KABARBURSA.COM – Pada penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin, 22 Juli 2024, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau.
IHSG ditutup pada level 7.321,97, mengalami kenaikan sebesar 27,48 poin atau 0,38 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di level 7.294,49.
Sebaliknya, nilai tukar rupiah melemah pada penutupan perdagangan pasar spot hari yang sama.
Mengutip data dari RTI, sebanyak 318 saham bergerak naik (zona hijau), sementara 265 saham lainnya mengalami penurunan (zona merah). Sebanyak 212 saham lainnya stagnan.
Jumlah transaksi pada perdagangan sore ini mencapai Rp8,3 triliun dengan volume perdagangan sebanyak 16 miliar saham.
Beberapa saham yang menjadi top gainers dan mendorong kenaikan IHSG antara lain Delta Dunia Makmur (DOID) yang melonjak 7,4 persen ke level Rp725 per saham, BRI Syariah (BRIS) yang bertambah 4,4 persen ke posisi Rp2.560 per saham, dan Indosat (ISAT) yang menguat 3,9 persen ke level Rp11.950 per saham.
Sebaliknya, saham-saham yang menjadi top losers dan menekan IHSG termasuk Sepeda Bersama Indonesia (BIKE) yang jatuh 9 persen ke posisi Rp650 per saham, Samudera Indonesia (SMDR) yang melemah 4,7 persen ke level Rp362 per saham, dan Industri Jamu dan Farmasi Sidomuncul (SIDO) yang terkoreksi 2,6 persen ke posisi Rp725 per saham.
Di sisi lain, bursa saham di Asia mayoritas mengalami pelemahan. Indeks Shanghai Komposit turun 0,61 persen atau 18 poin ke posisi 2.964,21, indeks Nikkei melemah 1,16 persen atau 464,8 poin ke posisi 39.599, dan indeks Strait Times terkoreksi 0,13 persen atau 2,6 poin ke level 3.444,87. Sementara itu, indeks Hang Seng di Hong Kong mencatatkan penguatan sebesar 1,2 persen atau 218,2 poin ke posisi 17.635,88.
Pergerakan IHSG yang positif pada hari ini menunjukkan adanya optimisme di kalangan investor meski pasar Asia umumnya melemah. Ini juga mencerminkan sentimen positif di pasar domestik yang mampu mengatasi tekanan eksternal. Perkembangan ini penting untuk dicermati oleh para pelaku pasar dan investor dalam merencanakan strategi investasi ke depan.
Nilai Tukar Rupiah Melemah
Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot sore ini ditutup melemah.
Mata uang Indonesia ini ditutup pada level Rp16.220 per dolar AS, turun 29 poin atau 0,18 persen dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di level Rp16.191 per dolar AS.
Mengacu pada kurs tengah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah pada Senin, 22 Juli 2024 berada di level Rp16.228 per dolar AS. Ini menunjukkan pelemahan dibandingkan dengan kurs pada Jumat, 19 Juli 2024 yang berada di level Rp16.199 per dolar AS.
Pelemahan rupiah ini terjadi di tengah penguatan IHSG, mencerminkan tekanan eksternal yang masih mempengaruhi mata uang domestik meskipun pasar saham mengalami kenaikan.
Investor perlu memperhatikan perkembangan ini dalam konteks kondisi ekonomi global yang dinamis dan sentimen pasar yang fluktuatif.
Pemilu AS tak akan Guncang Rupiah
Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa dinamika politik terkait pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) yang akan berlangsung pada bulan November mendatang tidak akan berdampak signifikan terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Faktor utama yang berpotensi mempengaruhi adalah kebijakan suku bunga acuan Federal Reserve (the Fed).
Kepala Grup Pengelolaan Moneter dan Aset BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa situasi pilpres AS tahun ini berbeda dengan tahun 2016. Pada saat itu, berbagai survei menunjukkan bahwa Donald Trump kalah dari Hillary Clinton.
Namun, hasil yang tak terduga terjadi, Trump menang. Hal ini mengejutkan dunia, menguatkan indeks dolar, dan melemahkan mata uang negara berkembang, terang Ramdan Denny di Sumba, Nusa Tenggara Timur, Senin 22 Juli 2024.
Kondisi saat ini berbeda. Beberapa survei menunjukkan bahwa Trump berpotensi mengalahkan Joe Biden. Meski Biden mundur dari kontestasi dan digantikan oleh Kamala Harris, hasil tersebut diperkirakan tidak akan mengejutkan pasar.
Yang saat ini menjadi perhatian utama pasar adalah suku bunga acuan Federal Reserve. Banyak pelaku pasar optimistis bahwa the Fed akan menurunkan suku bunga acuan tahun ini, mungkin hingga dua kali, karena inflasi AS telah terkendali menuju target 2 persen.
Diprediksi bahwa the Fed akan mulai menurunkan suku bunga acuan pada bulan September. Langkah ini kemungkinan akan diikuti oleh negara maju lainnya, mungkin tahun depan. Uni Eropa telah melakukan penurunan sebelumnya, jelas Ramdan Denny.
Sentimen ini telah mendorong optimisme di kalangan pelaku pasar mengenai perbaikan kondisi ekonomi. Hal ini, pada gilirannya, memicu masuknya arus modal asing (capital inflow) ke negara-negara berkembang.
Potensi penguatan rupiah terbuka lebar. Bunga puncak diperkirakan akan turun. Kita akan melihat bagaimana perkembangan ini pada tahun 2024, tutup Ramdan Denny. (*)