KABARBURSA.COM – Kamar Dagang Indonesia (Kadin) angkat bicara mengenai langkah pemerintah yang memutuskan untuk melanjutkan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) serta rencana alokasi gas bumi untuk domestik (DMO) hingga 60 persen dari total produksi.
Wakil Ketua Umum Koordinator Peningkatan Kualitas Manusia, Ristek, dan Teknologi Kadin, Carmelita Hartoto, menyampaikan bahwa para pengusaha masih bersikap menunggu dan melihat (wait and see) terkait keputusan ini, mengingat situasi yang masih berada dalam masa transisi pemerintahan.
“Kalau saya sih gini ya, sekarang ini kan masih lagi transisi (pemerintahan). Kita, untuk perusahaan hilirisasi sendiri, hilirisasi energi kita masih mempersiapkan. Nah kita ini betul-betul mau mengajak pemerintah,” katanya dalam konferensi pers, Selasa 16 Juli 2024.
Carmelita menambahkan bahwa kebijakan ini dirasa belum konsisten, terutama karena pemerintahan yang baru mungkin memiliki pandangan yang berbeda. Ia menjelaskan bahwa pemerintahan saat ini masih dipimpin oleh Presiden Jokowi, dan ke depan masih harus dilihat bagaimana pemerintahan berikutnya akan bersikap. Menurutnya, saat ini semua perusahaan masih merasa tidak jelas mengenai arah kebijakan ini, karena pemerintahan yang akan datang mungkin memiliki pemikiran yang berbeda.
“Pemerintahnya ini kan masih pemerintahnya Pak Jokowi. Ke depan kita masih harus lihat pemerintah yang depannya seperti apa. Jadi untuk melihat, memberikan pandangan bagaimana nanti kedepannya, apakah PGN akan melakukan ini, ini masih blur semua perusahaan. Masih blur semua, karena tentunya dari pemerintahan yang berikutnya, kan pasti kan ada hal-hal yang punya pemikiran yang berbeda,” jelasnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Kadin Indonesia, Arsjad Rasjid, menyatakan bahwa jika aturan DMO gas sebesar 60 persen dirasa mendesak untuk diterapkan, maka para pengusaha akan mematuhi kebijakan tersebut.
“Kalau bicara DMO itu harus, karena sebagian dari yang harus dilakukan, yang kita lihat adalah kalau memang dibutuhkan, kita harus lakukan, karena jangan sampai kita tidak kompetitif,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa upaya memperpanjang harga gas bumi tertentu (HGBT) bagi industri dalam negeri menghadapi tantangan besar dan tidak mudah. Ada penolakan kuat dari berbagai pihak terkait.
“Kami berjuang selama dua tahun dan itu tidak mudah karena kami berhadapan dengan pihak-pihak yang sama saat memperjuangkan HGBT. Namun, Alhamdulillah, kami membawa kabar baik. Bapak Presiden dalam ratas (rapat terbatas) kemarin menyetujui pembentukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) gas bumi untuk kebutuhan domestik,” kata Agus Gumiwang dalam acara Sosialisasi Peraturan Pemerintah No 20 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri di Kantor Kemenperin.
Walaupun ada banyak rintangan, pemerintah telah menyetujui untuk melanjutkan program HGBT.
“Ini adalah tantangan berat yang kami hadapi. Ada kekuatan besar yang mencoba menghalangi keberhasilan program HGBT. Namun, kami dari Kemenperin tidak akan menyerah,” kata Agus.
Saat ini, tujuh sektor industri yang menerima HGBT meliputi industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Program HGBT ini menetapkan harga gas bumi sebesar USD6 per juta British Thermal Unit (MMBTU).
“Selain menyetujui perpanjangan program HGBT, perlu juga dilakukan kajian mendalam untuk menambah sektor-sektor baru di luar tujuh sektor tersebut,” jelas Agus.
Presiden Jokowi telah menyetujui kajian perluasan penerima program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau harga gas murah sebesar USD6 per MMBTU untuk industri. Keputusan ini diambil setelah persetujuan perpanjangan program HGBT untuk tujuh sektor industri.
IPGI Tolak Kebijakan
Ikatan Perusahaan Gasbumi Indonesia (IPGI) menyatakan ketidaksetujuannya terhadap keinginan pemerintah untuk memperpanjang kebijakan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau gas murah dengan harga USD6 per MMBTU.
Ketua Umum IPGI, Eddy Asmanto menegaskan bahwa perpanjangan HGBT seharusnya tidak dilakukan tanpa melakukan evaluasi menyeluruh terlebih dahulu.
Eddy mengungkapkan bahwa kebijakan HGBT belum pernah dievaluasi sejak diterapkan, sehingga belum diketahui apakah penurunan pendapatan negara di sektor hulu berdampak positif pada sektor hilir.
“Karena sebenarnya kebijakan HGBT sampai saat ini belum pernah dievaluasi, apakah penurunan pendapatan negara di sektor hulu itu memang memberikan efek di sektor hilir,” ujar Eddy dalam program Kabar Bursa Hari Ini (KBHI) yang ditayangkan di channel YouTube Kabar Bursa, Selasa, 9 Juli 2024.
Menurut Eddy, meskipun penurunan pendapatan di sektor hulu diharapkan memberikan imbalan di sektor hilir, seperti peningkatan pajak, pendapatan dari pengembangan industri, dan penyerapan tenaga kerja, namun belum ada bukti nyata bahwa tujuan tersebut tercapai.
“Tetapi sampai saat ini kan belum pernah diterapkan evaluasi apakah benar tujuan tersebut tercapai?” ujarnya.
Selama empat tahun terakhir, perusahaan gas bumi mengalami penurunan pendapatan akibat kebijakan HGBT. Eddy menjelaskan, bahwa pada awalnya, perusahaan gas bumi mendukung HGBT karena dinilai bisa mendorong perkembangan industri. Namun, tanpa adanya evaluasi, IPGI merasa keberatan karena kebijakan tersebut telah mengorbankan pendapatan usaha mereka.
“Kami merasa keberatan, karena selama empat tahun kami betul-betul mengorbankan penurunan pendapatan di dalam usaha kami,” pungkas Eddy.