Scroll untuk baca artikel

Investasi Kurang Greget di Semester I 2024, Besok Gimana?

×

Investasi Kurang Greget di Semester I 2024, Besok Gimana?

Sebarkan artikel ini
anak muda investasi jpg
Ilustrasi anak muda berinvestasi (Foto: Int)

KABARBURSA.COM – Hari ini merupakan hari terakhir perdagangan untuk semester pertama tahun 2024 di pasar keuangan. Pekan depan, pasar akan memasuki separuh kedua tahun ini yang ditandai dengan acara penting, yakni inagurasi Presiden terpilih Prabowo Subianto pada Oktober, mengakhiri masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama 10 tahun.

Selama enam bulan pertama tahun ini, para investor menghadapi tantangan berat di pasar. Rupiah terus melemah hingga mencapai Rp16.450 per dolar AS, mencatat level terendah sejak awal April 2020, menjadikannya salah satu mata uang terdevaluasi terbesar di Asia dengan penurunan 6,83 persen sepanjang tahun.

Pelemahan Rupiah yang berulang kali ini telah signifikan mempengaruhi pergerakan harga di pasar saham dan obligasi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bahkan turun ke level terendah dalam delapan bulan terakhir, yaitu 6.726,91, sejak November tahun lalu.

Harga obligasi juga mengalami tekanan serupa. Imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) untuk tenor 10 tahun mencatatkan puncaknya di 7,218 persen pada akhir April, meskipun kemudian menurun. Namun, ketidakpastian terkait kebijakan fiskal pemerintahan yang baru kembali memicu kenaikan imbal hasil ke 7,168 persen pada 14 Juni.

Dampak negatif ini juga dirasakan pada instrumen investasi derivatif seperti reksa dana dan unit-linked. Sementara itu, beberapa aset investasi seperti dolar AS terus menguat, demikian pula dengan aset tanpa imbal hasil seperti harga emas yang mencatatkan rekor tertinggi beberapa kali tahun ini.

Fluktuasi ini sepertinya belum akan mereka, kecuali data inflasi PCE Amerika yang diumumkan nanti malam memperkuat skenario penurunan bunga acuan Federal Reserve sebanyak dua kali tahun ini, volatilitas pasar sepertinya masih akan tajam dan cenderung bearish.

Bagaimana dengan kinerja aset investasi selama semester pertama 2024 ini?

Return IHSG mengalami penurunan sebesar 0,3 persen sepanjang tahun ini, menjadi yang terburuk dibandingkan dengan indeks saham negara tetangga. IHSG hanya lebih baik daripada indeks saham Thailand yang turun 8 persen sepanjang tahun yang sama.

Hampir semua sektor saham mengalami penurunan, dengan sektor teknologi mencatatkan penurunan paling dalam sebesar 28,17 persen, mengutip data dari Bloomberg. Sektor transportasi dan logistik juga mengalami penurunan signifikan sebesar 20,8 persen, diikuti oleh saham-saham sektor properti dan real estate yang turun 16,57 persen. Di sisi lain, sektor energi mampu mencatatkan return positif sebesar 14,14 persen selama semester pertama tahun ini. Sementara itu, saham-saham dalam sektor healthcare tumbuh sebesar 6,2 persen, dan sektor material dasar mencatatkan pertumbuhan 3,55 persen.

Saham-saham bluechip dan berkapitalisasi besar juga mengalami tekanan penurunan, dengan saham BBRI yang terkenal di sektor perbankan mengalami penurunan return hingga 15 persen sejauh ini, melebihi penurunan IHSG dan indeks sektoralnya.

Begitu pula dengan obligasi. Harga obligasi negara mengalami gejolak sepanjang semester pertama tahun 2024, terutama dipengaruhi oleh penurunan minat investor asing akibat ketidakpastian terkait hasil Pemilu Februari lalu dan kekhawatiran akan kebijakan fiskal dari pemerintahan baru.

Investor asing mencatatkan posisi jual bersih sebesar Rp42,1 triliun di pasar SBN sepanjang tahun ini hingga data setelmen 20 Juni lalu.

Indeks IDMA (InterDealer Market Association), yang mengukur pergerakan harga obligasi pemerintah, mengalami penurunan sebesar 4,63 persen sepanjang tahun ini, dengan harga terakhir pada 27 Juni mencapai 97,3.

Di sisi lain, indeks INDOBEX-Govt mencatatkan return positif sebesar 1,23 persen hingga saat ini. Sedangkan untuk INDOBEX-Corp (obligasi korporasi), return yang lebih tinggi tercatat sebesar 2,97 persen year-to-date. Indeks ini dikeluarkan oleh Penilai Harga Efek Indonesia (IBPA/PHEI).

Begitu pula dengan kinerja reksa dana yang mengalami penurunan signifikan sepanjang tahun ini. Sebagian besar disebabkan oleh pelemahan harga aset yang menjadi underlying, seperti saham dan obligasi baik dari surat utang negara maupun korporasi.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang terakhir dirilis hingga akhir Mei, nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana secara keseluruhan turun hampir 4 persen, atau sekitar Rp19,2 triliun dibandingkan akhir 2023. Posisi NAB pada akhir bulan lalu mencapai Rp485,77 triliun, meskipun sempat turun lebih dalam ke Rp483,26 pada akhir April saat pasar mengalami turbulensi yang signifikan, mempengaruhi rupiah, harga saham, dan obligasi.

Jika dilihat dari jenisnya, reksa dana saham mencatatkan penurunan NAB paling dalam dengan -11,45 persen. Reksa dana pasar uang juga terpengaruh dengan penurunan NAB sebesar -3,63 persen. Di sisi lain, reksa dana campuran mengalami kenaikan NAB sebesar +0,82 persen, sedangkan reksa dana pendapatan tetap masih positif dengan kenaikan NAB +0,47 persen.

Kondisi kinerja reksa dana saham, meskipun buruk, masih lebih baik dibandingkan dengan produk reksa dana pasif seperti reksa dana indeks dan ETF (Exchange Traded Fund). NAB reksa dana indeks turun sebesar -18,24 persen sepanjang enam bulan ini, sementara NAB produk ETF juga turun sebesar -13,50 persen.

Deposito dan Emas Menguat

Bunga acuan yang saat ini cukup tinggi mencapai 6,25 persen telah membuat tingkat bunga simpanan di bank menjadi lebih menarik dibandingkan dengan investasi seperti reksa dana saham.

Menurut catatan terakhir dari Bank Indonesia, tingkat bunga deposito di bank untuk tenor 1 bulan per akhir Mei adalah 4,61 persen, yang mengalami kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, tingkat bunga deposito bank pada Mei masih lebih rendah dibandingkan dengan posisi Desember 2023 yang mencapai 4,69 persen. Beberapa bank besar telah mulai menaikkan tingkat bunga deposito untuk penempatan dana di bawah Rp2 miliar. Sebagai contoh, bank swasta terbesar telah menaikkan bunga deposito untuk tenor 1 bulan menjadi 3 persen, sementara untuk tenor 3 bulan naik menjadi 3,25 persen. Untuk simpanan di atas Rp2 miliar, BCA memberikan bunga 3,25 persen untuk tenor 1 bulan.

Di sisi lain, perbankan digital menawarkan tawaran bunga yang lebih agresif untuk produk simpanan. Neobank, sebagai contoh, memberikan bunga hingga 8% per tahun untuk deposito dengan tenor 12 bulan. Ada juga tawaran dari Krom Bank yang memberikan bunga antara 7 persen hingga 8,75 persen untuk simpanan dengan tenor mulai dari 14 hari hingga 12 bulan.

Perlu dicatat bahwa tingkat bunga penjaminan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) saat ini ditetapkan sebesar 4,25 persen untuk bank umum dan 6,75 persen untuk bank rakyat. Simpanan di bank juga dikenakan pajak bunga sebesar 20 persen.

Emas telah menjadi salah satu aset investasi tanpa imbal hasil yang paling menonjol tahun ini, terutama didorong oleh prospek penurunan suku bunga acuan Federal Reserve yang menguat.

Harga emas global telah mengalami kenaikan sebesar 13 persen year-to-date selama tahun ini. Di pasar domestik, harga emas produksi PT Aneka Tambang Tbk, yang sering menjadi patokan harga emas di Indonesia, bahkan telah naik 20,4 persen dibandingkan dengan harga akhir tahun lalu.

Namun, untuk mengukur keuntungan dari investasi emas, penting untuk mempertimbangkan harga buyback emas, yaitu harga yang ditawarkan saat seorang investor menjual emasnya kembali kepada perusahaan. Harga buyback ini menjadi acuan penting karena mempengaruhi potensi return investasi. Saat ini, harga buyback emas Antam mencapai Rp1.235.000 per gram. Sebagai contoh, jika seseorang membeli emas pada akhir tahun lalu dengan harga Rp1.130.000 per gram, potensi return investasinya adalah sekitar 9,3 persen.

Dengan demikian, investasi emas pada semester pertama tahun 2024 ini mencatatkan return sebesar 9,3 persen, yang mengungguli return dari surat utang, saham, valuta asing, dan bahkan reksa dana. Hal ini menjadikan emas sebagai pilihan investasi yang menarik bagi banyak investor di tengah kondisi pasar yang bergejolak.(*)