Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

OJK Buka Suara Soal Muhammadiyah Tarik Dana dari BSI

×

OJK Buka Suara Soal Muhammadiyah Tarik Dana dari BSI

Sebarkan artikel ini
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae
OJK - BSI - MUHAMMADIYAH Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menganggap bahwa penarikan dana oleh nasabah adalah hal yang lumrah dalam dunia perbankan. (Foto: Kabar Bursa/Ayyubi Kholid)

KABARBURSA.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menganggap bahwa penarikan dana oleh nasabah adalah hal yang lumrah dalam dunia perbankan dan menekankan perlunya pengelolaan likuiditas dan risiko yang efektif. Hal ini merupakan respons terhadap isu yang belakangan ramai mengenai pernyataan Muhammadiyah yang hendak menarik dana dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) ke bank syariah lain.

Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, mengatakan bahwa jika seorang nasabah menyimpan dana sebesar Rp1 triliun di bank, maka bank tersebut harus dapat menanggapi penarikan dana tersebut kapan pun dibutuhkan. Namun, fokus utama perbankan harus tetap pada manajemen likuiditas.

“Kami hanya ingin pastikan bank untuk memenuhi kecukupan (likuiditasnya). Jadi manajemen likuiditas, manajemen risiko harus dipertahankan,” ujar Dian.

Meski begitu, Dian menilai kondisi BSI saat ini masih sangat likuid. Adapun, yang terjadi saat ini menurutnya hanya kesalahpahaman antara bank dan nasabahnya. “Kalau kami lihat alasan khusus (pengalihan dana Muhammadiyah dari BSI) hanya para pihak terkait yang tahu. Ini hanya proses komunikasi yang perlu ditingkatkan antara bank dan nasabahnya,” ujar Dian.

Selain itu, OJK pun mendorong BSI dan Muhammadiyah melakukan komunikasi yang lebih baik, sehingga apabila ada kesalahpahaman dapat segera diselesaikan. Hal ini juga bertujuan untuk menjaga pertumbuhan industri perbankan syariah.

Dian pun mengatakan bahwa kejadian BSI dan Muhammadiyah ini membuktikan bahwa Indonesia membutuhkan 2-3 bank syariah yang setara dengan BSI. Dengan demikian tidak ada satu bank syariah yang terlalu dominan.  “Padahal bank syariah tidak BSI, karena size, BSI menjadi persoalan,” kata Dian.

Untuk diketahui, jika mengacu laporan keuangan, likuiditas berdasarkan rasio pembiayaan terhadap simpanan (financing to deposit ratio/FDR) di BSI mencapai 83,05 persen per Maret 2024. BSI memiliki dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp297,34 triliun dan pembiayaan mencapai Rp246,54 triliun.

Dominasi BSI Ancam Perbankan Syariah

Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono, mendorong pemerintah untuk secepatnya melakukan langkah afirmatif untuk menghadirkan pesaing BSI yang kompetitif. “Pemerintah selayaknya tidak lagi meneruskan ambisi menjadikan BSI sebagai salah satu bank syariah terbesar di dunia,” kata Yusuf kepada Kabar Bursa di Jakarta, Minggu, 9 Juni 2024.

“Menjadikan BSI sebagai alat pencitraan dengan menjadikannya sebagai pemain utama di industri perbankan syariah global adalah langkah semu,” sambungnya.

Ambisi untuk mewujudkan BSI sebagai salah satu bank syariah terbesar di dunia harus disesuaikan dengan realitas pasar. Memandang BSI sebagai satu-satunya pemain utama dalam industri perbankan syariah global adalah pandangan yang terlalu sempit.

“Menurut saya ini adalah sesat pikir ketika kita menganggap bahwa ketika BSI masuk dalam 10 bank syariah terbesar dunia maka Indonesia otomatis akan menjadi pemain utama di industri perbankan syariah global,” jelas Yusuf.

Untuk membentuk pemain global yang relevan, Indonesia perlu memperkuat industri perbankan syariah domestiknya terlebih dahulu. Saat ini, market share perbankan syariah domestik Indonesia hanya sekitar 7 persen, jauh di bawah negara-negara dengan pemain besar dalam industri tersebut seperti Arab Saudi, Malaysia, dan Uni Emirat Arab.

“Untuk menjadi pemain global, kita harus memiliki industri perbankan syariah domestik yang besar, tidak bisa hanya mengandalkan pada satu pemain besar seperti BSI,” tambahnya.

Namun, kejadian sistem down BSI pada tahun 2023 telah menimbulkan kekhawatiran akan ketergantungan pada satu entitas, memperkuat urgensi pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bertindak cepat dalam menciptakan pesaing yang kompetitif bagi BSI.

Lanjutnya, langkah konsolidasi industri perbankan syariah yang dilakukan terlalu dini, terutama melalui merger bank BUMN syariah, dinilai kontraproduktif karena belum didukung oleh pertumbuhan yang substansial dalam market share industri perbankan syariah nasional.

“Bahrain misalnya, market share perbankan syariah domestiknya telah di kisaran 15 persen, Uni Emirat Arab kisaran 20 persen, Qatar dan Malaysia telah di atas 30 persen, Kuwait di kisaran 40 persen, dan Arab Saudi bahkan di kisaran 70 persen,” ujar Yusuf.

Isu Muhammadiyah Tarik Dana

Sebaliknya, konversi bank BUMN konvensional menjadi bank syariah, seperti yang diusulkan untuk Bank Tabungan Negara (BTN), dapat menjadi langkah yang lebih efektif dalam memperkuat industri perbankan syariah nasional.

Sebelumnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memutuskan untuk mengalihkan dananya dan juga menginstruksikan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) untuk ikut memindahkan dananya dari BSI.

Dana tersebut kemudian dialihkan ke sejumlah bank syariah lain, termasuk Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat dan bank syariah lain yang selama ini melakukan kerja sama dengan mereka.

Mengenai alasan pengalihan dana, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan bahwa PP Muhammadiyah memiliki komitmen yang tinggi untuk mendukung perbankan syariah. Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan rasionalisasi dan konsolidasi terhadap masalah keuangannya.  “(Ini dilakukan) agar Muhammadiyah bisa berkontribusi bagi terciptanya persaingan yang sehat di antara perbankan syariah yang ada, terutama ketika dunia perbankan syariah tersebut berhubungan dengan Muhammadiyah,” ujarnya.

Adapun, Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar mengatakan perseroan bakal terus melayani dan mengembangkan ekonomi umat untuk mendorong ekonomi dan keuangan syariah untuk kemaslahatan bangsa. “Terkait pengalihan dana oleh PP Muhammadiyah, BSI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis dan siap berkolaborasi dengan seluruh stakeholder. Terlebih bagi UMKM yang merupakan tulang punggung ekonomi bangsa,” katanya.

Lebih lanjut, kata Wisnu, BSI terus berkomitmen untuk menjadi lembaga perbankan yang melayani segala lini masyarakat, baik institusi maupun perorangan untuk meningkatkan inklusi dan penetrasi keuangan syariah. “Kami berupaya menjadi bank yang modern serta inklusif dalam memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip syariah,” ucapnya. (*)