KABARBURSA.COM – Harga saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) telah meningkat secara signifikan sebesar 15 persen dalam sepekan terakhir. Menurut data Bloombergs, saham GIAA ditutup pada harga Rp60 per saham pada akhir perdagangan Rabu, 24 Juli 2024.
Peningkatan harga saham GIIA sudah menjadi tren sejak pekan lalu. GIAA melonjak, termasuk pada perdagangan 22 Juli 2024, saham ini mencapai Rp59, meningkat 9,26 persen. Pada perdagangan 18 dan 19 Juli pekan lalu, saham GIAA juga menguat masing-masing sebesar 1,96 persen dan 3,85 persen.
Pada perdagangan 17 Juli, saham GIAA ditutup di Rp51. Dengan harga saat ini di Rp59, saham GIAA telah melonjak 13,55 persen. Saham Garuda masih tercatat di papan pemantauan khusus full call auction (FCA).
Dalam sepekan terakhir, harga saham mengalami kenaikan sebesar Rp8 atau 15,38 persen. Di tengah kenaikan harga saham GIAA, investor asing melakukan aksi jual dengan net sell mencapai Rp1,5 miliar dalam sepekan terakhir.
Kenaikan harga saham GIAA terjadi seiring dengan semakin gencarnya kabar bahwa perusahaan akan segera bergabung dengan Holding BUMN Aviasi dan Pariwisata, InJourney, dalam waktu dekat. GIAA sendiri akan menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 15 Agustus 2024 mendatang. Dalam pengumuman resmi yang dipublikasi Garuda, maskapai penerbangan nasional itu belum merinci mata agenda yang bakal menjadi pembahasan dalam RUPSLB. Yang jelas, RUPSLB ini digelar atas usulan pemegang saham seri A dwiwarna.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menyatakan bahwa RUPSLB yang akan dilaksanakan oleh Garuda Indonesia berkaitan dengan pengurus perseroan. “Mungkin ada pergantian pengurus lagi,” jawab singkat pria yang akrab disapa Tiko.
Selain itu, inisiatif pelaksanaan RUPSLB tersebut juga mungkin berhubungan dengan tindak lanjut rencana pemegang saham GIAA untuk merealisasikan penggabungan usaha (merger) Garuda Indonesia ke dalam ekosistem PT Aviasi Pariwisata Indonesia alias InJourney.
Tiko menambahkan bahwa peraturan pemerintah (PP) terkait proses integrasi antara Garuda Indonesia dan InJourney masih berjalan dan diharapkan dapat rampung pada tahun 2024 ini. “PP-nya sedang berjalan. Integrasinya dengan InJourney, bukan Pelita. Sekarang sedang menunggu proses pembuatan PP. Tahun ini insyaallah rampung,” ujar Tiko.
Secara terpisah, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra membantah bahwa RUPSLB tersebut berkaitan dengan integrasi Garuda Indonesia ke InJourney. Namun, ia juga belum mau mengungkapkan agenda yang akan dibahas dalam RUPSLB. Menurutnya, agenda RUPSLB akan diumumkan pada 24 Juli 2024 sesuai dengan ketentuan pasal 17 ayat 1 dan pasal 52 ayat 1 peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.15/POJK.04/2020 tentang rencana dan pelaksanaan RUPSLB.
Saat ditanya lebih lanjut mengenai kemungkinan adanya corporate action atau shareholder action dalam RUPSLB, Irfan meminta untuk menunggu. “Kita tunggu,” ujarnya.
Para analis telah memberikan pandangan terkait rencana Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Menteri BUMN Erick Thohir. Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Vicky Rosalinda, menyatakan bahwa pasar umumnya akan merespons positif bergabungnya Garuda Indonesia ke dalam InJourney. Langkah ini diperkirakan memberikan dampak baik bagi perusahaan dalam jangka waktu 5 hingga 10 tahun ke depan.
“Selain itu, GIAA dapat memperoleh keuntungan dengan bergabung ke dalam InJourney, serta memperkuat konektivitas udara dan ekosistem pariwisata Indonesia,” kata Rosalinda pada Kamis, 18 Juli 2024.
Namun, Rosalinda juga mengingatkan investor untuk mempertimbangkan beberapa hal dalam proses penggabungan tersebut, seperti struktur dan tata kelola InJourney serta strategi usaha untuk memulihkan keuangan GIAA ke depan. “Investor harus memperhatikan struktur dan tata kelola InJourney setelah GIAA bergabung, serta melihat strategi bisniss yang akan dijalankan untuk membantu GIAA dari kinerja yang kurang bagus, dan dampak rencana ini terhadap kinerja keuangan GIAA,” tuturnya.
Secara terpisah, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai rencana Kementerian BUMN untuk memasukkan GIAA ke dalam InJourney diperlukan untuk memperkuat konsolidasi perusahaan pelat merah. Namun, dia menekankan bahwa GIAA perlu meningkatkan pelayanan kepada pelanggan ke depannya. Langkah ini bertujuan untuk mendorong permintaan di sektor aviasi yang tertekan akibat tingginya harga tiket pesawat.
“Lesunya permintaan di sektor aviasi perlu diantisipasi pemerintah melalui penurunan tarif. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor lain, seperti harga bahan bakar avtur. Jika penurunan tarif diberlakukan, permintaan diharapkan bisa meningkat,” kata Nafan.
Mirae Asset Sekuritas tidak memberikan rekomendasi untuk GIAA karena saham maskapai BUMN tersebut dinilai tidak cukup likuid. “Saham Garuda Indonesia tidak bisa dianalisis jika harga sahamnya stagnan, lalu tiba-tiba naik, kemudian stagnan kembali. Jadi belum ada volume perdagangan yang cukup untuk membuat saham GIAA ini likuid,” pungkasnya. (*)