KABARBURSA.COM – Otoritas Ibu Kota Nusantara (OIKN) merespons rencana Presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan mengalokasikan dana sebesar USD30 miliar selama 30 tahun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk melanjutkan pembangunan IKN.
Dalam perhitungan rata-rata per tahun, dana tersebut mencapai USD1 miliar atau sekitar Rp16 triliun (dengan kurs Rp16.000).
Agung Wicaksono, Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi OIKN, menyatakan bahwa pembangunan IKN memerlukan dukungan pemerintah yang lebih besar pada tahap awal. Oleh karena itu, perlu dilakukan penjabaran lebih lanjut terkait detailnya.
“Meskipun secara rata-rata USD1 miliar per tahun, namun pembangunan IKN hingga 2045 membutuhkan dukungan yang lebih intensif pada tahap awal. Jadi, angka ini kami tangkap sebagai arahan umum, namun detailnya akan kami jabarkan bersama-sama,” ujar Agung kepada wartawan di Grand Hyatt Bali, pada Minggu, 19 Mei 2024.
Dalam dua tahun terakhir (2023-2024), total APBN yang dialokasikan untuk IKN mencapai Rp80 triliun. Ini berarti dana sekitar Rp40 triliun per tahun.
Agung menyimpulkan bahwa jika USD30 miliar digunakan untuk pembangunan dasar IKN selama 10 tahun, maka jumlahnya akan hampir sama dengan progres yang sudah tercapai saat ini.
“Jika USD30 miliar dialokasikan selama 30 tahun, artinya setiap tahunnya Rp16 triliun. Namun, jika fokus pada pembangunan inti selama 10 tahun, maka progres yang seharusnya dalam 30 tahun dapat tercapai dalam 10 tahun,” ungkapnya.
“Ini sesuai dengan progres yang telah kita capai dalam 2 tahun terakhir, yaitu Rp40 triliun. Jadi, rencana yang diungkapkan oleh Pak Prabowo sesuai dengan kondisi yang telah terjadi,” tambahnya.
Sebelumnya, Prabowo mengumumkan rencana ini dalam Qatar Economic Forum 2024. Dia optimis bahwa komitmen investasi swasta dapat memperkuat kelanjutan pembangunan IKN.
“Ya, benar, diperlukan USD35 miliar untuk pembangunan IKN dalam 25-30 tahun. Namun, alokasi USD30 miliar selama 30 tahun, artinya USD1 miliar per tahun (Rp16 triliun dengan kurs Rp16.000), dapat ditanggung oleh APBN Indonesia. Kami memiliki keyakinan yang kuat dalam hal ini,” ujar Prabowo pada Rabu, 16 Mei 2024.
Mendag Tawari Korsel Kembangkan Mobil Listrik di IKN
Sementara itu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengajak Korea Selatan (Korsel) untuk berinvestasi di beberapa sektor seperti pengembangan kendaraan listrik dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Menurut Zulkifli Hasan, kesepakatan di kedua sektor tersebut memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Terutama untuk kendaraan listrik, Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan baterai kendaraan.
“Kedua menteri sepakat untuk memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi, khususnya dalam ekosistem mobil listrik di kawasan agar Indonesia dapat menjadi hub di Asia Tenggara,” kata Zulhas setelah bertemu dengan Menteri Perdagangan Korsel, Inkyo Cheong, di sela-sela pertemuan APEC Ministers Responsible for Trade (MRT) di Peru, Sabtu, 18 Mei 2024.
Mengenai tawaran berinvestasi di IKN, dia menyatakan bahwa pemerintah sedang membangun kawasan calon ibu kota baru dengan konsep smart city dan ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan pengembangan kendaraan listrik di Indonesia yang nantinya akan banyak digunakan di IKN.
“Indonesia mengundang Korea untuk berinvestasi di Ibu Kota Nusantara,” jelasnya.
Di luar itu, Zulkifli menyebut bahwa selama berada di forum APEC, pihaknya terus berupaya menarik investasi dan memperkuat kerja sama dengan negara lain. Hal ini tidak hanya berlaku pada sektor kendaraan listrik dan IKN, tetapi juga memperkuat kerja sama di bidang pengadaan daging sapi hidup bersama Selandia Baru.
Sebagai informasi, APEC adalah forum kerja sama regional yang melibatkan 21 ekonomi di lingkaran Samudra Pasifik. Kegiatan utama APEC meliputi kerja sama perdagangan, investasi, serta kerja sama ekonomi lainnya untuk mendorong pertumbuhan dan peningkatan kesejahteraan di kawasan Asia Pasifik.
Anggota ekonomi APEC terdiri dari Australia, Brunei Darussalam, Filipina, Kanada, Chili, Tiongkok, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Papua Nugini, Rusia, Singapura, Taiwan, Thailand, Amerika Serikat, dan Vietnam.
Secara umum, diskusi APEC membahas upaya fasilitasi perdagangan guna mewujudkan perdagangan yang liberal, inklusif, dan berkelanjutan. Kerja sama APEC menghasilkan keputusan-keputusan yang bersifat sukarela dan tidak mengikat (non-binding), namun seringkali bersifat politis.