KABARBURSA.COM – Menurut Eliza Mardian, seorang ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, menghadapi perubahan iklim merupakan hal yang sangat penting dalam mengendalikan inflasi pangan saat ini.
Menurutnya, pemerintah perlu secara efektif mengantisipasi perubahan iklim dan melakukan mitigasi terhadap banjir. Hal ini akan menjaga harga pangan di tingkat konsumen, sehingga inflasi pangan dapat dikelola dengan baik. Namun, jika upaya tersebut gagal, inflasi pangan akan terus meningkat.
Eliza menekankan bahwa menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pada bulan April sebagian wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau, dengan puncak kemarau terjadi pada bulan Juli dan Agustus. Musim kemarau di beberapa daerah diperkirakan akan menjadi lebih kering.
“Diperlukan keberpihakan dan upaya serius dari pemerintah untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim ini,” katanya, Selasa 19 Maret 2024.
Dia juga menyebut bahwa cuaca ekstrem dan banjir telah mengganggu aktivitas pertanian di sebagian wilayah Indonesia. Selain itu, sistem pertanian dianggap kurang responsif terhadap perubahan iklim.
Menurut Eliza, banjir dapat mengurangi kualitas padi dan berdampak pada penurunan produksi beras. Banjir juga berpotensi mengurangi produksi cabai dan bawang merah karena rentan terkena hama, penyakit, dan pembusukan selama musim hujan.
“Sistem pertanian Indonesia masih kurang responsif terhadap perubahan iklim, dan belum ada strategi yang menyeluruh untuk mengatasi dampaknya,” ungkapnya.
Dia juga mengkritik alokasi anggaran untuk pertanian cerdas iklim, yang menurutnya terbatas hanya sekitar Rp 241,73 miliar selama periode 2018-2020. Selain itu, alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk irigasi pada tahun 2023 sebesar Rp 1,69 triliun, dianggapnya terlalu kecil untuk memperbaiki sistem irigasi yang rusak di berbagai daerah.
“Diperlukan dana yang lebih besar untuk merevitalisasi sistem irigasi, karena alo