KABARBURSA.COM – PT Summarecon Agung (SMRA) mencatat laba bersih sebesar Rp766 M atau naik 22,5% yoy pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp625,37 miliar. Dengan hasil itu, laba per saham dasar ikut terkerek menjadi Rp46,40 dari edisi sama sebelumnya Rp37,88.
Namun kendati tumbuh double digit, hasil tersebut hanya memenuhi 89,6% dari estimasi konsensus.
Pendapatan pada 2023 tumbuh 16,4% yoy menjadi Rp6,7 Triliun dari posisi sama tahun sebelumnya Rp5,71 triliu, didorong oleh segmen recurring dan segmen property development yang masing-masing tumbuh 17% yoy dan 15% yoy.
Secara keseluruhan, SMRA juga berhasil mempertahankan margin yang cukup resilient selama 2023, dengan rincian sebagai berikut.
Laba bersih SMRA yang tidak mencapai estimasi konsensus ditekan oleh hasil yang cukup rendah pada kuartal VI tahun 2023, di mana perseroan hanya mencatat laba bersih sebesar Rp113 Miliar atau menurun -48,5% secara QoQ, dan menurun -64,2% secara YoY.
Penurunan laba bersih pada Kuartal VI tahun 2023 disebabkan oleh pendapatan yang hanya mencapai Rp1,6 Triliun atau menurun 25,4% secara QoQ, namun secara yoy tumbuh 4,7%.
Sementara beban bunga melonjak menjadi Rp229 Miliar atau meningkat 187% YoY, sehingga margin laba bersih terkontraksi ke level 7,2%.
Secara operasional, SMRA mencatat marketing sales senilai Rp4,52 T pada 2023, hanya mencapai 90,4% dari target 2023 di level Rp5 T. Pada 2024, SMRA kembali menargetkan marketing sales senilai Rp 5T.
Investment Analyst Stockbit,Arvin Lienardi menerangkan hasil kinerja yang di bawah estimasi berpotensi menjadi sentimen negatif terhadap harga saham SMRA dalam jangka pendek.
” Dari aspek penjualan, kami menilai outlook marketing sales SMRA pada 2024 masih berpotensi tumbuh, terutama lewat rencana pengembangan township baru (Summarecon Tangerang) dan insentif PPN DTP, ” tutur Alvin dalam keterangannya, Selasa 19 Maret 2024.
Manajemen SMRA mengatakan terdapat potensi marketing sales hingga Rp2 T lewat insentif PPN DTP. Sementara itu, recurring income SMRA juga berpotensi meningkat lewat peresmian mal baru pada Kuartal I dan Kuartal VI tahun 2024.
“Di sisi lain, inflasi AS yang berada di atas ekspektasi meningkatkan ketidakpastian mengenai timing dan besaran pemangkasan suku bunga, sehingga dapat menjadi sentimen negatif bagi sektor properti termasuk SMRA,” tutupnya. (nia/prm)