KABARBURSA.COM – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatatkan bahwa rata-rata harga jagung pada tingkat produsen di Jawa Timur dan Jawa Tengah turun menjadi Rp4.895/kg, menandai penurunan sebesar 14 persen.
Sebelumnya, rata-rata harga jagung pada tingkat produsen sempat mengalami kenaikan signifikan dan sempat menembus di atas Rp7.000/kg pada Januari 2024, naik lebih dari 70 persen YoY.
Sementara itu, pemerintah telah menghentikan impor jagung pakan seiring masuknya musim panen raya.
Investment Analyst Stockbit Reynaldo Mulya menerangkan kelanjutan penurunan harga jagung ini sesuai dengan ekspektasi dan akan membawa dampak positif terhadap profitabilitas CPIN dan JPFA.
” Mengingat mayoritas hingga 50 persen merupakan komposisi pakan ternak terbuat dari jagung, ” tutur Reynaldo dalam keterangnnya, Rabu, 20 Maret 2024.
Selain itu, harga saham JPFA dan CPIN mengalami penurunan sekitar 20 persen sejak awal Oktober 2023 hingga awal Februari 2024. Penurunan harga saham keduanya terjadi seiring pelemahan harga ayam broiler dan DOC serta kenaikan harga jagung yang signifikan pada akhir 2023 hingga awal 2024.
“Namun, harga broiler dan DOC telah pulih dan bertahan di level yang relatif tinggi. Sementara itu, harga jagung mulai menunjukan penurunan, yang mana kami perkirakan akan berlanjut sehingga dapat menjadi katalis positif bagi CPIN dan JPFA, ” terangnya.
Dari sisi bahan baku, setelah kenaikan signifikan dalam beberapa bulan terakhir, harga jagung mulai mengalami penurunan. Per 5 Maret 2024, harga rata-rata jagung tercatat turun -23% ke level Rp5.635/kg dari titik tertingginya di Rp7.360/kg pada 30 Januari 2024.
” Meski demikian, kami memperkirakan secara tahunan harga rata-rata jagung pada 2024 masih akan lebih tinggi dibandingkan 2023 karena tingginya harga pada awal tahun 2024 dari efek El Nino. Hal ini akan berimbas pada penurunan tipis margin segmen usaha feed, ” ungkapnya.
Secara keseluruhan, Stockbit memproyeksikan laba bersih CPIN dan JPFA dapat tumbuh pada 2024 masing-masing sebesar +16% YoY dan +22% YoY menjadi Rp3,6 T dan Rp1,1 T.
Adapun risiko utama yang dilihat bagi CPIN dan JPFA ke depan adalah bertahannya harga jagung di level yang tinggi, kembali naiknya harga bungkil kedelai dan culling yang telat atau tidak dilaksanakan atau intensitasnya rendah. (nia/adi)