KABARBURSA.COM – Perusahaan bidang consumer goods, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) hanya membukukan laba bersih Rp1,4 triliun pada kuartal II 2024. Hasil ini membuat laba sepanjang paruh pertama tahun ini menjadi Rp3,84 triliun.
Laba perusahaan milik konglomerat Anthoni Salim menyusut 31 persen secara tahunan (year on year/yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya, sebesar Rp5,56 triliun.
Laba bersih INDF pada kuartal II 2024 tergerus akibat kerugian kurs. Ini terjadi seiring nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang tercatat di level Rp16.421 pada penutupan buku kuartal II 2024.
“Kinerja laba bersih yang rendah pada kuartal II 2024 disebabkan oleh kerugian akibat fluktuasi nilai tukar, dengan rupiah yang berada di level Rp16.421 terhadap dolar AS pada akhir periode kuartal II 2024,” kata Lead Investment Analyst Stockbit, Edi Chandren.
Meski begitu, secara operasional laba usaha INDF tumbuh kuat pada periode April-Juni tahun ini menjadi Rp5,1 triliun. Angka ini lebih tinggi sekitar 28 persen yoy, namun lebih rendah 14 persen secara kuartalan (quarter on quarter/qoq).
Alhasil, sepanjang semester pertama tahun ini, laba usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk mampu tumbuh Rp11 triliun, dengan kenaikan 32 persen yoy dari Rp8,85 triliun di semester I 2024.
Tak hanya itu, raihan ini melampaui ekspektasi karena setara 56 persen/52 persen dari estimasi konsensus Stockbit tahun fiskal 2024, yang lebih tinggi dari historisnya di kisaran 45-50 persen.
Edi menuturkan laba bersih yang diperoleh INDF baru mencerminkan 40 persen dari estimasi konsensus pada 2024. Hal itu disebabkan laba bersih perseroan pada kuartal II 2024 terkoreksi 18 persen yoy menjadi Rp1,4 triliun.
Secara umum, laba usaha secara tahunan pada kuartal II 2024 dan semester I 2024 disebabkan oleh pemulihan margin laba kotor seiring normalisasi harga bahan baku gandum yang turun sekitar 15 persen yoy pada paruh pertama tahun ini. Imbasnya, margin laba kotor INDF meningkat ke level 35 persen pada kuartal II dan semester I tahun 2024, dengan kenaikan sekitar 400 basis points (bps) yoy.
Selain itu, pertumbuhan top line itu harus tergerus oleh beberapa pos beban. Misalnya, beban keuangan INDF membengkak 213,90 persen yoy menjadi Rp5,16 triliun dari Rp1,64 triliun.
INDF juga masih pajak final atas penghasilan bunga sebesar Rp143,21 miliar atau naik 90,80 persen yoy. Selain itu, INDF harus menanggung rugi neto entitas asosiasi dan ventura bersama sebesar Rp51,29 miliar.
Sementara itu, total aset INDF terpantau mengembang dari Rp186,58 triliun per 31 Desember 2022 menjadi Rp201,18 triliun per 30 Juni 2024. Artinya, akan kenaikan sekitar 7,82 persen.
Secara segmental, kenaikan margin utamanya ditopang oleh kinerja segmen consumer branded products di bawah anak usaha utama, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), yang margin laba usahanya naik hampir 200 bps yoy menjadi 22,4 persen/23,2 persen pada kuartal II/semester I 2024 berkat penurunan harga gandum tersebut.
Selain margin yang lebih baik, segmen ICBP juga mencatatkan pertumbuhan pendapatan yang relatif solid sebesar 9 persen dan 7 persen secara tahunan masing-masing pada periode April-Juni dan paruh pertama tahun 2024 sehingga dapat mengkompensasi lemahnya pendapatan dari segmen-segmen lain.
Sementara itu, Direktur Utama dan Chief Executive Officer INDF Anthoni Salim mengatakan, untuk core profit, yang mencerminkan kinerja operasional Perseroan, naik 22 persen menjadi Rp5,67 triliun dari Rp4,66 triliun pada semester pertama tahun lalu.
“Indofood telah dapat mencatatkan kinerja positif yang konsisten di semester pertama tahun 2024 ini. Namun demikian, kami tetap optimis dengan waspada di tengah berbagai ketidakpastian global, serta tetap menjaga posisi neraca yang kuat dan keseimbangan antara pangsa pasar dan profitabilitas,” ujarnya, dalam keterangannya dikutip Jumat, 2 Agustus 2024.
Adapun total aset INDF hingga Juni 2024 naik menjadi Rp 201,1 triliun dari akhir tahun 2024 yang sebesar Rp 186,5 triliun.
Prospek INDF
Sementara itu, prospek INDF pada kuartal II 2024 berpotensi lebih baik dibandingkan pada semester I 2024 berkat 2 faktor, yakni potensi ekspansi margin ICBP seiring semakin menurunnya harga gandum, dengan harga rata-rata pada Juli 2024 turun 4 persen dibandingkan rata-rata pada kuartal II 2024.
“Kami menilai prospek INDF pada semester II 2024 berpotensi lebih baik berkat dua faktor yakni semakin menurunnya harga gandum dengan dengan harga rata-rata pada Juli 2024 turun 4 persen dibandingkan rata-rata pada kuartal II 2024,” tuturnya.
Faktor kedua adalah prospek pulihnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS seiring ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) yang akan membalikkan kerugian kurs. Namun, preferensi kami ada pada ICBP dibanding INDF, sebab laba bersih ICBP lebih sensitif terhadap kedua faktor tersebut ketimbang INDF. (*)