KABARBURSA.COM – Dewan Pakar Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI), Rochadi Tawaf, menilai pemerintah tengah melakukan transformasi industri persusuan nasional dari pola tradisional menuju skala industri. Pernyataan ini menyusul rencana pemerintah yang akan menggandeng perusahaan asal Vietnam untuk berinvestasi di sektor persusuan dalam negeri.
Menurut Rochadi, langkah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan susu nasional, terutama mendukung program prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membutuhkan pasokan susu segar. Ia menegaskan, pola bisnis tradisional saat ini tidak akan mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
“Ini adalah proses perubahan atau transformasi, dari tradisional ke industri. Akan terjadi begitu. Karena perubahan pola bisnis yang sekarang, yang skala kecil ini, tidak mungkin dilakukan lagi untuk mendapatkan industri skala besar,” ujar Rochadi kepada KabarBursa.com, Senin, 11 November 2024.
Rochadi menjelaskan, dengan pola peternakan rakyat, produksi susu sapi segar per hari rata-rata hanya mencapai 10 hingga 15 liter per ekor. Sebaliknya, pada skala industri, produksi rata-rata bisa mencapai 30 liter per ekor.
“Peternak rakyat rata-rata produksi 15 liter per sapi. Paling tinggi 20 liter, itu sudah top, tapi jarang. Sedangkan di industri, produksi sudah bisa di atas 20 liter, bahkan mencapai 30 liter per ekor,” katanya.
Ia menilai, pola usaha rakyat sudah tidak efisien dan perlu dikorporatisasi. “Nah ini terjadi proses transformasi dari tradisional ke industri,” ungkapnya,” katanya.
Ke depan, Rochadi berharap peternakan skala kecil (small scale) akan beralih menjadi kandang koloni dengan sapi berkualitas tinggi di satu kawasan. Dalam hal ini, asosiasi terkait harus menjaga kualitas sapi yang digunakan. Ia juga menjelaskan hasil dari progenitas sapi di Unit Pengolahan Pakan (UPP) pemerintah tidak berdampak signifikan pada produksi di peternakan rakyat karena kurangnya pengawasan dalam aspek pengembangbiakan (breeding).
“Nah disini fungsi Asosiasi Holstein Indonesia misalnya atau asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia ini tugasnya mengawal kualitas bibit itu,” kata Rochadi.
Dengan transformasi ini, Rochadi optimistis industri persusuan nasional akan memiliki masa depan yang lebih cerah. Ia mendukung keterlibatan industri besar dalam membangun kemitraan antara peternakan skala kecil dan industri besar.
“(Ini) juga menjadi contoh untuk melakukan kemitraan antara small scale, skala kecilnya peternak, dengan industri besar sebagai off taker. Jadi dia harus bisa membina peternak yang kecil-kecil ini menjadi besar dan yang besar menjadi kuat,” jelasnya.
Saat ini, kata Rochadi, beberapa wilayah peternakan di Jawa Barat dan Jawa Timur sudah menerapkan pola koperasi meski belum kuat. Ia berharap pola koperasi ini bisa diperkuat dengan dukungan industri besar.
“Penguatan ini dilakukan oleh industri-industri besar, swasta yang di negara asalnya mereka juga koperasi. Misalnya Nestle, di negara asalnya koperasi, tapi di bawahnya jadi PT. Harapan saya, di Indonesia terjadi transformasi seperti itu,” katanya.
Bidik Perusahaan Sapi Asal Vietnam
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, sebelumnya bersama Presiden Prabowo Subianto membahas upaya pemenuhan kebutuhan susu sapi segar nasional di Kompleks Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 31 Oktober 2024 lalu.
Dalam pertemuan itu, Amran memaparkan langkah Kementerian Pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan susu nasional melalui kemudahan impor sapi perah yang rencananya akan dilakukan perusahaan investasi asal Vietnam pada tahun 2025 mendatang.
Amran menuturkan, investor Vietnam tertarik untuk membangun peternakan sapi perah berskala besar di Indonesia. “Kami terus berupaya mempermudah proses agar mereka tertarik berinvestasi di Indonesia,” kata Amran dalam keterangannya beberapa waktu lalu di Jakarta, dikutip 2 November 2024.
Amran menilai, impor sapi merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk mencapai swasembada daging dan susu melalui pengadaan sapi indukan dari luar negeri. Rencana ini juga menawarkan peluang bagi pengusaha lokal dan internasional untuk berkontribusi dalam program makan bergizi gratis yang menjadi salah satu agenda prioritas pemerintah saat ini.
Amran menuturkan, pemerintah telah menyiapkan lahan di tiga lokasi sebagai tempat pembangunan peternakan sapi perah. Tiga tempat yang dimaksud adalah Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. “Kami sudah meninjau Poso bersama perusahaan TH Group. Di sana ada lahan seluas 12 ribu hektare, sementara di Sulawesi Selatan ada 30 ribu hektare dan di Kalimantan Tengah 50 ribu hektare,” jelas Amran.
Sebagai informasi, TH Group merupakan perusahaan besar asal Vietnam yang siap mendukung Indonesia dalam meningkatkan produksi daging sapi dan susu domestik. Perusahaan tersebut berencana mengembangkan industri pembibitan sapi, budidaya ternak, pemenuhan pakan berkualitas, distribusi, pengolahan, serta peningkatan kapasitas peternak lokal.
Investasi dari Vietnam ini merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman (MoU) di bidang pertanian yang ditandatangani pada 19 Mei lalu. Amran menilai, impor sapi indukan sangat penting untuk mempercepat ketersediaan susu dalam program yang dicanangkan Prabowo.
Menurutnya, mengandalkan sapi indukan yang sudah ada akan membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai swasembada. “Rencana investasi dari Vietnam dengan pengadaan sekitar 250 ribu ekor sapi ini akan berdampak besar bagi kepentingan nasional,” katanya.(*)