Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Bisnis Smelter Naik Daun 2024, Kredit Perbankan Cerah

×

Bisnis Smelter Naik Daun 2024, Kredit Perbankan Cerah

Sebarkan artikel ini
MGL7732 11zon
Gedung Bank Indonesia (foto: KabarBursa/abbas sandji)

KABARBURSA.COM – Sejumlah bank di Indonesia optimis bahwa penyaluran kredit ke sektor smelter akan meningkat signifikan tahun ini. Pemerintah telah mengeluarkan berbagai insentif terkait hilirisasi industri pengolahan sebagai upaya untuk mempercepat pertumbuhan sektor ini.

Bank Indonesia (BI) terus memperkuat Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) guna meningkatkan penyaluran kredit perbankan. Penguatan KLM dilakukan dengan memperluas sektor prioritas yang berhak menerima insentif tersebut.

Sektor prioritas yang diperluas meliputi sektor penunjang hilirisasi, konstruksi, real estate, dan ekonomi kreatif. Sektor lainnya seperti otomotif, perdagangan, Listrik-Gas-Air Bersih (LGA), dan jasa sosial juga masuk dalam cakupan ini. Penguatan KLM diperkirakan akan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 81 triliun, sehingga total insentif yang diberikan mencapai Rp 246 triliun.

Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa penyaluran kredit ke industri pengolahan, termasuk hilirisasi dan smelter, terus meningkat. Hingga Maret 2024, penyaluran kredit ke sektor ini mencapai Rp 322,7 triliun, naik 15,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 279,7 triliun.

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, misalnya, terus memacu penyaluran kredit ke sektor smelter. Hingga Maret 2024, Bank Mandiri telah menyalurkan kredit sebesar Rp 26,17 triliun, terutama untuk smelter nikel dan alumina.

Corporate Secretary Bank Mandiri, Teuku Ali Usman, menegaskan bahwa Bank Mandiri sebagai agen perubahan akan terus mendukung program pemerintah, termasuk pengembangan hilirisasi logam di Indonesia. “Kami melihat penyaluran kredit ke sektor ini bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan membantu Indonesia keluar dari middle income trap, sehingga bisa menjadi negara maju,” ujarnya, dikutip Senin 20 Mei 2024.

Bank Indonesia juga telah merilis Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang akan menambah likuiditas perbankan dalam menyalurkan kredit ke berbagai sektor, termasuk hilirisasi, perumahan, pariwisata, UMKM dan KUR, serta ekonomi hijau.

Menurut Teuku Ali Usman, pada tahun 2024, pertumbuhan kredit Bank Mandiri secara konsolidasi diproyeksikan berada di kisaran 13%-15% YoY, dengan fokus pada sektor-sektor prospektif sesuai Loan Portfolio Guideline. Bank Mandiri tetap menjaga diversifikasi portofolio sesuai dengan risk appetite dan prinsip kehati-hatian.

Sementara itu, Wakil Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia (BSI), Bob Tyasika Ananta, menyatakan bahwa BSI tetap memperhatikan sektor bisnis yang memberikan profit optimal dan risiko terjaga sesuai dengan praktik ESG. BSI juga memiliki nasabah pembiayaan smelter dengan outstanding sekitar Rp 300 miliar. “Secara bertahap BSI akan terus mengembangkan sektor ini sesuai dengan kriteria risiko yang dimiliki bank,” ujar Bob.

Bob juga menambahkan bahwa per Maret 2024, komposisi pembiayaan konsumer BSI sebesar 54 persen dengan nilai outstanding di atas Rp 135 triliun. Pembiayaan wholesale berkomposisi sekitar 27 persen dari total pembiayaan atau sekitar Rp 69 triliun. Menurutnya, penyaluran pembiayaan pada segmen wholesale membutuhkan mitigasi risiko yang lebih kompleks serta pencadangan lebih besar karena ukuran pinjaman yang besar.

Amin Nurdin, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), menilai prospek penyaluran kredit pada sektor smelter cukup bagus, meskipun masih menggunakan sindikasi karena risiko yang tinggi. Insentif KLM diharapkan dapat mendorong peningkatan kredit, meskipun tidak terlalu signifikan.

Peneliti ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Lay Monica, menyatakan bahwa Bank Himbara dan bank besar lokal kemungkinan besar sudah lebih terbuka terhadap sektor smelter, namun ia meragukan hal ini untuk bank asing. “Saya kira penyaluran kredit hingga akhir tahun ini akan meningkat khususnya dari Bank Himbara, karena dorongan politik dan kebijakan di sektor mineral,” ujarnya.

Menurut Monica, perbankan perlu lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit di sektor ini, memahami nature dan rantai pasok calon debitur karena praktik bisnis yang bisa sangat berbeda antar perusahaan. “Jadi harus lebih teliti dalam melihat kondisi internal perusahaan calon debitur,” ucap Monica.