KABARBURSA.COM – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan bahwa Indonesia membutuhkan realisasi investasi sebesar US$70,75 miliar sampai 2029 untuk kebijakan hilirisasi logam dasar guna mengembangkan produk hilir di sektor tersebut.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier mengungkapkan itu dalam Rapat bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 19 Maret 2024.
Adapun rinciannya adalah, investasi untuk industri nikel sebesar US$51,7 miliar, US$270,3 juta untuk sektor bauksit, dan US$18,6 miliar dolar AS untuk hilirisasi industri tembaga.
Menurutnya, untuk industri nikel, uang investasi tersebut akan dipergunakan untuk pengembangan nikel kelas satu, seperti mixed hydrocide precipitate (MHP), nikel matte, nikel plate, serta olahan nikel lanjutan yakni nikel sulfat dan cobalt sulfat.
“Kalau di industri nikel, kami punya hitungan sekitar US$51,7 miliar sampai tahun 2029. Itu termasuk tadi yang sampaikan Pak Dijen Minerba, ada MHP, nikel mati, dan sebagainya. Termasuk hidrometalurgi itu ada di situ untuk mendukung baterai listrik,” kata Taufiek.
Sedangkan untuk industri bauksit akan digunakan untuk pengembangan smelter alumina, ingot alumunium, serta alumunium ekstrusi.
Sementara itu nilai investasi US$18,6 miliar di industri tembaga akan dipergunakan untuk pengembangan katoda tembaga, batang tembaga (copper bar and rods), serta kawat tembaga.
Lebih lanjut dirinya mengatakan, investasi di sektor tembaga sangat dibutuhkan oleh Indonesia, hal ini dikarenakan produk tembaga dibutuhkan 4,5 kali lipat dalam proses transisi energi konvensional ke energi terbarukan (EBT).
“Ini tembaga juga sangat dibutuhkan terutama untuk renewable energy. Ini juga hampir 4,5 kali lipat kebutuhan tembaga akan dibutuhkan di sektor-sektor renewable, dan juga untuk kendaraan listrik,” ujarnya. (*/adi)