Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Haji Isam, Crazy Rich Kalsel Pembeli Pesawat Boeing

×

Haji Isam, Crazy Rich Kalsel Pembeli Pesawat Boeing

Sebarkan artikel ini
Haji Isam
Haji Isam (foto: Antara)

KABARBURSA.COM-Andi Syamsuddin Arsyad, yang lebih dikenal sebagai Haji Isam, kembali menjadi pusat perhatian setelah foto lamanya saat membeli pesawat menjadi viral di media sosial. Pada tahun 2018, foto itu menampilkan sosok ‘Crazy Rich Kalsel’ ini tengah membeli pesawat Boeing.

Yang mencuri perhatian adalah penampilannya yang hanya mengenakan kaus oblong berwarna coklat, berbeda dengan orang-orang dari pihak Boeing yang berpakaian rapi dengan jas dan dasi. Foto itu bahkan terkonfirmasi kebenarannya dan turut dimuat di situs resmi Boeing.

Harga satu unit BBJ MAX 7 mencapai sekitar US$101,5 juta atau setara Rp1,58 triliun menurut berbagai sumber. Haji Isam, pemilik PT Jhonlin Group (JG), terlibat dalam berbagai sektor bisnis mulai dari pertambangan, layanan pelabuhan, transportasi udara, hingga manufaktur.

Perusahaan induknya memiliki beberapa anak perusahaan seperti PT Jhonlin Baratama, PT Jhonlin Marine and Shipping, PT Jhonlin Air Transport, PT Jhonlin Agromandiri, PT Jhonlin Batu Mandiri, dan Jhonlin Agro Raya yang telah melantai di bursa saham sejak 2022.

Sebelum sukses seperti sekarang, Haji Isam memulai karirnya dari bawah sebagai sopir truk, pekerja perkayuan, hingga tukang tambang. Kini, kekayaannya tidak terungkap secara terbuka, tetapi ia pernah dilaporkan memiliki penghasilan mencapai Rp40 miliar per bulan.

Selain bisnis pertambangan, Haji Isam juga memiliki usaha di sektor media, penyewaan jet pribadi, properti, dan lainnya. Perusahaannya bahkan memiliki tim mobil balap bernama Jhonlin Racing Team.

Pabrik sawit Haji Isam di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2021. Namun, pada tahun yang sama, ia juga tersangkut dalam kasus pengkondisian pajak dan dugaan pemberian uang ke Angin Prayitno. Kasus ini melibatkan perusahaan Haji Isam, PT Jhonlin Baratama, yang diduga terkait dengan pengkondisian nilai pajak pada 2016 hingga 2017.