Praktik integrasi vertikal memungkinkan perusahaan e-commerce memiliki atau bekerja sama dengan perusahaan lain dalam rantai produksi atau distribusi untuk mendukung kegiatan bisnis mereka.
Menurut Nailul, sistem ini memberikan keuntungan baik kepada penjual maupun pembeli, karena mereka dapat memilih jasa logistik yang diinginkan dari sejumlah perusahaan ekspedisi yang telah bekerjasama resmi dengan platform e-commerce tersebut.
Nailul juga menanggapi rencana Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menyelidiki dugaan monopoli oleh Lazada dan Shopee.
Ia menyatakan bahwa tuduhan ini memerlukan pembuktian yang kuat, karena banyak platform e-commerce lainnya seperti Tokopedia, Blibli, dan TikTok Shop juga menggunakan strategi integrasi vertikal yang serupa.
Platform-platform ini memungkinkan perusahaan ekspedisi terafiliasi untuk memainkan peran dalam bisnis pengiriman barang.
Misalnya, Shopee menampilkan pilihan layanan kurir berdasarkan harga, kecepatan, dan kapasitas layanan pengiriman, namun pembeli masih dapat mengganti perusahaan logistik yang tersedia setelah checkout.
Tokopedia, Lazada, dan TikTok Shop juga tidak mencantumkan nama perusahaan logistik pada pilihan pertama layanan pengiriman, tetapi menyediakan kategori pengiriman seperti Instant, Reguler, Same Day, Ekonomi/Hemat, dan Kargo beserta tarifnya.
Nailul menegaskan bahwa unsur mematikan usaha e-commerce atau merchant atau jasa kurir lainnya harus dibuktikan oleh KPPU, karena pasar masih terbuka luas dan persaingan di sektor ini cukup ketat.
Shopee, misalnya, menggunakan Shopee Express untuk pengiriman barang di platformnya, tetapi masih memungkinkan penggunaan jasa kurir lain berdasarkan kesepakatan penjual dan pembeli.
Secara keseluruhan, integrasi vertikal di sektor e-commerce tampaknya sah dan menguntungkan baik bagi konsumen maupun pelaku bisnis, asalkan tetap ada pilihan dan persaingan yang sehat di pasar logistik.
KPPU Pelototi Pengiriman
Sea Ltd, perusahaan induk Shopee, kini menjadi fokus perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) karena dugaan penekanan pada layanan pengiriman internalnya.
Pilihan pengiriman bagi pembeli online di Indonesia menjadi sorotan, dengan Shopee, yang merupakan anak perusahaan Sea, diduga mengutamakan layanannya sendiri melalui algoritma yang memprioritaskannya di atas mitra logistik lain, demikian ungkap KPPU pada Selasa 28 Mei 2024.
Tim hukum Shopee dijadwalkan memberikan responsnya dalam sidang lanjutan pada 11 Juni 2024.
Indonesia, dengan populasi mencapai 280 juta jiwa, menjadi pasar utama bagi Sea yang berbasis di Singapura, serta bagi pemain e-commerce lainnya seperti TikTok milik ByteDance Ltd. dan Lazada milik Alibaba Group Holding Ltd.
Jika terbukti melanggar regulasi, Shopee berpotensi menghadapi sanksi denda dan kemungkinan harus menyesuaikan strategi pengiriman mereka.
Juru bicara Shopee Indonesia menegaskan komitmen perusahaan untuk mematuhi peraturan yang berlaku di Republik Indonesia.
Sebagai bukti tambahan, KPPU menyatakan bahwa seorang direktur Shopee juga memiliki peran di dalam layanan logistik sejak tahun 2018.
“Berdasarkan temuan ini, PT Shopee International Indonesia diduga melakukan diskriminasi dalam memilih perusahaan jasa pengiriman yang secara otomatis diaktifkan dalam dashboard penjual,” kata KPPU dalam sebuah pernyataan.
KPPU juga tengah menyelidiki e-commerce Lazada, bagian dari Alibaba, atas dugaan pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.
Terpisah, analis Bloomberg Intelligence, Catherine Lim dan Trini Tan, menyatakan bahwa sanksi yang mungkin diterima oleh Lazada akan lebih ringan jika dibandingkan dengan Shopee.
E-commerce yang identik dengan warna oranye ini memiliki lebih banyak pengguna aktif bulanan dibandingkan dengan Lazada. “Kurang dari sepertiga MAU Lazada berada di Indonesia dibandingkan dengan hampir 50% MAU Shopee per 30 April, berdasarkan data Sensor Tower,” demikian laporan Lim dan Tan.
Periksa Perusahaan e-commerce
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) beberapa tahun lalu sempat memeriksa dua perusahaan e-commerce, Dagangan.com (PT Dagangan Karya Indonesia) dan Sayurbox (PT Kreasi Nostra Mandiri), sebagai saksi dalam Sidang Majelis Pemeriksaan Lanjutan atas Perkara No. 15/KPPU-I/2022.
Sidang ini terkait dengan dugaan pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang penjualan minyak goreng kemasan di Indonesia.
Pemeriksaan terhadap saksi bertujuan untuk memahami kondisi distribusi dan penyaluran produk di masyarakat selama periode Oktober 2021 hingga Mei 2022.
Saksi pertama, Manajer Merchandising PT Dagangan Karya Indonesia, menjelaskan bahwa perusahaan mereka mendistribusikan bahan pokok ke pedagang kecil di kota-kota sekunder melalui aplikasi bernama “Dagangan”. Dagangan menjual minyak goreng dari berbagai merek seperti Sanco, Gurih, Tropical, Hemat, dan lainnya.
Saksi kedua, Senior Buyer dari PT Kreasi Nostra Mandiri dengan merek dagang Sayurbox, menjelaskan bahwa Sayurbox mulai beroperasi sejak tahun 2017 dengan menjual sayur-sayuran dan buah-buahan. Mereka juga menjual produk protein seperti daging, ayam, dan ikan, serta berbagai kebutuhan rumah tangga mulai tahun 2021.
Kedua saksi memberikan informasi tentang proses pembelian, kerja sama dengan PT Smart Tbk, serta tantangan yang dihadapi, termasuk kenaikan harga dan keterlambatan pengiriman.