KABARBURSA.COM – Surplus perdagangan China terus melaju menuju rekor baru tahun ini, memperdalam ketidakseimbangan global yang semakin memicu ketegangan dengan beberapa ekonomi besar dunia. Hal ini berisiko menambah polemik dengan Presiden terpilih Donald Trump.
Menurut perhitungan Bloomberg, selisih antara ekspor dan impor China dapat mencapai hampir USD1 triliun jika tren pertumbuhannya berlanjut pada laju yang sama seperti yang tercatat sepanjang tahun ini. Seperti dikutip di Jakarta, Senin 11 November 2024.
Pada periode sepuluh bulan pertama, surplus perdagangan barang melonjak menjadi USD785 miliar—sebuah rekor tertinggi untuk periode tersebut dan mencatatkan kenaikan hampir 16 persen dibandingkan tahun lalu.
Meski harga ekspor China terus menurun, volume ekspor yang mencatatkan angka besar menjadi pendorong utama. Brad Setser, peneliti senior di Council on Foreign Relations, mengatakan bahwa secara keseluruhan, ekonomi China kembali mengandalkan ekspor untuk meredam pelemahan permintaan domestik, yang coba diatasi Beijing dengan suntikan stimulus.
Namun, gambaran yang semakin timpang ini menimbulkan ketidakpuasan di berbagai negara. Pemerintahan Trump yang baru diperkirakan akan memberlakukan tarif yang bisa mengurangi aliran ekspor China ke AS. Negara-negara di Amerika Selatan hingga Eropa juga telah meningkatkan hambatan tarif terhadap barang-barang China, seperti baja dan kendaraan listrik.
Di sisi lain, perusahaan asing juga mulai menarik dana mereka dari China, dengan penurunan investasi langsung asing (FDI) pada sembilan bulan pertama tahun ini. Jika tren ini berlanjut hingga akhir tahun, ini akan menjadi arus keluar bersih tahunan pertama dalam FDI setidaknya sejak 1990.
Beijing merespons dengan menjanjikan dukungan lebih besar bagi perusahaan, dengan dewan negara mengumumkan akan meningkatkan bantuan finansial untuk industri guna mendongkrak pertumbuhan perdagangan luar negeri yang stabil, mempercepat pembangunan ekonomi, serta menjaga stabilitas lapangan kerja.
Selama beberapa tahun terakhir, perusahaan-perusahaan China berhasil meningkatkan kinerja ekspor mereka. Sebaliknya, pelambatan ekonomi domestik, meningkatnya elektrifikasi, dan pergeseran ke barang-barang manufaktur domestik mengurangi permintaan impor.
Surplus perdagangan pada bulan Oktober tercatat sebagai yang ketiga terbesar dalam sejarah, hanya sedikit di bawah rekor bulan Juni. Dalam hitungan yuan, surplus tersebut setara dengan 5,2 persen dari produk domestik bruto nominal pada sembilan bulan pertama tahun ini, angka tertinggi sejak 2015 dan jauh di atas rata-rata dekade terakhir.
Dengan AS, surplus China meningkat 4,4 persen dibandingkan tahun lalu, sementara dengan Uni Eropa naik 9,6 persen, dan dengan 10 negara ASEAN melonjak hampir 36 persen, menurut data terbaru.
Ketidakseimbangan ini semakin meluas ke banyak negara lain. China kini mengekspor lebih banyak barang ke hampir 170 negara daripada yang dibeli dari mereka, suatu pencapaian yang belum pernah tercatat sejak 2021.
Tak hanya itu, perang mata uang juga mulai mencuat. Bank sentral India menyatakan kesiapan untuk membiarkan rupee melemah jika China membiarkan yuan turun untuk mengimbangi tarif AS. Penurunan yuan akan membuat ekspor China lebih murah, berpotensi semakin memperlebar surplus dengan India, yang pada tahun ini mencapai USD85 miliar, 3 persen lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan lebih dari dua kali lipat dibandingkan lima tahun sebelumnya.
Perdagangan Barang Luar Negeri
Selama delapan bulan pertama tahun ini, perdagangan luar negeri China terus menunjukkan ketangguhan meski dihadapkan pada tantangan global yang tak sedikit. Data terbaru yang dirilis oleh Administrasi Umum Kepabeanan China (General Administration of Customs/GAC) pada Selasa, 10 September 2024, mengungkapkan volume perdagangan barang China dalam yuan tumbuh sebesar 6 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Dalam periode Januari hingga Agustus, ekspor dan impor China masing-masing naik 6,9 persen dan 4,7 persen. Jika diukur dalam dolar AS, total perdagangan barang luar negeri China mencapai 4,02 triliun dolar AS, mengalami kenaikan 3,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ekspor dalam dolar AS tumbuh 4,6 persen, sementara impor naik 2,5 persen.
Selama periode ini, surplus perdagangan China juga mencatat pertumbuhan yang signifikan, meningkat 11,2 persen menjadi 608,49 miliar dolar AS. Menurut Direktur Departemen Statistik dan Analisis GAC, Lyu Daliang, peningkatan perdagangan ini tak lepas dari tingginya permintaan baik di pasar domestik maupun internasional.
“Pemulihan ekonomi China sejak awal tahun ini berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekspor dan impor global,” kata Lyu.
Dari sisi mitra dagang, ASEAN kembali menjadi mitra perdagangan terbesar China, dengan nilai perdagangan bilateral mencapai 4,5 triliun yuan, naik 10 persen dibandingkan tahun lalu. ASEAN berkontribusi sebesar 15,7 persen dari total perdagangan luar negeri China. Di posisi kedua, Uni Eropa (UE) mencatat nilai perdagangan sebesar 3,72 triliun yuan, diikuti Amerika Serikat dengan 3,15 triliun yuan, dan Korea Selatan dengan 1,51 triliun yuan.
Di sisi lain, perdagangan barang China dengan negara-negara yang terlibat dalam proyek Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra meningkat 7 persen menjadi 13,48 triliun yuan selama delapan bulan pertama 2024.
Perusahaan Swasta China
Produk mekanik dan elektronik masih mendominasi ekspor China, menyumbang hampir 60 persen dari total nilai ekspor. Ekspor peralatan dan komponen pemrosesan data otomatis, misalnya, naik 11,6 persen. Ekspor sirkuit terintegrasi (IC) juga melonjak 24,8 persen, sementara ekspor otomotif tumbuh 22,2 persen.
Wilayah barat China menunjukkan pertumbuhan paling tinggi dalam perdagangan luar negerinya, mencatatkan kenaikan sebesar 10,1 persen selama periode yang sama. Ini jauh melampaui pertumbuhan di wilayah timur (6,7 persen) dan timur laut (2,2 persen). Pertumbuhan di wilayah barat ini didorong oleh ekspor produk berteknologi tinggi.
Perusahaan swasta China juga mencatatkan kinerja yang impresif, dengan volume perdagangan luar negeri mereka tumbuh 10,5 persen. Kontribusi perusahaan-perusahaan ini mencapai 55,1 persen dari total volume perdagangan luar negeri China selama delapan bulan pertama tahun ini.
Ke depan, China berencana meningkatkan volume serta kualitas perdagangan luar negerinya. Pemerintah berupaya mendorong impor barang berkualitas tinggi, serta membantu perusahaan-perusahaan perdagangan luar negeri untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi, sesuai dengan rencana kerja pemerintah yang telah disusun tahun ini.(*)