KABARBURSA.COM – Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mengahadapi tantangan berat sejak awal tahun 2024. Hal itu tercermin pada data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) yang mencatat sebanyak enam pabrik tekstil yang terpaksa gulung tikar dan menyebabkan lebih dari 11 ribu pekerja mengalami PHK. Sementara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat mencatat 22 pabrik yang tutup di daerah tersebut.
Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional Ariawan Gunadi menilai, pemerintah perlu mengambil beberapa langkah strategis untuk menyelamatkan industri tekstil. “Pemerintah perlu melakukan optimalisasi kebijakan instrumen trade remedies terhadap praktik dumping yang dilakukan oleh China sangatlah penting. Hal ini dapat dimulai dengan menerapkan kebijakan safeguard berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) Kain,” ujar Ariawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 27 Juni 2024.
Menurutnya, langkah ini mampu melindungi industri dalam negeri dari lonjakan impor kain dari China yang mengakibatkan kerugian signifikan. Pelaksanaan kebijakan ini dapat diwujudkan melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang menjadi dasar pelaksanaannya.
Selain itu, kata Ariawan, pemerintah juga perlu mengimplementasikan kebijakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Dia menilai, kebijakan tersebut dirancang untuk menyeimbangkan dampak harga rendah yang tidak adil dari barang impor yang dijual di bawah biaya produksi.
Di sisi lain, Ariawan juga menilai, pemerintah bisa menerapkan kebijakan countervailing duties. Menurutnya, kebijakan ini mampu mengimbangi subsidi yang diberikan oleh pemerintah asing kepada eksportir mereka.
“Langkah-langkah strategis ini, jika dilaksanakan secara efektif, dapat membantu melindungi industri dalam negeri dari praktik perdagangan yang merugikan dan meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia di pasar global,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah perlu mengoptimalkan sistem pemeriksaan bea cukai dengan mengimplementasikan teknologi pemindai berbasis kecerdasan buatan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam proses pemeriksaan barang yang masuk dan keluar dari negara.
Dengan pemanfaatan kecerdasan buatan, potensi kecurangan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dapat diminimalisir dan upaya penyelundupan barang ilegal bisa dideteksi lebih awal.
Ariawan juga menuturkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan adanya ancaman terhadap industri tekstil nasional, diantaranya adanya kelebihan pasokan yang menyebabkan gelombang ekspor melebihi permintaan, khususnya di China, ketegangan geopolitik yang semakin meruncing telah memicu terjadinya fragmentasi hubungan internasional.
Di sisi lain, dia juga menilai lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang di kisaran 16.800 per dolar AS dan meningkatnya impor ilegal dengan model borongan/kubikasi serta adanya mafia impor yang menyebabkan penumpukan kontainer di pelabuhan.
Dampak nyata yang dirasakan industri tekstil adalah adanya ketidakstabilan dalam industri ini yang menyebabkan perusahaan terpaksa mengurangi jumlah karyawan untuk menekan biaya operasional.
Karena industri tekstil berkontribusi besar terhadap ekspor nasional, maka gejolak di sektor ini dapat mengurangi volume ekspor, yang pada akhirnya mempengaruhi devisa negara.
“Ketidakstabilan dalam sektor tekstil dapat mempengaruhi rantai pasok dari berbagai industri lain yang bergantung pada produk tekstil. Akibatnya, keseluruhan ekosistem industri yang saling terkait menjadi terganggu, menciptakan efek domino berkepanjangan yang dapat merugikan berbagai sektor ekonomi yang lebih luas,” tandasnya.
Jokowi Minta Segera Revisi Regulasi Impor
Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar rapat terbatas (ratas) bersama jajaran kabinet pada Selasa, 25 Juni 2024 lalu. Adapun dalam rata situ, Jokowi mengintruksikan menteri terkait untuk merevisi Permendag 8/2024.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyambut baik niat pemerintah yang hendak merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Adapun sebelumnya, regulasi itu dinilai membawa petaka pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Pasalnya, regulasi itu membawa masuk produk TPT asing membanjiri dan menggeser produk lokal dari pasar domestik.
Badan Pengurus Daerah (BPD) Jawa Barat API, Andrew Purnama menilai, revisi Permendag 8/2024 adalah langkah inisiatif yang sangat pendesak dan krusial agar segera dilakukan. Melalui rencana revisi itu, kata Andrew, industri TPT dalam negeri kembali terlindungi.
“Revisi Permendag No 8 tahun 2024 merupakan tindakan yang sangat mendesak mengingat dampaknya terhadap daya saing dan keberlanjutan industri tekstil nasional,” kata Andrew kepada KabarBursa, Kamis, 27 Juni 2024.
Andrew menilai, ada beberapa poin yang perlu dimuat dalam revisi Permendag 8/2024 diantaranya:
- Peningkatan Standar Produk Impor: Diperlukan penerapan standar yang lebih ketat untuk produk impor guna memastikan bahwa kualitas produk dalam negeri tetap terjaga dan tidak tergeser oleh produk impor yang tidak memenuhi standar.
- Pengawasan Ketat Terhadap Impor Ilegal: Intensifikasi pengawasan dan penindakan terhadap praktik impor ilegal yang sangat merugikan industri tekstil domestik.
- Insentif untuk Industri Domestik: Pemberian insentif yang tepat untuk meningkatkan kapasitas produksi, inovasi, dan daya saing industri tekstil dalam negeri.
- Pembatasan Impor Produk Hilir: Penegakan pembatasan impor untuk produk-produk hilir yang sudah mampu diproduksi secara memadai di dalam negeri, guna mendukung kemandirian industri nasional.
Lebih jauh, API berharap revisi Permendag 8/2024 dapat segera direalisasikan dan memberikan dampak positif yang signifikan bagi keberlanjutan industri TPT. “Kami mengapresiasi perhatian dan langkah konkret pemerintah dalam hal ini,” pungkasnya.(ndi/*)