KABARBURSA.COM – Pertamina Hulu Energi (PHE) terus menggali potensi eksplorasi Geologic Hydrogen dengan pendekatan inovatif dan pengembangan di sektor eksplorasi.
Muharram Jaya Panguriseng, Direktur Eksplorasi PHE, menegaskan komitmen perusahaan untuk memahami lebih dalam potensi Geologic Hydrogen guna memperkuat ketahanan energi nasional.
“PHE berperan penting sebagai produsen energi dengan fokus pada cadangan energi untuk menjaga keberlanjutan bisnis kami,” ujarnya dalam pernyataan resmi pada Rabu 26 Juni 2024.
PHE telah memulai Studi Geologi dan Geofisika untuk mengidentifikasi potensi Geologic Hydrogen di East Sulawesi Ophiolite, bekerja sama dengan Universitas Pertamina dan didukung oleh hasil penelitian terbaru dari Pusat Survei Geologi, Badan Geologi.
Geologic Hydrogen adalah sumber hidrogen alami yang terperangkap dalam formasi batuan bawah tanah, membutuhkan pemahaman mendalam tentang geologi batuan dan struktur bumi untuk eksplorasi dan eksploitasi yang efektif.
Eksplorasi ini merupakan bagian dari upaya global dalam mengembangkan energi bersih, mirip dengan kegiatan eksplorasi migas namun dengan fokus pada hidrogen. Beberapa negara seperti Mali, Amerika Serikat, Australia, Spanyol, Prancis, dan Brazil telah memulai langkah serupa.
Fadjar Djoko Santoso, Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, menambahkan bahwa dukungan terhadap langkah proaktif PHE dalam menjajaki potensi bisnis baru ini merupakan bagian dari komitmen Pertamina untuk menjadi pemimpin dalam energi hijau dan ramah lingkungan, serta bertanggung jawab secara sosial dan memiliki tata kelola yang baik.
“Pertamina terus mendorong inovasi dalam pengembangan bisnis energi hijau untuk mendukung transisi energi global dan pencapaian target Net Zero Emission 2060,” katanya.
Penemuan Geologic Hydrogen
Hidrogen sebagai bahan bakar revolusioner mendapat perhatian global karena potensinya dalam menyediakan sumber energi bersih tanpa emisi gas rumah kaca yang merusak lingkungan. Namun, produksi hidrogen konvensional seringkali mahal dan memerlukan konsumsi energi besar. Namun demikian, hidrogen juga dapat terbentuk secara alami melalui proses geologis yang menarik.
Penemuan akumulasi hidrogen alami di Mali telah mengubah pandangan tentang potensi hidrogen yang terakumulasi secara geologis di berbagai penjuru dunia. Hal ini memicu perlombaan untuk menemukan dan mengembangkan sumber daya ini secara efektif.
“Potensi hidrogen alami dapat dieksplorasi melalui berbagai proses geologi, termasuk serpentinisasi, yang terjadi pada batuan ultramafik di ofiolit,” jelas Edy Slameto dari Badan Geologi.
Survei awal di Sulawesi Tengah telah mengungkapkan potensi besar hidrogen alami, terutama di daerah One Pute Jaya dan Tanjung Api. Temuan ini tidak hanya mengejutkan, tetapi juga membawa berita baik bagi masa depan energi bersih di Indonesia.
Keberadaan hidrogen alami di Tanjung Api dan One Pute menunjukkan potensi besar Indonesia dalam menghadirkan sumber energi bersih yang mendukung visi Net Zero Emission 2060. Semoga penelitian ini terus memberikan kontribusi positif dalam menjaga keberlanjutan lingkungan global.
Geologic Hydrogen di Pasar Global
Potensi hidrogen geologis sebagai solusi dekarbonisasi telah menarik minat besar dari lebih dari sepuluh perusahaan eksplorasi yang mengincar prospeknya yang menjanjikan. Namun, tantangan besar masih menghadang sebelum hidrogen rendah karbon dapat diadopsi secara luas, menurut analisis dari S&P Global Commodity Insights.
“Secara historis, hidrogen geologis sering diabaikan,” ungkap Geoffrey Ellis, seorang Ahli Geologi Riset dari Survei Geologi AS dalam wawancara dengan S&P Global. Namun, pandangan ini mulai berubah seiring dengan peningkatan minat perusahaan-perusahaan E&P yang mulai melirik hidrogen sebagai sumber energi potensial dan sumber pendapatan yang menjanjikan.
Permintaan global terhadap hidrogen diproyeksikan untuk terus meningkat signifikan dari 97 juta mt/tahun saat ini menjadi 119 juta mt/tahun pada tahun 2030 dan bahkan mencapai 265 juta mt/tahun pada tahun 2050, terutama digunakan di sektor industri (data S&P Global). Sebagai respons terhadap permintaan yang meningkat, pasokan hidrogen akan beralih ke jalur hidrogen rendah karbon, menggantikan produksi hidrogen berbahan bakar fosil yang diprediksi akan menurun mulai tahun 2037.
Ellis memperkirakan bahwa potensi hidrogen geologis sangat besar, dengan kemungkinan akumulasi yang mencukupi untuk memenuhi permintaan global selama berabad-abad. Temuan ini menyoroti potensi besar dari hidrogen alami yang terakumulasi dalam formasi geologis tertentu, seperti yang terlihat di berbagai lokasi di seluruh dunia.
“Hidrogen geologis, dengan emisi karbon yang rendah dan biaya produksi yang kompetitif, berpotensi untuk mendukung transisi energi bersih di berbagai sektor ekonomi,” kata Ellis.
Di tengah perubahan kebijakan global yang mendukung energi bersih, seperti Undang-Undang Pengurangan Inflasi di AS yang memberikan insentif pajak untuk produksi hidrogen rendah karbon, teknologi hidrogen geologis semakin menjadi fokus utama bagi perusahaan eksplorasi yang mencari inovasi dalam energi ramah lingkungan.
“Kredit Pajak Produksi Hidrogen 45V, atau PTC, merupakan langkah strategis untuk mendorong produksi hidrogen bersih yang memenuhi standar lingkungan yang ketat,” kata Paul Harraka, Chief Business Officer di Koloma, sebuah perusahaan terkemuka dalam teknologi hidrogen geologis.
Dengan potensi untuk memproduksi hidrogen dengan intensitas emisi karbon yang sangat rendah, hidrogen geologis mewakili peluang signifikan bagi industri energi global dalam mencapai tujuan dekarbonisasi yang ambisius.
“Sumber daya terbarukan ini tidak hanya mengurangi jejak karbon kita, tetapi juga membuka jalan bagi masa depan energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan,” tambah Harraka. (*)