Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Komisi VI Prihatin Anggaran BUMN Turun

×

Komisi VI Prihatin Anggaran BUMN Turun

Sebarkan artikel ini
Kementerian BUMN
Kementerian BUMN (Foto: Humas Kementerian BUMN)

KABARBURSA.COM – Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PAN, Jon Erizal, mendorong Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengajukan penambahan anggaran guna memperkuat kinerjanya.

Jon yakin bahwa dukungan anggaran Kementerian BUMN akan berdampak signifikan terhadap peningkatan dividen BUMN di masa mendatang.

“Kementerian BUMN jangan ragu mengajukan anggaran sepanjang bisa menghasilkan dividen lebih besar untuk negara, yang berdampak besar dalam meringankan beban pendapatan negara dari pajak,” ujar Jon melalui keterangan di Jakarta, Selasa, 11 Juni 2024.

Jon menyebut, pemerintah seharusnya mendukung penambahan alokasi anggaran untuk Kementerian BUMN.

Sebagai alternatif, BUMN bisa kembali memanfaatkan dividen untuk pengembangan usaha atau aksi korporasi guna meningkatkan dividen ke depan.

“Misalnya, dividen sebesar Rp81 triliun itu sepenuhnya atau sebagian kembali ke BUMN untuk menghasilkan dividen lebih besar lagi. Ini bisa menjadi opsi dalam mendorong penerimaan negara dalam bentuk dividen ke depan,” kata Jon.

Sebelumnya, Jon mengaku prihatin dengan rendahnya alokasi anggaran untuk Kementerian BUMN dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

Menurutnya, rendahnya alokasi anggaran tidak sebanding dengan tanggung jawab dan kontribusi Kementerian BUMN kepada negara dan masyarakat selama ini.

Pagu anggaran Kementerian BUMN untuk 2025 tercatat hanya sebesar Rp277,498 miliar, lebih rendah 16 persen dari pagu anggaran sebelumnya yang mencapai Rp328 miliar.

“Saya prihatin anggaran Kementerian BUMN kecil sekali dibandingkan kementerian lain. Padahal capaiannya luar biasa,” ucapnya.

Jon mencontohkan bagaimana Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Menteri BUMN Erick Thohir telah memecahkan rekor dividen tertinggi sepanjang sejarah.

Dengan berbagai transformasi, lanjut Jon, Erick berhasil mencapai dividen sebesar Rp81 triliun tahun lalu dan ditargetkan meningkat menjadi Rp85 triliun tahun ini.

“Kami sangat apresiasi untuk Kementerian BUMN yang sampai hari ini layak diacungi dua jempol karena kita lihat aksi-aksi korporasi yang dilakukan sejak awal terlihat sekali hasilnya, luar biasa,” ujar Jon.

Usulan Pagu Indikatif

Kementerian Keuangan (kemenkeu) mengusulkan pagu indikatif sebesar Rp53,19 triliun untuk tahun anggaran 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan usulan pagu indikatif BA 15 Kementerian keuangan untuk tahun anggaran 2025.

Sri Mulyani menjelaskan, berdasarkan sumber dananya, pagu indikatif Kemenkeu tahun anggaran 2025 tersebut terdiri dari rupiah murni sebesar Rp42,78 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp21,76 miliar, hibah Rp7,24 miliar, dan badan layanan umum (BLU) Rp10,37 triliun. Sementara itu, jika dirincikan berdasarkan fungsi, pagu indikatif Kemenkeu tahun anggaran 2025 terdiri dari fungsi pelayanan umum sebesar Rp48,87 triliun, fungsi ekonomi Rp251,79 miliar, dan fungsi pendidikan sebesar Rp4,06 triliun.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan bahwa rencana kerja Kemenkeu pada 2025 dirancang untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, terutama melalui pengelolaan fiskal yang sehat. Kemenkeu pada 2025 akan berfokus pada lima program utama, pertama yaitu kebijakan fiskal dan sektor keuangan.

Anggaran yang dibutuhkan untuk program tersebut adalah sebesar Rp331,47 miliar untuk enam unit eselon I terkait. Keenam unit eselon I itu meiliputi Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Direktorat Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA).

Lima kegiatan utama dalam program tersebut, yaitu formulasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan, diplomasi dan kerja sama ekonomi dan keuangan internasional, analisis kebijakan fiskal dan sektor keuangan, komunikasi dan edukasi, serta monitoring dan evaluasi kondisi fiskal, ekonomi, dan keuangan.

Program kedua, yaitu program penerimaan negara dengan anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp21,08 triliun oleh empat unit eselon I, di antaranya DJA, DJP, DJBC, dan Lembaga National Single Window (LNSW). Program ini dicapai melalui lima kegiatan, diantaranya pelayanan, komunikasi, dan edukasi, pengawasan dan penegakan hukum, ektensifikasi penerimaan negara, penanganan keberatan/banding/gugatan, serta perumusan kebijakan administratif.

“Ekstensifikasi penerimaan negara penting karena basis pajak kita bisa terus mengalami erosi baik karena ada upaya penghindaran pajak maupun dari sisi cara kerja secara digital yang terus terang akan menjadi dampak yang terus kita wasapadi,” jelas Sri Mulyani.

Program ketiga, belanja negara, dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp262,06 miliar oleh dua unit eselon I, DJA dan DJPK.  Sasaran program ini juga dicapai melalui pelaksanaan empat kegiatan, diantaranya pengelolaan anggaran pusat dan transfer ke daerah (TKD), komunikasi, edukasi, dan standardisasi, perumusan kebijakan administratif penganggaran pusat dan TKD, juga monitoring dan evaluasi kinerja anggaran pusat dan TKD.