KABARBURSA.COM – Menteri Investasi sekaligus Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, menepis isu bahwa BASF SE dan Eramet SA telah membatalkan investasi mereka dalam proyek Sonic Bay di Kawasan Industri Teluk Weda, Maluku Utara. Menurutnya, dua investor asal Eropa tersebut hanya menunda sementara proyek pengembangan smelter nikel/kobalt berbasis high pressure acid leach (HPAL) tersebut. Penundaan ini diakibatkan oleh penurunan pasar kendaraan listrik (EV) di Eropa dan kebijakan pajak impor Amerika Serikat sebesar 100 persen untuk mobil dari China.
Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa BASF dan Eramet tidak membatalkan investasi mereka di Teluk Weda, melainkan hanya menunda sementara. Langkah ini diambil untuk menunggu kondisi pasar global yang lebih kondusif, memastikan bahwa investasi yang dilakukan dapat diserap dengan baik oleh pasar.
“Akibat pasar lagi turun mereka mengerem. Jadi bukan batal, bukan batal, menunda sementara sampai kondisi pasar global sudah bagus. Begitu mereka sudah investasi dan produksi, kalau market tidak diserap kan kasian mereka,” ujar Bahlil di Gresik, Jawa Timur, Jumat 28 Juni 2024.
Rumor mengenai hengkangnya dua investor dari proyek Sonic Bay pertama kali mencuat setelah BASF mengeluarkan pernyataan resmi untuk mundur dari proyek senilai USD2,6 miliar (sekitar Rp42,64 triliun) itu. “Setelah melakukan evaluasi menyeluruh, kami menyimpulkan bahwa kami tidak akan melaksanakan proyek pemurnian nikel-kobalt di Teluk Weda,” tulis BASF SE dalam pernyataannya, Rabu 26 Mei 2024 lalu.
Tak lama kemudian, Eramet juga mengumumkan pengunduran diri dari proyek tersebut. Meski demikian, perusahaan asal Prancis ini menyatakan akan terus mengevaluasi investasi potensial dalam rantai nilai baterai kendaraan listrik berbasis nikel di Indonesia.
Dalam pernyataan resminya, BASF perusahaan kimia terbesar di dunia asal Jerman mengungkapkan bahwa ketersediaan nikel berkualitas baterai secara global telah meningkat sejak proyek ini dimulai. Dengan demikian, perusahaan tidak lagi melihat perlunya investasi sebesar itu.
Eramet juga menyatakan sedang mengkaji peluang lain dalam rantai nilai EV, seperti nikel, litium, dan kobalt, menunjukkan komitmen mereka terhadap pengembangan energi terbarukan dan teknologi baterai di masa depan.
Sementara itu, Eramet mengemukakan tiga alasan utama mundur dari proyek tersebut:
- Strategi Eksekusi Proyek: Eramet mengaku tidak berhasil mendapatkan skema eksekusi yang memuaskan, termasuk syarat dan ketentuan kontrak.
- Alokasi Modal: Eramet ingin tetap berpartisipasi dalam rantai nilai baterai di Indonesia namun harus selektif dalam alokasi modalnya.
- Perubahan Pasar: Eramet mencatat bahwa pasar nikel global telah berubah selama beberapa tahun terakhir, sehingga perusahaan juga selektif dalam menambahkan kapasitas baru dari nikel kelas baterai.