KABARBURSA.COM – PT Freeport Indonesia (PTFI) diketahui harus membayar bea keluar sebesar 10% pada awal tahun 2024, meskipun kemajuan konstruksi proyek smelter katoda tembaga di Manyar, Gresik, Jawa Timur, telah melampaui 90% pada tanggal 31 Desember 2023.
Agung Laksamana, EVP External Affairs Freeport Indonesia, menjelaskan bahwa PTFI sebelumnya membayar bea keluar (BK) untuk ekspor konsentrat tembaga dengan tarif 7,5% hingga Desember 2023. Namun, pada tahun 2024, Freeport masih harus menunggu hasil verifikasi progres pembangunan smelter Manyar. Sementara menunggu hasil tersebut, perusahaan dikenakan BK sebesar 10% selama bulan Januari hingga Februari 2024.
“Setelah hasil laporan verifikasi smelter disetujui Kementerian ESDM pada pertengahan Februari 2024, angka bea keluar yang kami bayar kembali menjadi 7,5% mulai pekan ketiga Februari 2024 sampai dengan sekarang,” ujarnya, Selasa 19 Maret 2024.
Tarif bea keluar tersebut sesuai dengan yang termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Untuk periode Januari—Mei 2024, semestinya, peraturan tersebut menetapkan bea keluar konsentrat tembaga sebesar 10% jika progres kemajuan smelter baru mencapai 70% hingga 90% dan sebesar 7,5% jika kemajuan smelter melebihi 90%.
“Per 31 Desember 2023, kemajuan konstruksi proyek smelter Indonesia melebihi 90%. Namun, perseroan dikenakan bea keluar sebesar 10% pada 2024 hingga mendapatkan revisi izin ekspor konsentrat pada Februari 2024. Setelah itu, perseroan dikenakan bea keluar sebesar 7,5%,” menurut pernyataan resmi perusahaan pada Singapore Stock Exchange (SGX), dilansir Selasa 19 Maret 2024.
Adapun, bea keluar perseroan yang dibebankan terhadap pendapatan berjumlah US$306,6 juta pada 2023 atau setara dengan Rp4,82 miliar. Angka ini turun 5,69% dibandingkan dengan US$325,1 juta atau Rp5,11 miliar pada 2022.
Berdasarkan PMK No. 71/2023 tersebut, PTFI dikenakan bea ekspor konsentrat tembaga sebesar 7,5% pada paruh kedua 2023 yakni sebesar US$307 juta atau setara Rp4,82 miliar (asumsi kurs Rp15.726).
“Perseroan juga terus mendiskusikan penerapan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/2023 dengan pemerintah Indonesia karena adanya inkonsistensi dengan IUPK-nya,” tulis PTFI dalam laporan keuangan tahunannya.
Pemerintah telah resmi menaikkan besaran tarif bea keluar untuk ekspor konsentrat mineral, termasuk tembaga, serta mengatur syarat minimal progres pembangunan fasilitas pemurnian (smelter) bagi perusahaan yang masih berhak melakukan ekspor konsentrat mineral seperti PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Internasional Tbk.
Menurut Pasal 11 ayat (4) dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 tahun 2023, bea keluar atas ekspor produk hasil pengolahan mineral logam akan didasarkan pada kemajuan fisik pembangunan smelter yang minimal mencapai 50%.
Besaran tarif ekspor baru untuk konsentrat tembaga periode sampai akhir tahun ini adalah 10% untuk progres smelter Tahap I, 7,5% untuk Tahap II, dan 5% untuk Tahap III. Sedangkan untuk konsentrat besi, timbal, dan seng, tarifnya adalah 7,5% untuk Tahap I, 5% untuk Tahap II, dan 2,5% untuk Tahap III.
Pada periode lima bulan pertama tahun 2024, besaran bea keluar untuk konsentrat tembaga dinaikkan menjadi 15% untuk progres smelter Tahap I, 10% untuk Tahap II, dan 7,5% untuk Tahap III. Sementara untuk konsentrat besi, timbal, dan seng, tarifnya tetap masing-masing 10% untuk Tahap I, 7,5% untuk Tahap II, dan 5% untuk Tahap III.
Dalam perbandingan dengan peraturan sebelumnya, yaitu PMK No. 39/2022, besaran bea keluar untuk seluruh konsentrat mineral tembaga dipukul rata dengan besaran 5% untuk progres smelter Tahap I, 2,5% untuk Tahap II, dan 0% untuk Tahap III.