Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Tugas Utama Kepabeanan Hilang Pasca Perdagangan Bebas

×

Tugas Utama Kepabeanan Hilang Pasca Perdagangan Bebas

Sebarkan artikel ini
MGL5209 11zon
Aktifitas Peti Kemas di Tanjung Priok hari ini. foto: KabarBursa/abbas sandji

KABARBURSA.COM – Pengamat pajak dari Center for Indonesia Tax Analysis (CITA), Fajry Akbar, menyatakan bahwa fungsi utama kepabeanan telah bergeser sejak era perdagangan bebas.

Dia mengatakan, dahulu kontribusi kapabean ke penerimaan negara memang cukup signifikan. Namun tidak dengan sekarang yang hanya 3,24 persen dari penerimaan perpajakan. Hal ini menunjukkan bahwa keributan mengenai isu kepabeanan dalam dua bulan terakhir tidak berkaitan dengan optimalisasi penerimaan negara.

“Jadi, tidak benar kalau keributan isu kepabeanan dalam dua bulan terakhir terkait dengan optimalisasi penerimaan,” katanya kepada Kabar Bursa, Senin 20 Mei 2024.

Fajry mengungkapkan bahwa keriuhan publik lebih disebabkan oleh ketidakpercayaan terhadap otoritas kepabeanan. Kasus korupsi yang melibatkan ED dan AP telah membuat isu kepabeanan menjadi sorotan utama publik.

“Keriuhan publik dalam dua bulan terakhir lebih dikarenakan adanya public distrust terhadap otoritas kepabeanan,” terangnya

Lanjutnya, dia mengatakan pemerintah perlu sadari bahwasanya semakin banyak kelas menengah kita yang semakin banyak membawa barang dari luar negeri. Baik melalui barang bawaan maupun barang kiriman.”Jadi, aturan terkait barang kiriman dan bawaan akan semakin sensitif bagi publik,” tambah dia.

Selain itu, Fajry menekankan bahwa pemerintah perlu menyadari perubahan perilaku konsumen, terutama di kalangan kelas menengah yang semakin sering membawa barang dari luar negeri, baik sebagai barang bawaan maupun barang kiriman.

“Aturan terkait barang kiriman dan bawaan akan semakin sensitif bagi publik, apalagi setelah mereka marah akibat regulasi dari Kementerian Perdagangan yang dianggap tidak masuk akal dan memberatkan,” jelasnya.

Menurut Fajry, keributan ini adalah puncak gunung es dari masalah regulasi yang selama ini membebani masyarakat. Ia menyarankan agar pemerintah segera memperbaiki regulasi yang ada.

“Perbaikan regulasi sangat diperlukan untuk mengurangi beban masyarakat,” ujarnya.

Lebih dari itu, Fajry menekankan pentingnya memperbaiki pelayanan untuk mengatasi ketidakpercayaan publik. “Perbaikan administrasi dan standar operasional prosedur (SOP) adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan masyarakat,” tegasnya.

Dengan demikian, reformasi kepabeanan tidak hanya soal penerimaan negara, tetapi juga tentang membangun kembali kepercayaan publik yang telah hilang.

“Ini tantangan besar bagi pemerintah, tetapi sangat mendesak untuk segera dilakukan,” pungkas Fajry.

Dokumen Jadi Penyebab

Kementerian Perindustrian menjelaskan bahwa penumpukan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak terjadi akibat ketiadaan dokumen impor, bukan karena kendala persetujuan teknis sebagai syarat perizinan.

“Menanggapi isu penumpukan barang di pelabuhan, kami sampaikan bahwa barang yang tidak memiliki dokumen perizinan impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan harus mendapatkan pertimbangan hukum dari aparat penegak hukum. Langkah ini tetap mengedepankan upaya menjaga industri dalam negeri dan investasi,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta.

Ia menjelaskan bahwa barang-barang tersebut masuk melalui pusat logistik berikat. Setelah aturan larangan dan pembatasan (lartas) diubah dari post-border menjadi border, barang-barang impor tersebut tertahan dan tidak dapat keluar dari pelabuhan.

Untuk mengatasi situasi ini, pihaknya akan memperoleh data pemilik kontainer yang menumpuk di kedua pelabuhan tersebut. Tujuannya adalah untuk melakukan pengecekan internal sehingga masalah dapat diselesaikan dengan cepat.

Febri menegaskan bahwa pengecekan dilakukan secara teliti agar perizinan yang diberikan tepat sasaran dan tidak mengakibatkan banjir impor, yang dapat mempengaruhi laju penjualan industri dalam negeri.

“Ada kekhawatiran bahwa kontainer yang menumpuk tidak memiliki pertek/perizinan impor, atau bahkan tidak mengajukan permohonan setelah Peraturan Menteri Perindustrian mengenai pertek untuk masing-masing komoditas sebagai pendamping Peraturan Menteri Perdagangan,” jelasnya.

Kemenperin telah bersikap proaktif dengan mengusulkan pengaturan lartas dalam tiga kategori: usulan relaksasi pengaturan lartas terhadap 39 pos tarif/Harmonized System (HS), usulan penambahan pengaturan lartas untuk total 67 pos tarif/HS, serta usulan perubahan pada barang komplementer, barang keperluan tes pasar, dan/atau barang untuk pelayanan purna jual (KTPPJ) dengan total enam pos tarif/HS.

Hingga 19 Mei, Kemenperin telah menerbitkan 1.766 pertimbangan teknis (Pertek) dari total 3.380 permohonan. Sementara 1.603 permohonan lainnya sedang dalam proses, dan 11 permohonan ditolak.

Berdasarkan data pada Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas), dari 1.603 permohonan yang sedang dalam proses, 73,30 persen di antaranya telah dikembalikan kepada pemohon karena adanya kekurangan data atau belum melengkapi persyaratan sesuai pengaturan dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin).

Sementara itu, hingga 17 Mei, terdapat 1.743 Pertek yang telah diterbitkan. Dari jumlah tersebut, 1.421 pengajuan merupakan Persetujuan Impor (PI) kepada Kementerian Perdagangan, dan 1.213 PI telah diterbitkan. Rata-rata persentase penerbitan PI oleh Kementerian Perdagangan adalah 69,5 persen.