang sering menjadi fokus Trump berpotensi memperketat perdagangan luar negeri, yang mungkin berdampak pada ekspor produk Indonesia ke pasar AS.
Selain itu, imbuhnya, dalam konteks investasi, perubahan kebijakan yang mendorong repatriasi investasi AS dari luar negeri dapat berdampak pada aliran investasi AS di Indonesia.
“Gubernur Bank Indonesia (BI) sudah mengingatkan tiga hal. Pertama, adanya tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Kedua, adanya potensi tekanan kepada arus modal. Ketiga, perlunya mengantisipasi pengaruh terhadap ketidakpastian di pasar keuangan. Tentunya pemerintah harus memberikan atensi terhadap hal tersebut”, terang Aboe.
“Ketidakpastian kebijakan AS di bawah Trump cenderung mempengaruhi stabilitas pasar global. Kebijakan Trump biasanya pro-bisnis, langkah yang diambil pastilah pemotongan pajak perusahaan dan deregulasi. Kebijakan tersebut akan menarik kembali investasi AS yang selama ini tersebar di luar negeri. Bagi Indonesia, ini bisa berarti potensi penurunan investasi langsung dari AS dan perubahan dinamika pasar modal”, tambahnya.
Terkait isu keamanan regional, Aboe juga menekankan pentingnya kerja sama antara negara-negara ASEAN jika AS mengurangi kehadirannya di kawasan. “Kemitraan strategis di Asia Tenggara perlu diperkuat agar stabilitas dan keamanan kawasan tetap terjaga, khususnya dalam mengantisipasi pergeseran pengaruh di wilayah ini”, pungkasnya.
Rupiah Rentan Gejolak Jangka Pendek
Terpilihnya Donald Trump kembali sebagai Presiden AS memicu berbagai spekulasi terkait dampaknya terhadap nilai tukar rupiah. Namun, menurut Abdul Manap Pulungan, peneliti Center of Macroeconomics and Finance Indef, dampak penguatan dolar AS terhadap rupiah kali ini diperkirakan tidak akan terlalu signifikan, meskipun akan ada gejolak jangka pendek di pasar.
“Terpilihnya Trump memang berpotensi memengaruhi nilai tukar rupiah, tetapi gejolak ini sifatnya jangka pendek. Dalam jangka panjang, pengaruhnya lebih ditentukan oleh kekuatan ekonomi domestik kita sendiri,” ujar Abdul kepada Kabarbursa.com.
Menurut Abdul, posisi cadangan devisa dan kedalaman pasar keuangan Indonesia masih menjadi kendala yang membuat rupiah rentan terhadap fluktuasi eksternal.
“Rupiah kita memang rentan terhadap gejolak eksternal, terutama karena cadangan devisa dan investasi kita masih relatif rendah. Ini membuat nilai tukar mudah terguncang oleh isu-isu global, termasuk perkembangan politik di AS,” jelasnya
Abdul menambahkan, meski ada gejolak jangka pendek, pengaruh terpilihnya Trump tidak akan berdampak signifikan jika ekonomi domestik lebih kuat dan memiliki cadangan devisa yang besar.
“Kita butuh cadangan devisa yang signifikan dan pasar keuangan yang dalam agar lebih tahan terhadap dampak eksternal. Saat ini, fluktuasi nilai tukar cenderung lebih mudah terjadi karena faktor-faktor tersebut,” tambahnya.
Sebagai langkah antisipasi, Abdul menambahkan agar pemerintah terus memperkuat fundamental ekonomi dan memperbanyak cadangan devisa, sehingga nilai tukar lebih stabil meskipun ada gejolak dari luar.
Optimisme Perdagangan Luar Negeri
Di sisi lain, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menanggapi isu dampak terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS dari hasil quick count terhadap perdagangan Indonesia.
Menurut Budi, meskipun ada kekhawatiran terkait kebijakan tarif impor tambahan, ia optimistis bahwa dampak terhadap neraca perdagangan Indonesia tidak akan signifikan.
“Memang ada kekhawatiran soal tarif tambahan, tapi kalau kita lihat di masa lalu, ekspor kita justru mengalami peningkatan selama masa kepemimpinan Trump. Jadi, mudah-mudahan ke depannya juga tidak ada kendala. Malah kita bisa makin memperkuat daya saing,” ujar Budi saat ekspose hasil pengawasan di Pergudangan Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara , Jumat, 8 November 2024.
Terkait kinerja neraca perdagangan, Budi menyatakan bahwa tidak ada perubahan besar yang diperkirakan akan terjadi. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia tetap stabil dan bahkan sempat mencatatkan peningkatan ekspor ke AS meskipun ada kebijakan proteksionis.
“Dulu, saat Trump menjadi Presiden, neraca perdagangan kita tetap positif. Jadi sejauh ini, saya pikir tidak ada hambatan berarti, dan dampaknya belum terasa pada perdagangan kita,” jelasnya.
Budi juga menambahkan bahwa pemerintah tetap optimis terhadap masa depan hubungan dagang Indonesia-AS di bawah kepemimpinan Trump, terutama dengan adanya peluang untuk terus meningkatkan ekspor ke pasar AS.
“Kami tetap optimis tidak ada masalah besar ke depan. Justru dengan menjaga kualitas dan daya saing, peluang ekspor kita bisa tetap positif,” tutupnya. (*)