KABARBURSA.COM – Aset negara berkembang mengalami kerugian mingguan berturut-turut pertama sejak Mei, dihantam oleh kekhawatiran yang terus berputar di seputar persoalan ekonomi China dan penurunan saham teknologi.
Indeks saham MSCI ditutup turun 0,2 persen pada Jumat, menutup kerugian 1,6 persen untuk pekan ini, sementara indikator pendamping untuk mata uang melemah untuk keempat kalinya dari lima sesi terakhir.
“Pekan yang cukup sibuk karena kegelisahan seputar negara berkembang meningkat dengan China yang sedang berjuang, sementara Amerika Serikat [AS] terus menunjukkan pertumbuhannya yang konsisten saat ini tidak dapat ditandingi,” kata Juan Perez, direktur perdagangan di Monex USA.
Para pedagang mengkalibrasi ulang taruhan, merenungkan dampak pencalonan Wakil Presiden AS Kamala Harris bagi pasar, tambah Perez.
Untuk investor pasar berkembang, politik AS menambah kekhawatiran yang mencakup pendapatan global yang lesu dan kegelisahan seputar ekonomi China.
Sementara itu, saham Taiwan Semiconductor Manufacturing Co turut menyeret turun ekuitas negara berkembang, memperburuk situasi di pasar mata uang di mana dolar Taiwan dan mata uang Asia lainnya melemah.
Indeks pasar berkembang mengalami penurunan pada Jumat meskipun ada spekulasi bahwa Federal Reserve akan menurunkan suku bunga pada September. Data AS menunjukkan pengeluaran konsumsi pribadi inti meningkat pada kecepatan yang rendah pada bulan Juni dan belanja konsumen tetap sehat.
Di sisi lain, mata uang Amerika Latin mengalami pekan yang suram di tengah reli yen Jepang, mata uang pendanaan utama untuk perdagangan carry di kawasan tersebut. Hingga pukul 4:30 sore di New York, peso Meksiko stabil sementara real Brasil melemah terhadap dolar.
Meskipun posisi short JPY masih signifikan, ada alasan untuk percaya bahwa bagian perdagangan Amerika Latin telah mengalami penurunan yang signifikan, tulis ahli strategi JPMorgan Chase & Co, termasuk Anezka Christovova dalam sebuah catatan.
Tekanan Ekuitas
Ahli strategi Citigroup Inc Luis Costa dan Philip Yin menyatakan dampak tekanan saham global lebih lanjut pada pasar berkembang akan bervariasi.
Secara historis, mata uang seperti won, peso Cile, dan rupiah lebih sensitif terhadap aliran portofolio ekuitas, sementara mata uang berimbal hasil tinggi seperti real Brasil, peso Meksiko, forint, dan rand lebih merespons dana obligasi.
Untuk mata uang berimbal hasil rendah di Asia seperti KRW dan TWD, yang memiliki eksposur signifikan terhadap aliran ekuitas terkait teknologi dan semikonduktor, tekanan dari ekuitas mungkin lebih terasa, kata mereka.
Imbal hasil AS yang lebih tinggi telah meningkatkan permintaan untuk investasi keluar, sebagian mengimbangi efek aliran masuk ekuitas dan membuat mata uang ini sensitif terhadap suku bunga AS dan kinerja ekuitas teknologi.
Dalam obligasi, imbal hasil obligasi pemerintah acuan China turun ke rekor terendah, menguji tekad para pembuat kebijakan untuk membendung pergerakan tersebut. Bank sentral melihat imbal hasil yang sangat rendah membahayakan stabilitas keuangan dan membebani yuan. Survei menunjukkan bahwa 2,25 persen merupakan batas merah bagi PBOC untuk obligasi acuan 10 tahun.
Di tempat lain, skor kredit Paraguay dinaikkan ke peringkat investasi oleh Moody’s Ratings, menandai kemenangan bagi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di Amerika Selatan.
Bursa Asia Penuh Tekanan
Bulan Juli 2024 mencatatkan perjalanan yang penuh dinamika bagi bursa saham Asia, menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi para investor. Meskipun sejumlah indikator menunjukkan adanya tekanan, beberapa sektor tetap menunjukkan performa yang menjanjikan.
1. China dan Tekanan Ekonomi
Pasar saham China terus menghadapi tekanan akibat kekhawatiran terhadap perlambatan ekonomi yang berkepanjangan. Indeks Shanghai Composite dan Shenzhen Component mengalami penurunan signifikan di tengah kekhawatiran tentang ketidakpastian kebijakan ekonomi dan penurunan sektor properti. Dampak ini semakin terasa dengan penurunan saham teknologi yang signifikan, menyusul tindakan keras pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan teknologi besar.
2. Jepang dan Ketidakpastian Global
Bursa saham Jepang, melalui indeks Nikkei 225, juga mengalami fluktuasi sepanjang bulan. Kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi global dan dampak dari kebijakan moneter AS turut mempengaruhi sentimen pasar. Meskipun demikian, sektor otomotif dan teknologi tetap menjadi penopang utama, dengan beberapa perusahaan besar melaporkan hasil yang lebih baik dari perkiraan.
3. Korea Selatan dan Pengaruh Eksternal
Di Korea Selatan, indeks KOSPI menunjukkan performa yang bervariasi. Sektor semikonduktor terus mendominasi, namun kekhawatiran terhadap permintaan global dan tekanan dari pasar China mempengaruhi sentimen investor. Samsung Electronics dan SK Hynix tetap menjadi sorotan, dengan hasil kuartalan yang mempengaruhi pergerakan indeks.
4. India dan Pertumbuhan Ekonomi
India mencatatkan kinerja yang relatif lebih stabil dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya. Indeks Sensex dan Nifty 50 menunjukkan kenaikan yang dipicu oleh optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan reformasi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Sektor teknologi informasi dan farmasi menjadi sektor yang paling diminati oleh investor.
5. Asia Tenggara dan Diversifikasi Investasi
Pasar saham di Asia Tenggara, seperti Indonesia (IHSG), Malaysia (FBM KLCI), dan Thailand (SET Index), mengalami tantangan tersendiri. Meskipun demikian, diversifikasi investasi dan kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi memberikan harapan. Sektor perbankan dan konsumen menjadi fokus utama, dengan beberapa perusahaan melaporkan peningkatan laba yang signifikan.
Analisis dan Prospek
Secara keseluruhan, kinerja bursa Asia pada Juli 2024 mencerminkan dinamika global dan regional yang kompleks. Para investor terus memantau perkembangan ekonomi China, kebijakan moneter AS, serta isu geopolitik yang mempengaruhi sentimen pasar. Sementara itu, peluang tetap terbuka di sektor-sektor tertentu yang menunjukkan pertumbuhan dan stabilitas.
Ke depan, para analis memperkirakan volatilitas akan tetap tinggi, namun potensi pemulihan tetap ada seiring dengan langkah-langkah stimulus yang diambil oleh pemerintah di berbagai negara Asia. Bagi para investor, diversifikasi portofolio dan pemilihan sektor yang tepat akan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan di pasar saham Asia. (*)