KABARBURSA.COM – Harga batu bara kembali turun dalam perdagangan kemarin, mengalami penurunan dua hari berturut-turut. Pada Kamis, 27 Juni 2024, harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan ini berada di angka USD132,6 per ton, turun 0,3 persen dibandingkan hari sebelumnya. Salah satu penyebabnya adalah China yang mulai beralih ke Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)
Selama dua hari terakhir, harga batu bara telah berkurang 0,67 persen. Dalam sepekan terakhir, harga komoditas ini terpangkas 1,6 persen secara point-to-point. Selama sebulan terakhir, harga jatuh 6,62 persen.
Perkembangan di China menjadi sentimen negatif bagi harga batu bara. Diketahui bahwa harga listrik yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga angin untuk kali pertama bisa lebih murah ketimbang batu bara.
Dalam proyek ‘kebun angin’ baru di Shanghai berkapasitas 306 megawatt, harga listrik yang dijual bisa lebih murah 27 persen ketimbang listrik dari pembangkit batu bara. “Ini memulai era baru bagi pembangkit listrik tenaga angin di mana bisa bersaing dengan batu bara bahkan dengan harga yang lebih rendah,” kata Xiangyu Chen, Analis BNEF.
Ke depan, tren ini akan semakin banyak terjadi. Hingga 2030, China diperkirakan akan memiliki pembangkit listrik tenaga angin atau PLTB. Sebagai konsumen batu bara terbesar di dunia, ketika China beralih dari batu bara, harga komoditas ini akan sangat terpukul.
Secara teknikal, dengan perspektif harian (daily time frame), batu bara masih terjebak di zona bearish. Hal ini tercermin dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 24,32. RSI di bawah 50 mengindikasikan suatu aset sedang dalam posisi bearish.
Namun, indikator Stochastic RSI sudah menunjukkan angka 0, menandakan kondisi sangat jenuh jual (oversold). Oleh karena itu, harga batu bara berpotensi untuk naik. Target resisten terdekat adalah USD136 per ton. Jika tertembus, maka USD141 per ton bisa menjadi target selanjutnya.
Sedangkan target support terdekat adalah USD131 per ton. Penembusan di titik ini bisa membawa harga batu bara turun lagi ke arah USD129 per ton.
China, sebagai konsumen batu bara terbesar di dunia, sedang melakukan pergeseran signifikan menuju energi terbarukan. Upaya ini menandai era baru di mana pembangkit listrik tenaga angin mulai menggantikan dominasi batu bara. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil yang selama ini menjadi penyumbang utama emisi karbon di negara tersebut.
China Beralih ke PLTA
Dalam proyek ‘kebun angin’ baru di Shanghai yang berkapasitas 306 megawatt, harga listrik yang dihasilkan dari tenaga angin atau PLTB lebih murah 27 persen dibandingkan dengan listrik dari pembangkit batu bara. Ini menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga angin tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga lebih ekonomis. Analis BNEF, Xiangyu Chen, menyatakan bahwa ini adalah awal dari era baru di mana pembangkit listrik tenaga angin bisa bersaing dengan batu bara dengan harga yang lebih rendah.
Langkah China ini membawa dampak besar pada pasar batu bara global. Ketika China mulai meninggalkan batu bara, harga komoditas ini mengalami penurunan yang signifikan. Pada perdagangan terakhir, harga batu bara di pasar ICE Newcastle untuk kontrak pengiriman bulan ini turun menjadi USD132,6 per ton, menandai penurunan beruntun selama beberapa hari. Sentimen negatif dari perkembangan di China semakin memperburuk kondisi pasar batu bara.
Ke depan, transformasi ini akan semakin meluas. Diperkirakan hingga tahun 2030, China akan memiliki pembangkit listrik tenaga angin dengan kapasitas 129 gigawatt. Pergeseran ini tidak hanya akan mengurangi emisi karbon tetapi juga mengubah dinamika pasar energi global. Peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin ini menunjukkan komitmen China dalam mengurangi ketergantungan pada batu bara dan beralih ke sumber energi yang lebih bersih.
Transformasi energi yang dilakukan China juga membawa implikasi bagi pasar energi global. Permintaan batu bara yang menurun dari China akan menyebabkan kelebihan pasokan di pasar global, yang pada akhirnya menekan harga batu bara lebih lanjut. Negara-negara pengekspor batu bara perlu mencari pasar alternatif atau beradaptasi dengan perubahan ini melalui diversifikasi sumber energi mereka.
China sedang berada di garis depan dalam transisi energi global dengan beralih dari batu bara ke pembangkit listrik tenaga angin. Langkah ini tidak hanya membantu mengurangi emisi karbon tetapi juga menawarkan solusi energi yang lebih ekonomis. Perubahan ini membawa dampak signifikan pada pasar batu bara global dan mendorong negara lain untuk mengikuti jejak China dalam menggunakan energi terbarukan. (*)