Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Nostalgia Sri Mulyani Pasang Surut Jadi Menkeu

×

Nostalgia Sri Mulyani Pasang Surut Jadi Menkeu

Sebarkan artikel ini
Sri Mulyani Indrawati
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati (Foto: Kabar Bursa/ Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenang pasang surut tantangan ekonomi global dan domestik yang dihadapinya selama satu dekade menjabat sebagai Bendahara Negara di era Presiden Joko Widodo. Serta pengalamannya menghadapi tantangan ekonomi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Hal itu dia ungkapkan pada Rapat Paripurna DPR. Dia membagikan pengalamannya menghadapi tantangan ekonomi di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sri Mulyani mengingatkan sejumlah tantangan besar yang dihadapi, termasuk tensi geopolitik tinggi akibat perang Rusia-Ukraina dan konflik di Timur Tengah, serta ketegangan di Asia dan perang dagang yang mengakibatkan disrupsi rantai pasok global. Pandemi COVID-19 dan perubahan iklim juga menjadi ancaman besar yang mempengaruhi ekonomi secara signifikan.

“Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, Indonesia tidak terlepas dari dinamika global dan nasional serta berbagai guncangan yang tidak mudah dan harus diwaspadai dalam 10 tahun terakhir,” ujar Sri Mulyani dalam rapat Paripurna di DPR RI, Senin 20 Mei 2024.

Dia merinci beberapa guncangan global yang mempengaruhi kebijakan ekonomi, termasuk krisis keuangan di Amerika Serikat dan Eropa pada 2008-2009 yang hampir melumpuhkan sistem keuangan dunia dan menyebabkan kontraksi ekonomi global hingga 0,14 persen.

“Ini adalah kontraksi pertama kali sejak Great Depression pada 1932,” ungkapnya.

Pasar keuangan global, termasuk Indonesia, juga mengalami guncangan. Dia mengatakan pada Oktober 2008, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) Indonesia dengan tenor 10 tahun melonjak hingga 21 persen, sementara indeks harga saham gabungan (IHSG) turun tajam 50 persen.

Meski demikian, kebijakan ekonomi makro dan fiskal yang disesuaikan berhasil meminimalkan dampak guncangan global, dan ekonomi Indonesia mampu tumbuh 4,6 persen pada 2009.

Untuk mencegah kelumpuhan pasar keuangan global, pemerintah dan otoritas bank sentral AS dan Eropa menurunkan suku bunga mendekati 0 persen dan menggelontorkan likuiditas dolar AS secara masif.

“Krisis keuangan global adalah ujian berat bagi kemampuan kebijakan ekonomi makro dan fiskal untuk mengatasi persoalan ekonomi,” katanya.

Dia menambahkan bahwa rendahnya suku bunga global dan melimpahnya likuiditas mata uang keras menyebabkan lonjakan harga komoditas dan pemulihan ekonomi global yang mendorong pertumbuhan negara berkembang, termasuk Indonesia.

Namun, overheating dari permintaan yang melonjak menyebabkan inflasi mencapai 8% pada 2013, sementara defisit transaksi berjalan mencapai 3,2 persen, menciptakan kerawanan ekonomi baru. Ketika The Fed dan Eropa mulai mengetatkan kebijakan moneter pada 2013, arus modal keluar dari negara berkembang menyebabkan depresiasi nilai tukar yang mengancam stabilitas sistem keuangan dan ekonomi banyak negara.

“Indonesia dengan defisit transaksi berjalan di atas 3 persen pada tahun 2013 dianggap rapuh, dan masuk dalam kelompok the fragile 5, bersama Turki, Brasil, Afrika Selatan, dan India,” kata Sri Mulyani.

Untuk menghadapi situasi tersebut, kebijakan fiskal dan moneter harus mengalami penyesuaian. Bank Indonesia menaikkan suku bunga hingga 7,75 persen pada akhir 2014, menciptakan tekanan pada APBN. “Masa-masa sulit tersebut menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi makro dan fiskal sering dihadapkan pada faktor-faktor di luar kendali pemerintah,” tambah Sri Mulyani.

Bendahara negara itu menegaskan bahwa pemerintah harus terus melakukan perubahan dan manuver kebijakan untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan, stabilitas, dan keberlanjutan fiskal. KEM PPKF 2025 disusun pada masa transisi dari pemerintahan Presiden Jokowi ke Presiden Terpilih Prabowo Subianto, dengan kebijakan fiskal sebagai fondasi kuat untuk menghadapi tantangan ke depan.

“KEM PPKF harus mampu mengidentifikasi, memahami, bahkan mengantisipasi tantangan dan perubahan tersebut, sehingga kita dapat merumuskan kebijakan ekonomi makro dan merancang instrumen kebijakan fiskal yang tepat untuk menghadapinya,” tegas Sri Mulyani.

Keyakinan Sri mulyani

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, sistem keuangan Indonesia pada kuartal 1-2024 masih cenderung stabil di tengah ketidakpastian global yang meningkat. Menurutnya hal itu karena didukung oleh kebijakan fiskal, kebijakan moneter, serta sektor keuangan yang stabil.

“Stabilitas sistem keuangan atau SSK Indonesia pada triwulan I 2024 ini masih dalam kondisi yang terjaga,” ujar dia, dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat 3 Mei 2024.

Kendati demikian, dia mengatakan ketidakpastian kondisi fiskal, moneter, dan gejolak geopolitik global masih berpotensi mendorong peningkatan tekanan terhadap pasar keuangan global, yang pada akhirnya merembet ke pasar keuangan global.

Oleh karena itu, kata dia pihaknya akan terus melakukan asesmen forward looking atas kinerja perekonomian dan keuangan terkini seiring dengan risiko ketidakpastian ekonomi global.