KABARBURSA.COM – Deputi III Bidang Pengembangan Usaha dan BUMN Riset dan Inovasi Kemenko Perekonomian Elen Setiadi melaporkan, nilai transaksi bursa karbon di Indonesia telah mencapai Rp36,7 miliar sejak awal peluncurannya pada 26 September 2023 lalu sampai dengan 30 Juni 2024.
Volume transaksi perdagangan di bursa karbon juga tercatat sebanyak 608 ribu ton CO2 ekuivalen.
“Sejak peluncuran sampai akhir Juni 2024 nilainya telah mencapai Rp36,7 miliar dengan volumenya mencapai 608 ribu ton CO2 ekuivalen. Perdagangan karbon ini diharapkan menjadi instrumen vital dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target dekarbonisasi,” kata Elen saat menyampaikan sambutan dalam webinar bertajuk Perdagangan dan Bursa Karbon di Indonesia 2024 di Jakarta, Selasa, 23 Juli 2024.
Adapun selama semester I-2024, Pemerintah mencatat nilai transaksi karbon mencapai Rp5,9 miliar dengan volume transaksi 114,5 ribu ton CO2 ekuivalen.
Elen menyampaikan, perdagangan karbon ini diharapkan menjadi instrumen vital dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan mencapai target emisi nol karbon (NZE) yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk 2060.
Global Risk Report 2024 dari World Economic Forum telah memberikan peringatan bahwa lima dari sepuluh risiko terbesar yang dihadapi dunia dalam satu dekade mendatang berkaitan erat dengan perubahan iklim.
Untuk memangkas GRK dan menuju emisi nol karbon, sebanyak 196 negara telah sepakat mengadopsi Paris Agreement pada 2015.
Komitmen ini bertujuan untuk menjaga agar kenaikan suhu tidak melampaui batas 1,5 derajat celcius dan mengurangi emisi global sebesar 45 persen pada 2030.
Sampai dengan April 2024, suhu rata-rata permukaan bumi sudah mencapai 1,28 derajat celcius di atas suhu era pra-industri.
Berdasarkan tren ini, lembaga riset Copernicus Climate Change Service juga memperkirakan kenaikan suhu bumi akan mencapai 1,5 derajat pada Mei 2033. Menurut Elen, hal ini perlu untuk menjadi perhatian bersama.
Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,20 persen dengan dukungan internasional.
“Upaya tersebut tentunya membutuhkan dukungan finansial yang sangat tidak sedikit, oleh karena itu pemerintah telah menerbitkan beberapa regulasi diantaranya adalah Perpres 98 tahun 2021 tentang nilai ekonomi karbon, pelaksanaan penyelenggaraan nilai ekonomi dilakukan melalui mekanisme perdagangan karbon,” ujarnya.
Elen menilai, untuk mencapai target ini, skema pembayaran berbasis kinerja melalui Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) menjadi salah satu strategi dari Pemerintah.
Ia merinci, Provinsi Kalimantan Timur akan menerima dana sebesar 110 juta dolar AS untuk reduksi emisi sebanyak 20 juta ton CO2 ekuivalen dari Forest Carbon Partnership Facility atau Carbon Fund.
Provinsi Jambi akan menerima sebesar 70 juta dolar AS untuk reduksi emisi sebanyak 14 juta ton CO2 ekuivalen dari BioCarbon Fund.
Selain itu, Green Climate Fund akan membayar sebesar 103,8 juta dolar AS untuk reduksi emisi sebanyak 20,3 juta ton CO2 ekuivalen, sementara Norwegia akan memberikan sebesar 156 juta dolar AS untuk reduksi emisi sebanyak 31,2 juta ton CO2 ekuivalen.
“Kerja-kerja pemerintah ini akan mencapai hasil yang lebih baik jika mendapat dukungan dari sektor swasta, akademisi, masyarakat sipil, serta media,” katanya.
Sebagai catatan, Berdasarkan data dari IDXCarbon, 68 pengguna jasa yang telah mendapatkan izin, sehingga total volume sebesar 608.740 ton setara CO2 (tCO2e) dan akumulasi nilai sebesar Rp36,79 miliar, dengan rincian nilai transaksi 26,85 persen di pasar reguler, 22,87 persen di pasar negosiasi, 50,23 persen di pasar lelang, dan 0,05 persen di marketplace.
Ke depan, potensi bursa karbon masih sangat besar mempertimbangkan terdapat 3.842 pendaftar yang tercatat di Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) dan tingginya potensi unit karbon yang dapat ditawarkan.
Langkah BEI
BEI berencana meluncurkan Net Zero Incubator yaitu sebuah sarana yang dihadirkan bursa untuk mendorong perusahaan-perusahaan tercatat mengedepankan konsep bisnis berkelanjutan atau environmental, social, and governance (ESG).
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik menjelaskan, Net Zero Incubator bisa dikatakan seperti wadah yang dibuka, utamanya untuk perusahaan tercatat yang mau membuat peta jalan (roadmap) net zero mereka, tapi pemahaman mereka terbatas.
“Bursa akan membantu, dalam net zero ini ada beberapa kelas atau materi dalam menyusun roadmap, apa yang harus diperhatikan, upaya menurunkan emisi, dekarbonisasi dan lainnya,” ungkapnya, Jumat, 5 Juli 2024.
Menurutnya, bursa karbon hingga Juli 2024 belum sesuai ekspektasi. Pihaknya akan membantu perusahan untuk menghitung emisi, scope 1 dan scope 2. Dengan begitu, perusahaan tercatat akan tau saat ini nilai emisi mereka berada di mana.
“Perusahaan tercatat akan tahu apa targetnya, seperti apa, dan bagaimana mencapainya. Itu akan kita mulai dalam satu sampai dua bulan ini, secara voluntary dan multiindustry,” ujar Jeffrey.
Jeffrey mengatakan saat ini pihaknya masih menyiapkan modul, kurikulum, hingga narasumbernya. Bursa juga belum secara resmi membuka pendaftaran.
Adapun program ini diberikan gratis kepada perusahaan tercatat, yang diharapkan bisa mendorong bisnisnya mengedepankan prinsip ESG.
“Harapannya bursa karbon makin ramai, tapi sebenarnya ini juga untuk meningkatkan daya saing emiten-emiten kita. Siapa yang lebh cepat mengantisipasi kegiatan usaha ESG, daya saingnya ke depan akan lebih tinggi,” ungkap dia.
Adapun Net Zero Incubator ini terbuka untuk semua sektor dan tanpa paksaan alias bersifat sukarela. Namun dalam satu batch ditargetkan akan ada 80–100 emiten yang bergabung.
Seperti diketahui, nilai transaksi di bursa karbon dalam negeri masih minim. Namun tercatat sudah ada 67 pengguna jasa bursa karbon. Sementara carbon market unit mencapai 1,34 juta ton CO2 dengan dua proyek tercatat.
Selain itu, hadirnya Net Zero Incubator juga merupakan salah satu cara bursa membantu emiten dalam mencapai target net zero ini. Untuk tahap awal bursa akan mengajak 80-100 emiten, namun ini bergantung dari kesiapan dan kematangan emiten berdasarkan profilnya.
“Kami sadar betul kalau bursa karbon ini sesuatu yang sangat baru, oleh karena itu kami dalam waktu dekat selain mensosialisasi Net Zero Incubator untuk para emiten agar mudah menyusun strategi ESG jangka panjang,” lanjut dia.(yub/*)