KABARBURSA.COM – Indonesia menargetkan konsumsi listrik sebesar 5.000 kilo Watt hour (kWh) per kapita pada 2060 mendatang.
Kepala Balai Besar Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Haris, mengatakan konsumsi listrik Indonesia saat ini berkisar 1.200 atau kurang dari 1.300 KWh per kapita.
“Kita ingin mencapai satu titik di mana konsumsi listrik perkapita tidak lagi seperti sekarang sekitar 1.200 KWh atau kurang dari 1.300 KWh per kapita. Akan ditingkatkan pada 2060 sebesar 5.000 kwh perkapita,” kata Haris di acara seminar bertema ‘Transisi Energi Menuju Net Zero Emission 2050’ di Jakarta, Senin, 10 Juni 2024.
Haris bilang, angka konsumsi yang ditargetkan tersebut agar bisa setara dengan negara tetangga yakni Malaysia dan Singapura.
Apalagi, Indonesia kini tengah menargetkan menuju Indonesia emas pada tahun 2045. Pada saat itu, lanjut dia, penduduk Indonesia diperkirakan lebih dari 300 juta jiwa.
Haris menyatakan pemerintah telah mempunyai program-program untuk mencapai angka 5.000 kWh per kapita pemakaian listrik pada 2060, salah satunya adalah penyediaan listrik di daerah pelosok.
“Semua itu akan diperbaiki melalui program-program, mulai dari penyediaan listrik di daerah yang demand (permintaannya) besar seperti di Jawa, pusat-pusat industri, hingga sampai ke pelosok-pelosok,” paparnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menegaskan komitmennya dalam menyediakan subsidi listrik yang berdampak nyata bagi masyarakat.
ESDM mengungkapkan mereka memantau jumlah pelanggan yang menerima subsidi serta anggaran yang dialokasikan, dengan tujuan untuk memastikan bahwa manfaatnya benar-benar dirasakan oleh yang membutuhkan.
Data Subsidi Listrik Kementerian ESDM terbaru menunjukkan pada 2024 jumlah pelanggan subsidi listrik diperkirakan akan mencapai 42,08 juta. Angka ini diharapkan akan tetap bertahan pada 2025.
Adapun kategori pelanggan yang menerima subsidi mencakup berbagai sektor seperti rumah tangga, bisnis kecil, industri kecil, pemerintah, dan sosial. Subsidi listrik ini sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Sejak 2017, terjadi perubahan signifikan dalam kebijakan subsidi listrik. Jumlah pelanggan yang menerima subsidi untuk kategori R-1/450 VA terus meningkat sekitar 0,9 persen per tahun. Sementara itu, pelanggan R-1/900 VA mengalami lonjakan yang lebih tinggi dengan kenaikan rata-rata 7 persen per tahun. Peningkatan ini didorong oleh perluasan akses listrik dan mutasi pelanggan yang lebih tepat sasaran.
Pada 2025, jumlah pelanggan yang menerima subsidi listrik untuk kategori R-1/450 VA diproyeksikan mencapai 24,94 juta pelanggan, meningkat dari 24,77 juta pada 2024.
Di sisi lain, jumlah pelanggan R-1/900 VA juga diperkirakan meningkat menjadi 10,28 juta pada 2025, dari 9,71 juta pada 2024. Hal ini mencerminkan upaya pemerintah dalam memperluas akses listrik bagi masyarakat di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) serta rumah tangga yang tidak mampu.
Besaran subsidi listrik menunjukkan tren yang stabil dengan sedikit fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022, subsidi listrik mencapai Rp63,17 triliun, sedikit meningkat dari Rp58,83 triliun pada tahun 2021. Pada tahun 2023, besaran subsidi listrik diperkirakan mencapai Rp69,85 triliun berdasarkan data yang belum diaudit.
Pada 2024, besaran subsidi listrik diproyeksikan mencapai Rp 73,24 triliun, dengan volume penjualan subsidi mencapai 73,24 TWh.
Pemerintah terus berupaya mengendalikan besaran subsidi listrik melalui berbagai kebijakan, termasuk pengaturan specific fuel consumption (SFC), susut jaringan, penerapan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT), dan Domestic Market Obligation (DMO).
Untuk 2025, kebutuhan subsidi listrik diperkirakan akan berada di kisaran Rp83,02 hingga Rp88,36 triliun.
Kenaikan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi makro seperti nilai tukar rupiah yang diperkirakan berada di kisaran Rp15.300 hingga Rp16.000 per USD, harga minyak dunia (ICP) sebesar USD75-85 per barrel, dan inflasi sebesar 1,5-3,5 persen.
Subsidi Listrik pada Tahun 2025 Capai Rp88 Triliun
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan komitmennya dalam menyediakan subsidi listrik yang berdampak nyata bagi masyarakat.
Kementerian ESDM menyatakan memantau jumlah pelanggan yang menerima subsidi serta anggaran yang dialokasikan, dengan tujuan untuk memastikan bahwa manfaatnya benar-benar dirasakan oleh yang membutuhkan.
Data Subsidi Listrik Kementerian ESDM terbaru yang diterima Kabar Bursa, menunjukkan pada 2024, jumlah pelanggan subsidi listrik diperkirakan akan mencapai 42,08 juta. Angka ini diharapkan akan tetap bertahan pada 2025.
Adapun kategori pelanggan yang menerima subsidi mencakup berbagai sektor seperti rumah tangga, bisnis kecil, industri kecil, pemerintah, dan sosial. Subsidi listrik ini sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Sejak 2017, terjadi perubahan signifikan dalam kebijakan subsidi listrik. Jumlah pelanggan yang menerima subsidi untuk kategori R-1/450 VA terus meningkat sekitar 0,9 persen per tahun.
Sementara itu, pelanggan R-1/900 VA mengalami lonjakan yang lebih tinggi dengan kenaikan rata-rata 7 persen per tahun. Peningkatan ini didorong oleh perluasan akses listrik dan mutasi pelanggan yang lebih tepat sasaran.
Pada 2025, jumlah pelanggan yang menerima subsidi listrik untuk kategori R-1/450 VA diproyeksikan mencapai 24,94 juta pelanggan, meningkat dari 24,77 juta pada 2024.
Di sisi lain, jumlah pelanggan R-1/900 VA juga diperkirakan meningkat menjadi 10,28 juta pada 2025, dari 9,71 juta pada 2024. Hal ini mencerminkan upaya pemerintah dalam memperluas akses listrik bagi masyarakat di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) serta rumah tangga yang tidak mampu.
Besaran Subsidi dan Parameter Ekonomi
Besaran subsidi listrik menunjukkan tren yang stabil dengan sedikit fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2022, subsidi listrik mencapai Rp63,17 triliun, sedikit meningkat dari Rp58,83 triliun pada tahun 2021.
Pada tahun 2023, besaran subsidi listrik diperkirakan mencapai Rp69,85 triliun berdasarkan data yang belum diaudit.
Pada 2024, besaran subsidi listrik diproyeksikan mencapai Rp73,24 triliun, dengan volume penjualan subsidi mencapai 73,24 TWh.
Pemerintah terus berupaya mengendalikan besaran subsidi listrik melalui berbagai kebijakan, termasuk pengaturan specific fuel consumption (SFC), susut jaringan, penerapan kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT), dan Domestic Market Obligation (DMO).
Untuk 2025, kebutuhan subsidi listrik diperkirakan akan berada di kisaran Rp83,02 hingga Rp88,36 triliun. Kenaikan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi makro seperti nilai tukar rupiah yang diperkirakan berada di kisaran Rp15.300 hingga Rp16.000 per USD, harga minyak dunia (ICP) sebesar USD75-85 per barrel, dan inflasi sebesar 1,5-3,5 persen.
Adapun alokasi subsidi listrik 2025 berdasarkan kategori pelanggan sebagai berikut:
- Sosial: Rp 12,16 – 13,08 triliun (14,65% – 14,80% dari total subsidi)
- R1/450 VA: Rp 38,18 – 40,16 triliun (45,46% – 45,99% dari total subsidi)
- RI/900 VA: Rp 15,75-16,68 triliun (18,88%-18,97% dari total subsidi)
- Bisnis Kecil: Rp 9,39 – 10,18 triliun (11,31% – 11,52% dari total subsidi)
- Industri Kecil: Rp 5,93 – 6,51 triliun (7,15% – 7,37% dari total subsidi)
- Pemerintah: Rp 0,36 – 0,39 triliun (0,44% – 0,45% dari total subsidi)
- Lainnya: Rp 1,24 – 1,34 triliun (1,49% – 1,52% dari total subsidi).
Dalam upaya menjaga agar subsidi listrik tepat sasaran, pemerintah terus memperbaiki mekanisme dan sistem pengawasan. Subsidi listrik hanya diberikan kepada golongan yang berhak, yaitu rumah tangga miskin dan rentan. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong transisi energi yang lebih efisien dan adil dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, fiskal, dan lingkungan.
“Subsidi listrik diberikan kepada golongan yang berhak; Subsidi listrik untuk Rumah Tangga diberikan kepada Rumah Tangga miskin dan rentan; dan Mendorong transisi energi yang lebih efisien dan adil dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, fiskal, dan lingkungan,” demikian kebijakan subsidi listrik untuk tahun 2025 yang tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025. (yog/*)