Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Emiten Tekstil ini Kian Kusut, Utang Bengkak-PHK Karyawan

×

Emiten Tekstil ini Kian Kusut, Utang Bengkak-PHK Karyawan

Sebarkan artikel ini
SRIL
Salah satu pabrik tekstil di Indonesia, SRIL, belum bisa mengurai benang kusut di perusahaannya. Foto: Int

KABARBURSA.COM – Emiten tekstil ini semakin kusut. PT Sri Rezeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex tengah menghadapi masalah yang semakin kompleks. Dalam keterbukaan informasi terbaru, perusahaan tekstil ini mengumumkan peningkatan utang yang signifikan dan status karyawan yang dirumahkan.

Peningkatan Utang dan Kondisi Keuangan

Dalam laporan keuangan terbaru, SRIL mencatat peningkatan utang usaha jangka panjang dan pendek sebesar USD11,61 juta. Manajemen SRIL menjelaskan bahwa peningkatan ini disebabkan oleh menurunnya kemampuan perusahaan untuk membayar utang usaha, serta kondisi perusahaan yang sedang dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

“Sehingga beberapa vendor membutuhkan uang muka (down payment) terlebih dahulu untuk pembelian bahan baku,” tulis manajemen SRIL, dikutip Senin, 22 Juli 2024.

Rincian utang usaha per 31 Maret 2024 adalah sebagai berikut:

  • Utang belum jatuh tempo: USD31,67 juta (naik USD8,7 juta dibandingkan Desember 2023).
  • Utang jatuh tempo dalam 30 hari: naik USD630.000.
  • Utang jatuh tempo dalam 31-90 hari: naik USD1,2 juta.
  • Utang jatuh tempo dalam 91-180 hari: naik USD468.000.

SRIL juga telah melakukan restrukturisasi surat utang jangka pendek (MTN) yang awalnya jatuh tempo pada 18 Mei 2021 menjadi 29 Agustus 2027.

“Dikarenakan masalah kas, perusahaan mengajukan relaksasi terhadap pembayaran pokok dan bunga MTN,” jelas manajemen SRIL.

Efisiensi dan Pengurangan Karyawan

Dalam upaya efisiensi, SRIL telah merumahkan beberapa karyawan, yang terlihat dari penurunan jumlah karyawan dari 16.370 pada 31 Desember 2022 menjadi 14.138 pada 31 Desember 2023. Manajemen SRIL juga menjelaskan adanya kenaikan signifikan dalam biaya tidak langsung lain-lain pada beban penjualan, yang didorong oleh peningkatan indirect labor, yakni pekerja yang dirumahkan namun masih menerima sebagian gaji.

Kinerja Keuangan yang Buruk

Sebelumnya, diberitakan bahwa Sritex membukukan kerugian bersih sebesar USD174,84 juta sepanjang 2023. Meskipun kerugian ini turun 56 persen dari kerugian sebesar USD395,56 juta (Rp6,33 triliun) pada 2022, kinerja bottom line perusahaan masih buruk.

Pendapatan perusahaan turun tajam sepanjang tahun lalu, mencatatkan penurunan penjualan hingga 38 persen, dari USD524,56 juta pada 2022 menjadi USD325,08 juta pada 2023. Penurunan pendapatan ini menjadi faktor utama yang mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, SRIL terus berupaya mencari solusi untuk mengatasi masalah keuangan dan operasional yang semakin rumit.

Tertekan Sejak 2021

PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) mengungkapkan bahwa industri tekstil telah mengalami tekanan berat dalam beberapa tahun terakhir, baik di pasar ekspor maupun domestik.

Pada 2023, SRIL mencatat kerugian bersih sebesar USD175 juta, yang berkurang sekitar 44 persen dibandingkan dengan kerugian USD396 juta pada tahun sebelumnya. Corporate Secretary SRIL Willy Salam, menyatakan bahwa kinerja perseroan terdampak oleh penurunan permintaan di pasar ekspor.

Penurunan penjualan hampir merata terjadi di Amerika Serikat, Eropa, hingga Afrika. Faktor utama yang mempengaruhi adalah kondisi makroekonomi dan geopolitik yang mendorong inflasi secara global.

“Masyarakat global lebih mengutamakan kepada kebutuhan pangan dan energi,” kata Willy dalam keterangan resmi, 25 Juni 2024.

Tantangan Logistik dan Kondisi Domestik

Selain penurunan permintaan, SRIL juga menghadapi tantangan dalam pengiriman logistik. Biaya logistik meningkat, dan banyak perusahaan yang menghindari Terusan Suez sehingga jarak tempuh pengiriman menjadi lebih jauh.

Di dalam negeri, kondisi juga tidak kondusif. SRIL berencana fokus menggarap pasar domestik di tengah lesunya ekspor. Namun, maraknya impor pakaian ilegal membuat harga produk menjadi tidak kompetitif. Menurut Willy, hal ini dikarenakan tidak membayar pajak seperti halnya perusahaan domestik yang taat membayar pajak sesuai aturan yang ada.

Strategi Adaptif dan Optimisme Masa Depan

SRIL terus mereviu strategi secara berkala agar lebih adaptif terhadap dinamika industri. Efisiensi dalam rantai pasok dan sumber daya manusia (SDM) juga terus dilakukan. Manajemen optimistis bahwa SRIL dapat meningkatkan kinerja keuangan secara bertahap di tahun-tahun mendatang, meskipun perekonomian masih menghadapi banyak tantangan hingga 2025.

“Keyakinan kami tersebut didasarkan pada kinerja 2023 yang sudah mampu menekan kerugian jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” tambah Willy.

Dengan beragam strategi adaptif dan efisiensi yang terus dilakukan, SRIL berharap dapat melewati masa sulit ini dan kembali ke jalur pertumbuhan yang positif di masa depan.

PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) terus berupaya mengatasi berbagai tantangan ekonomi global dan domestik yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Faktor-faktor makroekonomi seperti suku bunga dan inflasi yang tinggi serta kondisi geopolitik terkait perang Rusia-Ukraina dan perang Israel-Palestina telah mengakibatkan penurunan permintaan global karena masyarakat lebih mengutamakan kebutuhan pangan dan energi. Selain itu, gangguan jalur pengiriman meningkatkan biaya logistik karena harus menghindari Terusan Suez.

Untuk menghadapi kondisi global yang menurun, SRIL beralih strategi dengan memperbesar porsi penjualan domestik. Namun, langkah ini terhambat oleh maraknya impor pakaian ilegal yang lebih murah karena tidak membayar pajak, berbeda dengan perusahaan domestik yang taat pajak.

Di tengah inflasi global yang diperkirakan masih tinggi pada tahun 2024 dan situasi geopolitik yang belum membaik, SRIL terus melakukan review dan evaluasi berkala atas strateginya untuk memastikan adaptasi yang efektif terhadap perubahan-perubahan kondisi makro dan mikro ekonomi serta geopolitik.(*)