Scroll untuk baca artikel
Makro

Keberlanjutan UMKM Dipertanyakan, Produk Impor Murah Kuasai Pasar Indonesia

×

Keberlanjutan UMKM Dipertanyakan, Produk Impor Murah Kuasai Pasar Indonesia

Sebarkan artikel ini
DSC01961 11zon
UMKM - Ketua Umum AKUMANDIRI, Hermawati Setyorinny, mengungkapkan kekhawatirannya terkait keberlanjutan UMKM di Indonesia yang saat ini menghadapi tantangan besar akibat persaingan dengan produk impor murah, khususnya dari China. (Foto: Abbas Sandji/Kabar Bursa)

KABARBURSA.COM – Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI), Hermawati Setyorinny, mengungkapkan kekhawatirannya terkait keberlanjutan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang saat ini menghadapi tantangan besar akibat persaingan dengan produk impor murah, khususnya dari China.

Menurut Hermawati, serbuan produk impor dengan harga sangat murah menjadi ancaman serius bagi daya saing UMKM lokal, terutama dalam hal harga yang sulit ditandingi oleh produk dalam negeri.

“Produk impor murah sudah membanjiri pasar kita, dan banyak UMKM kesulitan untuk bersaing,” ujarnya kepada Kabar Bursa di Jakarta, Minggu, 10 November 2024.

Hermawati menilai langkah pemerintah untuk melindungi produk lokal masih sangat terbatas. Ia mencatat bahwa negara-negara lain telah memberlakukan batasan atau regulasi untuk melindungi produk dalam negeri dari serbuan impor. Namun, di Indonesia, upaya tersebut masih belum terlihat secara konkret.

“Jika kita lihat negara lain, pemerintah mereka sudah mengatur untuk melindungi produk lokal, sementara di Indonesia, belum ada langkah nyata yang jelas untuk mengatasi masalah ini,” kata Hermawati.

Sebagai contoh, Hermawati menyoroti operasi sidak yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) beberapa hari lalu yang berhasil menyita 90.000 rol tekstil asal China. Meski demikian, ia menilai tindakan tersebut lebih bersifat reaktif ketimbang preventif.

“Saya rasa operasi tersebut lebih karena tekanan masyarakat, bukan bagian dari strategi pemerintah yang terstruktur untuk melindungi UMKM,” tegasnya.

Hermawati juga mengkritik harga jual produk impor yang sangat murah, sehingga semakin menyulitkan UMKM untuk bersaing. Ia memberi contoh produk pakaian impor yang dapat dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan produk lokal.

“Produk impor, seperti pakaian, bisa dijual dengan harga Rp10.000, sementara produk lokal paling murah bisa mencapai Rp40.000. Kondisi ini jelas menguntungkan importir, tapi merugikan UMKM,” ujarnya.

Dengan daya beli masyarakat yang semakin melemah, Hermawati khawatir konsumen akan lebih memilih produk murah meskipun harus mengorbankan kualitas atau aspek lokalitas. Selain itu, ia juga menyoroti tingginya biaya produksi sebagai kendala besar bagi UMKM untuk bersaing di pasar domestik.