KABARBURSA.COM – Fluktuasi nilai tukar pada paruh pertama tahun ini mulai mereda ketika arus dana asing mulai membanjiri pasar uang Indonesia. Bank Indonesia melaporkan adanya capital inflow sebesar Rp120 triliun pada semester I 2024.
Kepala Grup Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas BI, Ramdan Denny Prakoso, menyatakan bahwa fluktuasi nilai tukar rupiah yang mencapai Rp16.000 per dolar AS pada Mei-Juni 2024 disebabkan oleh arus keluar dana untuk pembayaran dividen.
“Setiap tahun memang puncak arus keluar dana mulai April dan mencapai puncaknya pada Mei-Juni karena pembayaran dividen. Kami tidak terkejut dengan fenomena seperti ini, repatriasi dividen. Yang kami khawatirkan adalah jika periode ini terjadi bersamaan dengan sentimen risk off di pasar global, ini akan terkompensasi jika ada inflow di portofolio kami,” ujarnya, dikutip Selasa, 23 Juli 2024.
Risk off adalah fenomena di mana investor cenderung menghindari risiko dalam investasi. Pada Mei 2024, imbal hasil investasi pada surat utang Amerika, US Treasury Bonds, dengan tenor 2 tahun, melonjak mendekati 5 persen.
Angka tersebut tercatat sebagai yang tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Akibatnya, pasar uang dan pasar saham bergejolak, dan banyak yang memilih menempatkan dana pada surat utang Amerika Serikat tersebut. Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak oleh sentimen kenaikan imbal hasil US Treasury Bonds. Nilai tukar rupiah sempat melemah hampir mencapai Rp16.500 per dolar AS.
“Kenapa rupiah tertekan dalam pada April-Mei 2024? Karena fenomena risk off tadi dan repatriasi dividen adalah sesuatu yang normal, yang kami antisipasi jika terjadi risk off di pasar global,” kata Denny.
Denny, yang per 1 Oktober akan mendapatkan penugasan baru sebagai Kepala Departemen Komunikasi BI, meyakini bahwa kondisi pasar uang RI saat ini berada pada tren positif. Hal itu, sambungnya, terlihat dari aliran modal asing ke sistem keuangan RI.
Berdasarkan data BI, hingga semester I 2024, total aliran dana asing (capital inflow) mencapai Rp120 triliun atau sekitar USD7,5 miliar. Dari dana tersebut, sebagian besar masuk ke Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp162 triliun.
Besarnya dana asing yang masuk di SRBI dipakai untuk ‘menutupi’ capital outflow. Dana asing yang keluar terbesar terjadi pada surat berharga negara (SBN) yang mencapai Rp31 triliun. Kemudian diikuti pasar modal sebesar Rp3 triliun.
“Bulan terberat memang April, karena memang sempat melihat ada outflow SBN sebesar Rp52 triliun, saham Rp20 triliun. Saat itu SRBI masih inflow tetapi enggak banyak, sekitar Rp12 triliun,” kata Denny.
Dalam dua bulan terakhir, ungkapnya, terjadi penguatan kebijakan BI, salah satunya dengan penaikan suku bunga acuan menjadi 6,25 persen, sehingga terjadi lonjakan penempatan dana pada SRBI. “Kami melihat memang dalam 2 bulan terakhir, terutama Juni dan Juli, net inflow SBN. Saham masih outflow bulan Juni. Juli demikian, tapi size belum banyak, sehingga memang secara keseluruhan inflow masih SRBI. Kami melihat optimisme proses outflow sudah selesai. Juni dan Juli secara neto di saham dan SBN terjadi inflow, inline kita akan mendapatkan inflow lebih banyak lagi,” ujarnya.
Rupiah Hari ini
Nilai tukar rupiah ditutup melemah terhadap dolar AS pada Senin, 22 Juli 2024 seiring dengan pengumuman mundurnya Joe Biden dari kontestasi Pilpres AS 2024. Rupiah ditutup melemah 0,18 persen atau susut 29 poin ke level Rp16.220 per dolar AS. Pada pagi ini, Selasa, 23 Juli 2024, mata uang rupiah dibuka menguat ke posisi Rp16.210 per dolar AS.
Ketidakpastian eksternal yang meningkat, terutama terkait pemilihan presiden AS, diperkirakan dapat memperburuk sentimen risiko pasar yang berpotensi melemahkan rupiah.
Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengungkapkan bahwa mundurnya Joe Biden dari bursa pemilihan presiden AS meningkatkan ketidakpastian, sehingga memperburuk sentimen pasar yang didorong oleh risiko.
“Hal ini, ditambah dengan kekhawatiran bahwa potensi kepresidenan Trump juga dapat menyebabkan lebih banyak konflik dengan China, sehingga membebani mata uang regional,” ujar Ibrahim dalam riset hariannya, Selasa, 23 Juli 2024.
Ibrahim menjelaskan bahwa Biden mendukung Wakil Presiden Kamala Harris, yang kini kemungkinan akan berhadapan dengan kandidat terdepan dari Partai Republik, Donald Trump, dalam pemilihan presiden mendatang.
Selain itu, Trump terlihat unggul dalam jajak pendapat dibandingkan Biden dan Harris, menurut data CBS pekan lalu.
Para analis memperkirakan kepresidenan Trump berpotensi menghasilkan inflasi yang lebih tinggi, terutama jika ia melanjutkan kebijakan pembatasan perdagangan yang lebih ketat dan tarif impor yang lebih tinggi terhadap China.
Di sisi lain, sentimen domestik menunjukkan pasar terus memantau nasib APBN 2025 di bawah pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming yang berada dalam dilema. Pasangan tersebut harus merealisasikan janji politik mereka kepada masyarakat.
Ibrahim juga menyebutkan bahwa anggaran terbatas akibat warisan utang yang menggunung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ditambah lagi, belanja yang semakin besar seperti program makan bergizi gratis yang direncanakan tahun depan senilai Rp71 triliun, kenaikan gaji PNS, food estate, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, serta program-program prioritas lainnya yang membutuhkan dana besar.
“Kemudian, sinyal kenaikan gaji bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun depan, termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) di dalamnya,” kata Ibrahim.
Ibrahim memproyeksi, pada perdagangan Selasa 23 Juli 2024, mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp16.210 – Rp16.260 per dolar AS.
Rupiah di pasar spot turun 0,18 persen ke level Rp16.220 per dolar AS pada perdagangan. Sementara itu, di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah juga melemah 0,18 persen ke Rp16.228 per dolar AS pada perdagangan. (*)