KABARBURSA.COM – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan cadangan nikel saprolite di Indonesia diperkirakan akan mencukupi untuk 13 tahun ke depan, sedangkan cadangan nikel limonite diperkirakan akan mencukupi untuk 33 tahun ke depan.
“Ketahanan cadangan nikel kita, saprolite ini kira-kira kita masih punya 13 tahun, limonite kita masih ada sekitar 33 tahun,” ujar Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ing Tri Winarno di Komisi VII DPR RI, Selasa 19 Maret 2024.
Saprolite adalah jenis nikel dengan kadar tinggi yang umumnya diolah menggunakan sistem rotary kiln electric furnace (RKEF). Nikel ini menghasilkan produk seperti nickel pig iron (NPI), feronikel (FeNi), atau nickel matte yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan baja tahan karat atau stainless steel.
Sementara itu, limonite merupakan jenis nikel dengan kadar rendah yang biasanya diolah menggunakan sistem high pressure acid leaching (HPAL) untuk menghasilkan mixed hydroxide precipitate (MHP), yang merupakan bahan baku penting dalam pembuatan baterai untuk kendaraan listrik.
Selain nikel, Tri juga menjelaskan bahwa cadangan tembaga di Indonesia diperkirakan akan mencukupi untuk 23 tahun ke depan dan cadangan timah untuk 31 tahun ke depan. Cadangan bauksit, emas, dan perak di Indonesia juga diperkirakan akan bertahan cukup lama, dengan masing-masing mencukupi selama lebih dari 97 tahun bahkan lebih dari 100 tahun.
“Bauksit masih 97 tahun, emas dan perak di atas 100 tahun,” ujarnya.
Tri menyatakan bahwa Kementerian ESDM memiliki tiga opsi untuk menambah cadangan nikel dan mineral yang penting, yaitu melalui perluasan, penugasan, dan lelang.
Sebelumnya, Septian Hario Seto, Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, mencatat bahwa meskipun bisnis smelter RKEF sedang berkembang pesat di Indonesia, prospeknya tidak secerah 2-3 tahun sebelumnya.
“Ada disinsentif juga bagi mereka. Terlebih lagi, kapasitasnya sudah cukup besar. Jadi saya kira tidak banyak yang akan mengajukan investasi smelter RKEF baru,” ujarnya ketika ditemui pada akhir Februari.
Namun, Seto percaya bahwa investasi baru untuk smelter HPAL akan menjadi lebih diminati di masa depan. Ini karena smelter jenis ini mengolah nikel limonite menjadi MHP yang sangat diperlukan sebagai bahan baku untuk baterai kendaraan listrik.
Bahkan, menurut Seto, ada 2 perusahaan lagi yang akan segera memproduksi MHP di Indonesia. “Dalam 3 tahun ke depan, kapasitas smelter HPAL di Indonesia seharusnya akan meningkat dua kali lipat menjadi 600.000 ton.”