Scroll untuk baca artikel
Makro

UMKM Keluhkan Sulitnya Bersaing dengan Produk Impor, Minta Pemerintah Lakukan ini

×

UMKM Keluhkan Sulitnya Bersaing dengan Produk Impor, Minta Pemerintah Lakukan ini

Sebarkan artikel ini
DSC02062 11zon
Nur Sihombing, perajin tenun, tampak melakukan proses tenun tradisional khas Batang, Sumatera Utara dalam pameran busana tenun di Sarinah, Jakarta Pusat. (Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM – Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI), Hermawati Setyorinny, mengatakan masih banyak kebijakan pemerintah terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang kurang efektif dan tidak menyentuh persoalan. Ini terjadi ketika pemangku kebijakan kerap meminta masukan pelaku UMKM.

Hermawati menganggap pendapat-pendapat dari UMKM hanya dianggap sebagai formalitas dan tidak diimplementasikan dengan serius. “Kami sering diminta masukan, tetapi kenyataannya kebijakan yang ada di lapangan tidak sesuai dengan harapan. Misalnya, Peraturan Menteri Perdagangan yang merugikan sektor tekstil hingga kini belum dicabut,” ujar Hermawaty kepada Kabarbursa.com, Senin, 11 November 2024.

Hermawati juga menyoroti masalah yang dihadapi oleh perajin batik. Menurutnya, bahan baku tekstil murah banyak yang berasal dari luar negeri. Akibatnya, produk dalam negeri sulit bersaing karena harga bahan baku lokal jauh lebih tinggi.

“Pengrajin batik kesulitan karena kain tekstil lokal yang tersedia harganya mahal. Padahal, bahan baku impor jauh lebih murah, tetapi tidak memberi dampak positif bagi industri lokal,” jelasnya.

Di sisi lain, Hermawati juga menekankan perlunya kebijakan yang lebih tegas dalam melindungi pasar lokal dan membatasi impor. Ia mengusulkan agar pemerintah membuat kuota dan data lapangan yang akurat mengenai kebutuhan masyarakat. Sebagai contoh, sektor pertanian dan peternakan dapat menjadi penopang ketahanan pangan nasional jika mendapatkan dukungan yang memadai.

“Pemerintah harus membatasi masuknya barang impor, khususnya yang berkaitan dengan kebutuhan pokok seperti beras dan susu. Baru-baru ini, kita melihat petani dan peternak harus membuang hasil produksinya karena harga pasar yang sangat rendah akibat barang impor,” tambahnya.

Hermawati menceritakan bahwa ia sering membeli susu dan telur dari koperasi lokal untuk para karyawannya, sebagai bentuk dukungan terhadap peternak lokal. “Harga susu segar dari peternak lokal memang murah, dan itu sangat membantu mereka. Tapi tanpa dukungan kebijakan yang memadai, keberlangsungan usaha mereka tetap terancam,” ujar dia.

Ia pun berharap pemerintah dapat mengambil langkah yang lebih nyata dalam melindungi sektor UMKM melalui regulasi yang benar-benar dapat diimplementasikan, guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Bersaing dengan Produk Impor Murah

Sebelumnya, ia mengungkap kekhawatiran mendalam mengenai kondisi UMKM lokal yang kini kesulitan bersaing dengan produk impor murah, khususnya dari negara-negara seperti China dan Korea Selatan. Menurutnya, tantangan harga ini membuat banyak UMKM terpaksa menurunkan keuntungan demi tetap bertahan.

Hermawati menjelaskan bahwa untuk tetap kompetitif, UMKM saat ini terpaksa menekan ongkos produksi dan memangkas margin keuntungan.

“Otomatis, UMKM harus ambil untung lebih kecil, tapi tetap saja sulit bersaing. Kalau dulu produk mereka laku 100 unit, sekarang mungkin hanya laku 40,” ujar Hermawaty kepada Kabarbursa.com.

Ia menyoroti maraknya produk impor di platform e-commerce, yang bahkan kini tidak hanya terbatas pada sektor fashion, tetapi juga mencakup produk lain seperti sayuran, buah-buahan, kosmetik, dan barang-barang plastik. Hermawati menyebut bahwa konsumen lokal kini cenderung beralih ke produk impor karena harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk lokal.

“Produk-produk kosmetik, misalnya, banyak yang sudah berpindah ke merk luar seperti dari Cina dan Korea. Sementara, produk lokal yang sudah teruji puluhan tahun semakin tersisih,” jelasnya.

Hermawati juga mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai masih memberikan banyak kemudahan bagi impor barang, sementara ekspor produk UMKM seringkali terbebani oleh biaya tinggi.

“Ironisnya, produk luar masuk ke Indonesia seperti diberi kemudahan, tapi untuk ekspor dari Indonesia, biaya kita masih tinggi,” keluhnya.

Di tengah kondisi ini, Hermawati melihat bahwa pasar domestik Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar menjadi sasaran rebutan bagi produk impor.

“Pasar kita ini besar sekali, dan sayangnya justru lebih dimanfaatkan oleh produk luar. Kalau pemerintah tidak serius, UMKM kita sulit untuk bertahan,” tutupnya.

Hermawati berharap agar pemerintah segera membuat langkah konkret dan serius dalam mendukung UMKM agar tetap bisa bersaing di pasar domestik, termasuk dengan kebijakan yang melindungi produk lokal dari gempuran produk impor murah.

UMKM Go Global

Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan memaksimalkan peran perwakilan perdagangan di luar negeri dan memberikan berbagai pelatihan serta pendampingan kepada UMKM. “Persiapan UMKM untuk ekspor tidak hanya sebatas membuka pasar, tetapi juga mempersiapkan sumber daya bisnis mereka. Kita akan memberikan pelatihan desain, manajemen, dan banyak lagi agar produk UMKM memenuhi standar ekspor,” tutur Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso.

Lebih rinci, ia menjelaskan, pertama, pengembangan ekosistem UKM ekspor. Kedua, pembentukan dua pusat ekspor baru di luar Pulau Jawa. “Penguatan ekosistem UKM ekspor diperlukan untuk mendorong kontribusi ekspor UKM menjadi lebih besar dan terukur. Pusat ekspor juga akan sangat berperan penting bagi para pelaku ekspor agar dapat menemukan pasar yang lebih luas,” ujar Mendag.

Ketiga, tercetaknya 100 UKM ekspor hasil program UKM BISA Ekspor. Keempat, tercapainya 600 UKM yang mendapatkan pelatihan ekspor sepanjang periode 21 Oktober—31 Desember 2024. Kelima, optimalisasi peran perwakilan perdagangan dalam promosi ekspor UKM dengan target transaksi mencapai USD 55 juta yang didukung antara lain melalui pameran dan penjajakan kesepakatan dagang (business matching).

Untuk itu, Mendag Budi menyampaikan pentingnya kontribusi para pemangku kepentingan dan jajaran Kementerian Perdagangan agar target ini dapat tercapai. “Kolaborasi dan sinergi para pemangku kepentingan dan jajaran Kemendag penting dilakukan untuk mencapai target tersebut,” pungkas Budi. (*)