KABARBURSA.COM – Surat Berharga Negara (SBN) atau utang pemerintah senilai hampir Rp800 triliun akan jatuh tempo pada tahun depan.
Deni Ridwan, Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), mengatakan bahwa langkah pemerintah selanjutnya adalah membentuk tim menangani utang yang akan jatuh tempo pada 2025. Tim ini terdiri atas Kemenkeu dan Bank Indonesia (BI).
Lebih lanjut, Deni menyebut bahwa pemerintah percaya diri untuk dapat mengatasi utang yang akan jatuh tempo pada tahun depan, dengan syarat pasar keuangan dalam kondisi baik, serta kepercayaan dari masyarakat dan investor terjaga.
“Jadi ini sudah ada timnya dari pemerintah dan BI untuk mendiskusikan, menangani SBN yang jatuh tempo tahun depan, yang sebetulnya diterbitkan dalam rangka pandemi,” kata Deni, dikutip Selasa, 11 Juni 2024.
Sementara itu, Deni mengungkap bahwa SBN milik BI yang akan jatuh pada tahun depan sebesar Rp100 triliun. Serupa dengan yang lainnya, SBN milik BI yang akan jatuh tempo ini juga diterbitkan saat pandemi Covid-19.
“Tahun depan jatuh tempo karena ada SBN yang diterbitkan dalam rangka pandemi Covid-19 jadi sebagian Rp100 triliun yang dimiliki BI,” ungkap Deni.
Deni mengatakan, tim yang berisikan Kemenkeu dan BI itu memiliki tugas untuk mencari solusi yang terbaik dalam menyelesaikan utang pemerintah yang akan jatuh tempo. Namun, ia tidak mengungkapkan bagaimana langkah yang akan dilakukan dan komposisi dari tim tersebut.
“Supaya nanti mendapatkan solusi yang terbaik, disatu sisi juga untuk menjaga stabilitas sistem fiskal,” tutur Deni.
Utang Pemerintah Menurut Kemenkeu
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa utang pemerintah yang akan jatuh tempo pada 2025 sebesar Rp788,64 triliun tidak menjadi masalah selama Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), perekonomian, dan iklim politik Indonesia tidak mengalami guncangan.
Ia mengatakan para pelaku pasar menjadikan tiga faktor tersebut sebagai landasan untuk menentukan tingkat risiko pada investasi yang dilakukannya pada SBN.
Dengan demikian, lanjut Sri Mulyani, saat utang tersebut memasuki masa jatuh tempo maka surat utang tersebut akan revolving atau berkembang dan para pemegang SBN RI tidak akan melepas surat utang tersebut.
Bendahara Negara mengatakan tingginya utang yang jatuh tempo pada 2025-2027 sangat dipengaruhi pada masa pandemi Covid-19. Pasalnya saat itu pemerintah harus menambahkan Rp1.000 triliun untuk belanja tambahan.
Dengan begitu, kala itu pemerintah menyetujui kebijakan burden sharing untuk menutup defisit APBN. Adapun, burden sharing merupakan kebijakan yang dilakukan BI untuk mencetak uang dengan membeli Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan pemerintah, di mana uang utang itu digunakan pemerintah untuk membiayai APBN agar perekonomian tetap hidup.
“Inilah yang kemudian menimbulkan persepsi banyak sekali utang menumpuk, karena itu adalah biaya pandemi yang kami mayoritas kami gunakan surat utangnya berdasarkan agreement (kesepakatan) waktu itu,” ungkap Sri Mulyani dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI, Kamis, 6 Juni 2024.
DPR Pertanyakan Utang Pemerintah
Pada awalnya, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Dolfie OTP mempertanyakan kepada pemerintah terkait besarnya utang yang jatuh tempo pada 2025. Hal itu, ia pertanyakan saat pemerintah dan DPR sedang memutuskan besaran yield atau imbal hasil SBN untuk tahun 2025.
“Apakah ini seluruhnya diserap di APBN 2025? Atau enggak? Kalau diserapkan berarti APBN yang Rp 3.500 triliun itu untuk bayar utang saja sudah Rp 782 triliun,” tanya Dolfie kepada pemerintah.
Sebagai informasi, sebelumnya Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan menjaga rasio utang pada batas yang aman. Pada saat yang sama, pemerintah juga akan memaksimalkan berbagai instrumen fiskal demi menciptakan inovasi pembiayaan.
Pemerintah mematok defisit dalam APBN 2025 sebesar 2,45 persen-2,82 persen. Menurut dia, rentang defisit ini telah mempertimbangkan program prioritas pemerintahan baru yang akan dipimpin Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Ia mengatakan bahwa APBN 2025 dirancang ekspansif, tapi tetap terarah dan terukur. Dalam hal ini, pemerintah akan menjaga rasio utang dengan tetap memperhatikan unsur kehati-hatian.
“Pembiayaan akan dijaga dan dikelola melalui pembiayaan inovatif, prudent (aman), dan sustainable (berkelanjutan) melalui berbagai manajemen utang Indonesia yang terus di benchmark (acuan) secara global agar menciptakan kepercayaan dan transparansi,” ucap Sri Mulyani dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa, 6 Juni 2024. (*)