KABARBURSA.COM – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat 10 emiten yang telah menerbitkan Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) sejak penerbitan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 18 Tahun 2023 tentang Penerbitan dan Persyaratan Efek Bersifat Utang dan Sukuk Berlandaskan Keberlanjutan.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi menuturkan, sejak tahun 2018 hingga Juni 2024, terdapat 10 emiten yang telah menerbitkan EBUS berlandaskan keberlanjutan. Dia menyebut, EBUS yang diterbitkan mencapai Rp34,19 triliun.
“Terdapat 10 emiten yang telah menerbitkan EBUS berlandaskan keberlanjutan dengan total penerbitan mencapai Rp34,19 triliun, yang mayoritasnya didominasi sektor keuangan, manufaktur, dan energi terbarukan,” kata Inarno dalam acara bertajuk Road to SAFE 2024: Strengthening ESG Implementation in Indonesia’s Business Sector, di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin, 22 Juli 2024.
Inarno menuturkan, seiring dengan diluncurkannya Indeks Saham Berbasis Tata kelola lingkungan, sosial, dan perusahaan (ESG) oleh IDX, jumlah reksadana berbasis ESG dan berkelanjutan terus mengalami peningkatan.
Inarno menyebut, hingga Juni 2024, reksadana berbasis ESG mencapai Rp8,21 triliun. Dia pun merinci, angka tersebut terdiri dari 34 produk yang berasal dari 19 manajer investasi (MI).
Inarno meyakini, pasar obligasi dan sukuk tematik di Indonesia masih akan terus berkembang pesat. Kendati saat ini, kata dia, perkembangannya masih tergolong lambar dan relatif kecil jika dibandingkan dengan seluruh obligasi dan sukuk tematik yang diterbitkan di ASEAN.
“Oleh karena itu, kami mendorong lebih banyak entitas untuk dapat menerbitkan EBUS berlandaskan keberlanjutan mengingat peran sektor swasta sangat lah penting untuk mencapai ekosistem keuangan di Indonesia,” jelasnya.
Melihat berbagai perkembangan tersebut, Inarno menyebut, OJK akan terus berkomitmen untuk melakukan upaya percepatan pasar modal Indonesia berbasis lingkunan yang berkelanjutan.
Akan tetapi, Inarno mengakui, OJK tidak bisa bergerak sendiri mendorong terimplementasinya pasar modal berbasis lingkungan. Karenanya, dia mengajak seluruh stakholder terkait untuk bersinergi mewujudkan pasar modal yang berkelanjutan.
“Tentunya OJK tidak dapat berjalan sendiri, oleh karena itu saya mengajak seluruh stakeholders untuk bersinergi dan bekerja sama dalam upaya menerapkan keuangan berkelanjutan di pasar modal Indonesia,” tutupnya.
Targetkan Rp200 Triliun
Sebelumnya, Inarno optimis dengan target penghimpunan dana di pasar modal Rp200 triliun tahun 2024. Mengacu pada data penawaran umum tahun 2024, penawaran umum didominasi oleh EBUS dengan nilai Rp80,13 triliun.
Adapun angka tersebut sama dengan 66,78 persen dari total penawaran umum yang diikuti penawaran umum terbatas Rp36,30 triliun dan IPO saham sebesar Rp3,56 triliun.
“Berdasarkan data historis 5 tahun terakhir, dari sisi jumlah penawaran umum, penerbitan EBUS merupakan yang tertinggi dengan jumlah 84 penawaran umum,” jelas Inarno, Rabu, 10 Juli 2024.
Berdasarkan data pipeline, tercatat sebanyak 79 perusahaan yang direncanakan IPO dengan nilai indikatif penawaran umum Rp11,08 triliun. Dari 79 perusahaan, sebanyak 7 perusahaan dengan nilai indikatif Rp3,88 triliun, dan 17 rencana penawaran EBUS dengan nilai indikatif Rp15,06 triliun.
Sementara itu, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) mencatat penerbitan EBUS selama kuartal I tahun 2024 diterima oleh 34 emiten. Secara rinci, sektor pembiayaan mendominasi penerbitan EBUS sebesar 39 persen, kemudian perbankan 9 persen, pertambangan 7 persen, sektor telekomunikasi 5 persen, property 2 persen, dan sektor lainnya 38 persen.
Adapun tujuan penerbitan EBUS untuk modal kerja dengan presentase 63 persen, refinancing 24,8 persen, investasi 6,2 persen, dan untuk kepentingan lainnya 5,9 persen. Sementara komposisi penerbitan EBUS di semester I 2024 yang dilakukan Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) sebesar Rp19,1 triliun, sedang perusahaan swasta Rp42,2 triliun.
Sementara presentasi tenor, 38 persen EBUS yang diterbitkan memiliki tenor 1 tahun, 31,1 persen 3 tahun, 23,1 persen 5 tahun, 2,6 persen 7 tahun, 0,8 persen 10 tahun, dan 4,4 persen dengan jangka waktu lainnya.
Sementara nlai yang diperdagangkan di semester I 2024, EBUS korporasi tercatat sebesar Rp484,8 triliun yang dikontribusikan oleh 156 emiten. Secara rinci, EBUS korporasi di dominasi dengan urutan sektor lembaga, kemudian perbankan, pulp and paper, kontruksi, pertambangan, perusahaan induk, dan sektor lainnya.
Total Emisi Obligasi
Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan pencatatan 1 saham, 4 obligasi, dan 1 sukuk selama sepekan periode 1-5 April 2024. Dengan begitu, total emisi obligasi dan sukuk yang sudah tercatat sepanjang tahun 2024 adalah 30 emisi dari 22 emiten senilai Rp32,86 triliun.
Dengan seluruh pencatatan tersebut, maka total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 560 emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp475,08 triliun dan USD46,1485 juta, yang diterbitkan oleh 129 emiten.
Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 186 seri dengan nilai nominal Rp5.915,00 triliun dan USD502,10 juta. Selain itu, di BEI telah tercatat sebanyak 10 emisi EBA dengan nilai Rp3,19 triliun.