KABARBURSA.COM – Warren Buffet, investor kawakan dan salah satu orang terkaya di dunia, terus menumpuk uang tunai dalam angka yang luar biasa. Langkah ini dinilai sebagai sinyal kekhawatiran terhadap risiko resesi seiring dengan munculnya sejumlah faktor lain.
Yang pertama ialah sinyal Federal Reserve (The Fed) yang masih hawkish. Menurut analisis terbaru dari Bloomberg Intelligence, sinyal dari Buffet itu sejurus juga dengan pergerakan tingkat imbal hasil Treasury, surat utang Amerika Serikat (AS), tenor 10 tahun yang selama 553 hari berada di kurva terbalik, mengindikasikan peringatan terkait permintaan minyak dan pergerakan harga.
Indikator berikutnya adalah pemulihan ekonomi China yang masih terlihat goyah. Kombinasi dari pertarungan tanpa henti The Fed menjinakkan inflasi AS dan pemulihan ekonomi China yang masih terseok-seok telah memicu Buffet menumpuk dana tunai ke rekor tertinggi pada kuartal pertama tahun ini menyentuh USD189 miliar, naik 44,6 persen year-on-year (yoy).
Analis Industri Senior Bloomberg Intelligence, Henik Fung, Buffet terindikasi melepas Apple Inc, saham elit teknologi, juga menjual saham Chevron Corp, perusahaan minyak terkemuka.
“Langkah itu menyiratkan antisipasi Buffet terhadap situasi tak pasti di pasar ke depan, yang bisa menjadi pertanda pelemahan konsumsi global dan energi yang bisa membawa harga minyak dunia semakin rendah ke USD65 per barel berdasarkan analisis kami,” ujarnya.
Selisih imbal hasil negatif antara Treasury 3 bulan dengan 10 tahun juga menunjukkan risiko resesi dan pelemahan permintaan global di mana keduanya potensial mengancam permintaan minyak dunia yang bisa menjatuhkan harganya.
Selisih negatif dua tenor pendek dan panjang selama 553 hari bursa sejak 2 November hingga 14 Mei tercatat negatif. Sedangkan antara UST-2Y dan 10Y tercatat negatif sejak 5 Juli 2022 hingga 14 Mei lalu atau selama 640 hari.
“Kurva imbal hasil terbalik (inverted curve) memberi sinyal bahwa investor cemas terhadap pengetatan The Fed di tengah pemulihan ekonomi China yang juga sulit dipahami, membingkai latar belakang yang menunjuk pada terjadinya resesi,” kata Fung.
Sementara itu, Fung melihat China yang mencatat kejatuhan pertumbuhan kredit pada April sehingga dapat menjadi sinyal permintaan minyak akan semakin lemah ke depan. Sebagai informasi, pertumbuhan kredit China anjlok CNY200 miliar atau USD27,7 miliar, pertama kali dalam sejarah sejak 2017.
“Kami mengamati korelasi yang kuat antara laju kredit China dengan posisi kontrak minyak West Texas Commodity (WTI) sejak 2012 dengan jeda 6 bulan sejak 2012 berdasarkan harga penutupan bulanan. Dua variabel itu dua kali berada di level terbawah selama periode tersebut pada 2015 dan 2019 ketika kredit China jatuh antara 21 persen-23 persen,” jelas analis itu.
Permodelan yang disusun oleh Bloomberg Intelligence memperlihatkan, kontrak minyak WTI bisa diperdagangkan pada level harga USD65 pada pekan 10 Mei untuk persediaan rata-rata 10 minggu di Amerika sebesar 796 juta barel. “Hal itu memperlihatkan pasar memperkirakan akan terjadi resesi juga stok minyak yang terus meningkat,” kata Fung.
Permodelan juga memperlihatkan posisi harga minyak masih 16,7 persen di bawah harga minyak pada 14 Mei di USD78,02 per barel, menunjukkan pasar masih menetapkan harga pada risk premium, namun premi itu semakin menyempit. “Pasar minyak dunia mungkin akan tetap seimbang hanya jika OPEC mempertahankan pembatasan produksi dalma pertemuan yang akan datang,” kata Fung.
Pada Senin, 20 Mei pagi ini di awal perdagangan di Asia, harga minyak WTI bergerak melemah ke kisaran USD79,93 per barel. Sedangkan minyak jenis Brent juga melemah di rentang USD83,92 per barel.
Dolar Index bergerak naik tipis ke kisaran 104,46. Sementara imbal hasil Treasury 10Y naik ke 4,406 persen dengan tenor lebih pendek, 2Y, ada di 4,810 persen.
Dengan semakin dekatnya musim puncak permintaan bahan bakar di belahan bumi utara, para pedagang minyak sangat fokus pada margin penyulingan dan apakah ada peningkatan yang akan terjadi.
Sedangkan harga emas yang juga banyak dipilih sebagai safe haven di kala perekonomian dihinggapi risiko resesi, semakin terbang dengan memperbarui rekor berkali-kali. Pada pagi hari ini, harga emas dunia spot tercatat USD2.417,6 per troy ons. Naik 0,14 persen dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Dalam seminggu terakhir, harga emas naik 3,54 persen secara point-to-point. Selama sebulan ke belakang, harga bertambah 3,74 persen.