Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Wacana Barang China Kena Bea: Pengaruhi Emiten Tekstil?

×

Wacana Barang China Kena Bea: Pengaruhi Emiten Tekstil?

Sebarkan artikel ini
MGL6458 11zon
Dua Pialang mengamati Papan Pantau Saham di Mail Hal Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa, 25 Juni 2024. (Foto: Kabar Bursa/Abbas Sandji)

KABARBURSA.COM – Pemerintah berencana menerapkan bea masuk sebesar 200 persen untuk barang impor dari China. Lalu, apakah kebijakan ini berdampak pada emiten pertekstilan?

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama memandang pergerakan saham emiten pertekstilan tidak likuid.

“Sejauh ini emiten berbasis pertekstilan pergerakan harga sahamnya tidak likuid ya,” kata Nafan kepada Kabar Bursa, Senin, 8 Juli 2024.

Nafan turut mengapresiasi rencana pemerintah dalam menerapkan pengenaan bea masuk sebesar 200 persen untuk produk asal China.  Menurutnya, kebijakan ini untuk melindungi industri lokal.

Di sisi lain, kata dia, pemerintah juga harus mewujudkan kebijakan stimulus fiskal supaya industri tekstil domestik semakin kuat.

“Kembali lagi kalau tekstil ini, costnya (biaya) kan tinggi itu sebenarnya juga yg bikin kalah terhadap produk impor dari Tiongkok,” jelasnya.

Sementara itu sejumlah emiten pertekstilan pun optimistis penjualan mereka meningkat pada 2024.

Salah satunya adalah PT Trisula Internasional Tbk (TRIS) memiliki keyakinan dalam meningkatkan penjualan pada 2024. Strategi yang bakal dijalankan emiten tekstil ini adalah dengan memenuhi pesanan khusus.

TRIS melihat cara ini bisa memenuhi kebutuhan konsumennya dan memiliki target penjualan double digit berkisar 10 persen tahun ini. Selain itu, TRIS juga akan meningkatkan kinerja ekspornya.

Sementara itu PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL) juga baru membangun pabrik di Solo senilai Rp20 miliar.

Dengan dibangunnya pabrik baru, emiten penyedia kain, seragam, dan fashion ini optimistis bisa meningkatkan produksi guna memenuhi permintaan dari konsumen.

Di sisi lain, pemerintah diminta harus jelas dalam menerapkan bea masuk 200 persen untuk barang China.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, mengatakan pemerintah harus detail memilih produk yang menerapkan produk ini.

“Lalu yang lain juga adalah produk apa yang secara detail akan dikenakan 200 persen? (Produk) yang mana? Karena ini kan perlu dikaji, tidak ambil generalisasi saja,” ujar Faisal kepada Kabar Bursa, Senin 8 Juli 2024.

Menurut Faisal, pemerintah harus berhati-hati dalam memimplementasi peraturan ini karena  kebijakan memiliki dampak yg berbeda-beda terhadap produk satu dengan yang lainnya.

“Maksudnya adalah ingin menekan produk impor, misal produk tekstil, tapi nanti malah membuat masalah ke produk-produk yang lain,” jelasnya.

“Yang mungkin mereka terkena secara tidak sengaja, mereka butuh barang dari impor kemudian dikenakan 200 persen ini kan sering terjadi sebelumnya salah sasaran ini Yg kemudian memberikan reaksi juga pada Industri,” tambah dia.

Jadi, kata Faisal, pemerintah harus melihat, dikaji, dan tidak terburu-buru menerapkan kebijakan ini agar tidak salah sasaran.

Wacana pengenaan bea masuk sebesar 200 persen terhadap produk impor asal China menuai berbagai reaksi. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia angkat bicara, menyampaikan sejumlah masukan kritis kepada pemerintah.

Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia, Yukki Nugrahawan Hanafi, mengimbau agar Kementerian Perdagangan (Kemendag) serta kementerian/lembaga terkait melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan dalam penyusunan kebijakan tersebut.

Menurut Yukki, keterlibatan ini krusial guna penyempurnaan kebijakan dan mengantisipasi dampak yang mungkin timbul.

“Kadin Indonesia menghimbau agar Kementerian Perdagangan juga K/L terkait dapat melibatkan pelaku usaha, asosiasi, dan himpunan melalui forum dialog dalam proses penyusunan dan finalisasi kebijakan ini, guna penyempurnaan kebijakan dan agar semua dampak yang mungkin timbul dapat dihindari,” ujarnya.

Terkait pernyataan tentang produk impor yang membanjiri pasar memang menjadi perhatian serius. Kadin berharap pemerintah menelaah lebih lanjut jenis produk dan jalur masuknya, terutama yang masuk secara ilegal. Agar jalur masuk illegal (illegal import) yang marak menjadi jalur masuk ke pasar dalam negeri dapat ditindak dengan tegas.

“Kami merekomendasikan pemerintah untuk membentuk satgas pemberantasan impor ilegal dan penertiban barang impor ilegal yang saat ini sudah berada di tengah masyarakat dengan melibatkan Kadin Indonesia beserta asosiasi dan himpunan,” ujar Yukki.

Dampak Kebijakan

 Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), Mohammad Faisal, khawatir Indonesia terkena dampak jika memberlakukan bea masuk barang China sebesar 200 persen.

Faisal sejatinya merespon positif wacana kebijakan bea masuk barang China sebesar 200 persen. Akan tetapi, dia mempertanyakan alasan pemerintah dalam menerapkan peraturan ini.

“Sekarang ingin menaikan lagi tarif sampai 200 persen, ini yang perlu dilihat kenapa 200 persen? Karena ini jelas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang sudah diberlakukan selama ini, hampir nol persen,” ujarnya kepada Kabar Bursa.

Menurut Faisal, wacana ini merupakan langkah drastis yang memungkinkan adanya konsekuensi terhadap China. Sehingga, kata dia, pemerintah benar-benar harus siap dalam menjalankan kebijakan ini.

Sebab, Faisal khawatir jika kebijakan ini sudah ditetapkan, China bakal melakukan retaliasi, sama halnya dengan yang mereka lakukan terhadap Uni Eropa.

“Jadi karena ini langkah drastis, maksudnya ada kemungkinan besar China akan melakukan retaliasi itu sebagaimana China juga melakukan retaliasi terhadap Uni Eropa yang baru-baru ini memasang tarif untuk produk EV mereka yang diekspor ke Eropa. Itu yang perlu diantisipasi,” ucap Faisal.

Lebih jauh, dia juga mempertanyakan peraturan pengenaan bea 200 persen untuk barang dari China ini berlaku sementara atau permainan.

“Jangan-jangan (wacana ini) temporer dan tidak ada langkah ikutan untuk mempersiapkan, nanti ketika sudah dicabut tarif 200 persen terus apa? Jadi yang menjadi poin saya adalah selesai kan ini kepada akar permasalahannya. Bukan sifatnya hanya untuk kepentingan sesaat,” jelasnya.

Sebagaimana diketahui, pengenaan bea masuk hingga 200 persen pada barang-barang asal China merupakan respons terhadap perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS).

Perang dagang antara China dan AS telah menyebabkan over capacity dan over supply di China, yang berimbas pada membanjirnya produk-produk seperti pakaian, baja, dan tekstil ke Indonesia. Hal ini terjadi karena pasar negara-negara Barat menolak produk-produk tersebut.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan kemungkinan penerapan pajak tinggi terhadap barang-barang impor dari China sebagai langkah untuk mengatasi banjirnya produk dari negara tersebut.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Budi Santoso, mengatakan bahwa pajak tersebut bisa mencapai 200 persen, tergantung hasil penyelidikan.

“Ya, bisa saja dikenakan 200 persen, tergantung hasil penyelidikannya. Kita tunggu dulu, masih dalam proses,” ujarnya.

Budi menjelaskan bahwa saat ini sedang berlangsung penyelidikan oleh Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) terkait dengan lonjakan impor dari China.

Setelah penyelidikan selesai, pajak atau bea masuk akan ditetapkan melalui mekanisme Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP).