KABARBURSA.COM – Meski dihujani kritik dari berbagai kalangan, Bursa Efek Indonesia (BEI) tetap teguh pada rencana untuk mengimplementasikan transaksi short selling di pasar saham. Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, Irvan Susandy, menjelaskan berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari praktik ini.
Menurut Irvan, short selling merupakan praktik yang lazim diterapkan di bursa-bursa regional. Salah satu manfaat utamanya adalah peningkatan likuiditas dan pengurangan spread saham, karena menambah permintaan dan suplai.
Short selling juga berperan dalam penemuan harga yang lebih adil (fair price discovery). Dengan adanya short selling, investor memiliki fleksibilitas untuk mengeksekusi saham berdasarkan valuasi yang telah dianalisis.
Selain itu, short selling memberikan mekanisme lindung nilai (hedging) bagi investor yang ingin mengamankan investasinya. Juga, short selling mendukung penyedia likuiditas di pasar structured warrant dan derivatif dalam melakukan hedging atas kuotasi yang diberikan di pasar sekunder.
Tidak kalah penting, short selling menambah alternatif pilihan investasi, memberikan sarana bagi investor untuk memanfaatkan momentum pasar bearish. Hal ini meningkatkan likuiditas karena investor dapat membeli atau menjual sesuai valuasi masing-masing, tutur Irvan.
Untuk mengurangi risiko gagal bayar pada short selling, BEI akan memperkenalkan Intraday Short Selling. Ini adalah bentuk short selling di mana investor harus menutup posisi short pada akhir hari.
Short selling tidak akan dibuka untuk semua investor, hanya untuk investor tertentu yang mendapat lisensi short selling dari Anggota Bursa (AB). BEI berencana menerapkan short selling pada Oktober 2024, setelah masa transisi pemberlakuan POJK 6 tahun 2024 tentang Pembiayaan Transaksi Efek oleh Perusahaan Efek bagi Nasabah dan Transaksi Short Selling Oleh Perusahaan Efek.
Saat ini, BEI sedang membahas peraturan bursa dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan mengembangkan sistem serta kesiapan AB yang berminat menjadi AB short selling. Sekitar sepuluh anggota bursa telah menyatakan minat untuk menyediakan layanan short selling.
Pengamat Pasar Modal, Muhammad Alfatih, menjelaskan bahwa aturan short selling sebenarnya sudah lama ada, namun sempat dihentikan sementara saat pandemi Covid-19 pada 2020. Bahkan, pada 2011, Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa yang melarang short selling di pasar modal syariah.
Namun, menurut Alfatih, pelaksanaan short selling kurang populer karena persyaratannya tidak mudah. Selain itu, proses administrasi dan biaya yang timbul akibat simpan pinjam dengan sekuritas dan KSEI cukup rumit.
Salah satu kerumitan dalam aturannya adalah bahwa order short selling harus di atas harga terakhir, yang kurang sesuai dengan sifat short selling itu sendiri, ucap Alfatih.
Jadi, aturan short selling dari dulu bukan untuk awam, tetapi untuk nasabah khusus. Selama ini, efek dari aturan ini tidak begitu terasa, tutup Alfatih.
Untung Rugi Short Selling
Keuntungan Short Selling:
- Likuiditas Meningkat: Short selling dapat menambah volume transaksi di pasar, sehingga meningkatkan likuiditas saham. Dengan likuiditas yang lebih tinggi, pergerakan harga menjadi lebih stabil dan transaksi jual beli menjadi lebih mudah dilakukan.
- Penemuan Harga yang Lebih Efisien: Short selling membantu dalam proses penemuan harga yang lebih adil (fair price discovery). Ketika investor melakukan short selling, mereka sering kali melakukannya berdasarkan analisis mendalam tentang valuasi saham, sehingga membantu mencerminkan nilai yang lebih akurat.
- Hedging: Short selling memberikan mekanisme lindung nilai (hedging) bagi investor yang ingin mengamankan portofolionya. Ini sangat berguna dalam mengurangi risiko kerugian dari fluktuasi harga saham.
- Profit dari Pasar Bearish: Short selling memberikan kesempatan bagi investor untuk mendapatkan keuntungan di pasar yang sedang menurun (bearish). Ini menjadi alternatif strategi investasi yang tidak hanya bergantung pada pasar yang sedang naik.
Kerugian Short Selling:
- Risiko Kerugian Tidak Terbatas: Salah satu risiko terbesar dari short selling adalah potensi kerugian yang tidak terbatas. Jika harga saham naik tak terduga, investor yang melakukan short selling harus membeli kembali saham tersebut dengan harga yang lebih tinggi untuk menutup posisi short-nya.
- Biaya Pinjaman Saham: Untuk melakukan short selling, investor harus meminjam saham dari broker, dan ini biasanya melibatkan biaya tambahan. Biaya pinjaman ini dapat menggerus keuntungan yang diharapkan.
- Risiko Squeeze: Ketika banyak investor melakukan short selling pada saham yang sama dan harga saham tersebut tiba-tiba naik, mereka mungkin terpaksa membeli kembali saham tersebut untuk menutup posisi short mereka, yang dapat mendorong harga saham naik lebih tinggi. Fenomena ini dikenal sebagai short squeeze.
- Regulasi yang Ketat: Short selling sering diatur dengan ketat oleh otoritas pasar modal. Pembatasan dan regulasi ini dapat membatasi fleksibilitas dan kebebasan investor dalam melakukan short selling.
- Sentimen Pasar Negatif: Short selling dapat mempengaruhi sentimen pasar secara negatif. Banyak yang beranggapan bahwa praktik ini memperburuk penurunan harga saham dan menciptakan volatilitas yang tidak perlu.
Dengan memahami keuntungan dan kerugian short selling, investor dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana dan mempertimbangkan strategi yang sesuai dengan profil risiko dan tujuan investasi mereka.