Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Pasar Saham Dunia Merespons Langkah Biden, Ini Updatenya

×

Pasar Saham Dunia Merespons Langkah Biden, Ini Updatenya

Sebarkan artikel ini
Joe Biden
Joe Biden sebagai petahana melakukan debat pemilihan capres AS dengan Donald Trump sebagai lawannya. (Foto: Reuters)

KABARBURSA.COM – Keputusan Joe Biden untuk mundur dari pencalonan diri dari Partai Demokrat dan mendukung Kamala Harris, perempuan kulit hitam pertama yang maju di pilpres AS, menjadi pertimbangan penting bagi pasar saham utama dunia.

Sementara itu, para trader minggu ini akan fokus pada data aktivitas ekonomi di Eropa, pertumbuhan kuartal kedua AS, dan keputusan suku bunga bank sentral Kanada.

Wall Street di Amerika Serikat (AS) tampak lebih berfokus pada laporan pendapatan, seakan tidak terlalu memperhatikan keputusan Biden. Bursa Eropa kembali menguat setelah mengalami minggu terburuknya tahun ini.

Reaksi pasar terhadap keputusan Biden untuk mundur dari pencalonan dan mendukung Kamala Harris sejauh ini cukup tenang, dengan indeks kekuatan dolar Bloombergs turun 0,1 persen, sementara imbal hasil obligasi 10 tahun turun satu basis poin.

Partai Demokrat kini harus segera menyatukan dukungan untuk calon baru hanya beberapa minggu sebelum konvensi berlangsung. Mereka perlu segera membuat kemajuan untuk melawan calon terdepan dari Partai Republik, Donald Trump.

Para investor telah bertaruh pada kembalinya Trump ke Gedung Putih selama berminggu-minggu, salah satunya lewat aksi memangkas kepemilikan obligasi AS jangka panjang dan membeli Bitcoin.

Menurut pelaku pasar mereka sedang mempertimbangkan apakah “Trump Trade” masih berlangsung. Ketidakpastian ini dapat menyebabkan volatilitas pasar, meskipun untuk saat ini, banyak perhatian tertuju pada pendapatan dan prospek kebijakan moneter.

Ahli strategi Morgan Stanley Michael Wilson mengatakan pihaknya lebih fokus pada irama siklus bisnis daripada hasil pemilu.

“Sementara pasar telah mencerna meningkatnya peluang kemenangan Trump, kenaikan siklus dari sini kemungkinan akan bergantung pada pertumbuhan,” ujar Wilson.

Tampak indeks Stoxx 600 Eropa naik 0,9 persen, menutup penurunan 2,7 persen minggu lalu. Bursa saham AS masih mencatatkan kenaikan lebih tinggi.

Para investor lebih menyibukkan diri jelang laporan keuangan emiten-emiten besar minggu ini. Para ahli strategi di Morgan Stanley mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan di Eropa telah membuat awal yang positif untuk musim pelaporan kuartal kedua, dengan 29 persen mengalahkan ekspektasi laba.

Namun, Ryanair Holdings Plc gagal untuk meningkatkan rekor tersebut pada hari Senin, turun 13 persen setelah maskapai penerbangan murah asal Irlandia ini memangkas proyeksi harga tiket pada periode perjalanan musim panas yang krusial karena konsumen semakin berhati-hati.

Rivalnya, EasyJet Plc dan IAG SA juga jatuh, menyeret turun subindeks perjalanan dan liburan.

Di AS, Tesla Inc dan Alphabet Inc akan menjadi yang pertama dari “Magnificent Seven” yang akan melaporkan kinerja keuangannya pada Selasa waktu setempat.

Para analis kemungkinan akan menekan raksasa kendaraan listrik Elon Musk ini mengenai perkembangan rencana robotaksi. para investor akan menyelidiki detail peningkatan pendapatan induk Google dari kecerdasan buatan (AI).

Bursa Asia tengah diselimuti pelemahan efek sektor teknologi yang lemah. Surat utang China kemudian menjadi sorotan, menguat setelah bank sentral memangkas suku bunga kebijakan.

xSaham-saham di bursa China jatuh, karena para investor terus mengekspresikan kekecewaan mereka atas kurangnya langkah-langkah stimulus yang kuat dari pertemuan besar Partai Komunis baru-baru ini.

BI Ungkap Pengaruhnya

Bank Indonesia (BI) memprediksi dinamika politik seputar pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) pada November nanti tidak akan mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar. Justru yang paling berpengaruh mempengaruhi adalah suku bunga acuan Federal Reserve (the Fed).

Kepala Grup Pengelolaan Moneter dan Aset Sukritas BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan kondisi pilpres AS 2016 berbeda dengan tahun ini ini. Kala itu, dalam berbagai survei Donald Trump dinyatakan kalah dengan Hilarry Clinton.

“Hasilnya (Trump) menang. Ini mengejutkan dunia. Indeks dolar menguat dan membuat mata uang negara berkembang melemah,” terang Ramdan Denny.

Namu kini, kondisinya berbeda. Beberapa survei sudah menyebut Trump bisa mengalahkan Joe Biden. Meskipun Biden mundur dalam kontestasi dan digantikan Kamala Harris, hasilnya tidak akan mengejutkan pasar.

Justru yang paling dicermati pasar saat ini adalah suku bunga acuan bank sentral Federal Reserve. Banyak pelaku pasar yang optimistis the Fed akan menurunkan suku bunga acuan tahun ini bahkan hingga dua kali. Hal ini dikarenakan inflasi AS sudah terkendali menuju target 2 persen.

“The Fed diprediksi akan menurunkan suku bunga acuan mulai September. Langkah ini akan diikuti oleh negara maju. Kapan? Mungkin tahun depan. Uni Eropa sudah menurunkan kemarin,” terang Ramdan Denny.

Sentimen ini telah membuat banyak pelaku opitimistis akan kondisi dan prospek ekonomi yang membaik. Hal ini mendorong masuknya arus modal asing (capital inflow) ke negara-negara berkembang.

“Potensi rupiah menguat akan terbuka. Bunga peak akan turun. Kita lihat di 2024,” ungkap Ramdan Denny. (*)