Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Ekonom: Ramadan dan Lebaran Bikin Impor Melonjak

×

Ekonom: Ramadan dan Lebaran Bikin Impor Melonjak

Sebarkan artikel ini
Impor
PRODUK IMPOR - Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 dikhawatirkan memudahkan produk impor masuk ke Indonesia. (Foto: Int)

KABARBURSA.COMEkonom Indonesia menyaksikan lonjakan nilai dan volume impor pada bulan Februari 2024, yang didorong oleh meningkatnya kebutuhan menjelang Bulan Ramadan dan Hari Raya Idulfitri.

Data menunjukkan bahwa impor barang konsumsi meningkat sebesar 15,8% (year-on-year/yoy) menjadi US$18,44 miliar pada Februari, mendahului ekspektasi konsensus. Analis dari Bahana Sekuritas, Drewya Cinantyan, menyatakan bahwa angka ini mencatat pertumbuhan tertinggi sejak 22 Oktober 2023, meskipun mengalami sedikit penurunan sebesar 0,3% dibanding bulan sebelumnya. Sementara impor komoditas Migas meningkat sebesar 10,4% dibanding bulan sebelumnya, impor komoditas non-Migas mengalami kontraksi sebesar 2,1%.

Peningkatan terbesar terlihat pada impor minyak mentah yang naik sebesar 59,5% secara tahunan, seiring dengan permintaan domestik yang tinggi menjelang perayaan Idulfitri. Selain itu, impor beras juga meningkat tajam sebesar 148,6% dibandingkan tahun sebelumnya, bertujuan untuk memastikan ketersediaan pasokan selama Bulan Ramadan.

Dari segi penggunaan dalam perekonomian, terjadi peningkatan signifikan pada impor barang konsumsi sebesar 36,5% secara tahunan, terutama karena peningkatan impor sereal seperti beras dan gandum. Selain itu, impor barang modal dan bahan baku juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 18,5% dan 12,8% secara tahunan.

“Namun, kami melihat hal ini disebabkan oleh impor front-loading yang dilakukan sebelum perayaan Ramadan dan Idulfitri yang secara musiman memiliki hari kerja yang lebih sedikit,” ujar Drewya dalam laporan hasil riset, dikutip Selasa 19 Maret 2024.

Namun, tingginya impor barang modal memiliki potensi menjadi pertanda positif, menandakan adanya peningkatan aliran investasi ke dalam perekonomian.

Meskipun demikian, Bahana Sekuritas memperkirakan kinerja neraca perdagangan masih tetap lemah, dengan potensi defisit transaksi berjalan yang semakin besar pada tahun 2024. Hal ini menyebabkan rupiah rentan terdepresiasi pada semester pertama tahun ini.

Surplus neraca perdagangan pada Februari 2024 dilaporkan oleh pemerintah sebesar US$900 juta, jauh di bawah ekspektasi konsensus sebesar US$2,3 miliar. Menurut analis, melambatnya surplus neraca perdagangan disebabkan oleh tingginya impor minyak mentah dan komoditas pangan, sebagai antisipasi terhadap meningkatnya permintaan menjelang Bulan Ramadan dan Hari Raya Idulfitri. Di sisi lain, ekspor terus mengalami penurunan pada seluruh komoditas utama Indonesia seperti minyak sawit mentah (CPO), nikel, dan logam mulia.

“Surplus perdagangan ini terlemah dalam 9 bulan. Surplus perdagangan bulan lalu merupakan angka terendah sejak Mei 2023 yang sebesar US$400 juta,” ujar Drewya.

Maka itu, Drewya mengaku terus mengantisipasi defisit transaksi berjalan yang semakin besar pada 2024, terutama mengingat terjadi perlambatan ekonomi global.

“Khususnya pada kuartal II 2024, dengan semakin banyaknya hari libur yang menyebabkan berkurangnya hari kerja, kami memperkirakan neraca perdagangan akan tetap lemah,” kata Drewya.

Akibatnya, lanjut dia, rupiah masih  rentan terhadap depresiasi lebih lanjut pada semester I 2024. Terkait hal ini, Bahana Sekuritas memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan mempertahankan sikap suku bunganya saat ini.