Scroll untuk baca artikel
Market Hari Ini

Gen Z Terjebak Pinjol: Sebesar Rp28,86 Triliun Belum Lunas

×

Gen Z Terjebak Pinjol: Sebesar Rp28,86 Triliun Belum Lunas

Sebarkan artikel ini
Pinjol Ilegal
Ilustrasi pinjol alias pinjaman online yang diketahui lebih banyak menjerat Generasi Z. Foto:Int

KABARBURSA.COM – Data terbaru yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pinjaman online (pinjol) dari fintech lending mencapai angka mencengangkan sebesar Rp21,67 triliun pada April 2024. Angka ini menunjukkan betapa masifnya penggunaan pinjaman online di Indonesia.

Namun, yang lebih mengejutkan adalah total outstanding pinjaman online yang mencapai Rp57,35 triliun hingga April 2024, dengan mayoritas peminjam adalah generasi Z.

Generasi ini menyumbang total outstanding Rp28,86 triliun. Fakta ini menimbulkan kekhawatiran mengingat banyaknya jumlah peminjam muda yang terjerat utang besar.

“Dari sisi usia, total outstanding pinjaman online (pinjol) yang berasal dari perorangan sebesar Rp57,35 triliun, didominasi oleh usia generasi Z dengan total outstanding Rp28,86 triliun,” tulisnya dalam keterangan resmi OJK dikutip Sabtu, 3 Agustus 2024.

Tidak hanya itu, dari total outstanding pinjaman tersebut, gender laki-laki memiliki total pinjaman sebesar Rp25,78 triliun, sementara perempuan memegang angka lebih tinggi, yaitu Rp31,57 triliun. Hal ini menunjukkan kesenjangan gender dalam penggunaan pinjaman online yang semakin terlihat.

Namun, ancaman besar datang dari angka kredit macet. Generasi Z kembali mendominasi dalam hal kredit macet atau menunda pembayaran lebih dari 90 hari dengan jumlah yang mencengangkan, yakni Rp667,10 miliar. Angka ini memperlihatkan risiko besar bagi stabilitas finansial generasi muda.

“Dari sisi kredit macet atau menunda pembayaran lebih dari 90 hari, generasi Z mendominasi dalam kredit macet dari total outstanding pinjol dengan total Rp667,10 miliar,” tambahnya dalam laporan OJK.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap anak-anak generasi muda seperti generasi Z masih banyak terjerat pinjaman online dan judi online. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Frederica Widyasari Dewi mengatakan salah satu penyebabnya adalah masih rendahnya literasi keuangan generasi tersebut.

“Tadi usia 15 sampai 17 tahun itu rentan, tingkat literasinya rendah inklusinya rendah. Itu banyak sekali menjadi korban pinjol, anak anak juga masuk ke judi online. Yang formal paylater, produk itu formal, benar, penggunaannya mereka tidak well literate, akhirnya anak-anak muda terjerat utang yang sangat menyusahkan masa depan mereka,” ungkap wanita yang akrab disapa Kiki dalam konferensi pers di kantor BPS, Jakarta Pusat, Jumat 2 Agustus 2024.

Selain itu, generasi Z yang literasi keuangannya rendah ini disebut sering kali menempuh jalan pendek untuk memenuhi gaya hidupnya. Kiki mencontohkan bahwa ada kasus anak muda yang kini nekat membuka pinjaman online hanya untuk nongkrong.

Dia mencontohkan, misalnya fenomena dan budaya generasi Z seperti You Only Live Once (YOLO) dan Fear of Missing Out (FOMO) yang membuat mereka menempuh jalan pendek untuk memenuhi keinginannya.

“Untuk memenuhi kebutuhannya, untuk FOMO dan YOLO, tapi tidak financially literate. Jadi mending orang yang tidak punya akses terhadap digital dan mereka tidak tahu karena kemungkinan terekspos itu lebih kecil, kalau anak-anak ini risiko terekspos besar banget,” tegas dia.

Tidak jarang, kata dia, fenomena ini akhirnya berujung pada banyak anak-anak yang terjerat pinjol baik yang legal maupun ilegal, bahkan terjerumus kepada judi online.

“Dengan jempol yang cepat pinjam online yang cair dalam waktu 15 menit. Itu ternyata menggulung (utangnya) dan terjerat dalam utang,” ungkap Kiki.

Kiki pun mewanti-wanti agar anak muda jangan sembarangan menggunakan pinjaman online dan judi online karena dampaknya kepada masa depan. OJK sendiri telah memasukan catatan pinjaman online ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).

“Anak-anak muda ini harus kita bimbing. OJK akan memasukkan data termasuk data data pinjol ke SLIK, semua akan masuk dan akan terhubung. Kalau tidak perform akan ter-capture, dan akan membahayakan dalam mereka daftar kerja atau melakukan hal hal lain,” tuturnya.

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024. OJK bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) mensurvei kelompok umur 15-17 tahun, 18-25 tahun, 26-35 tahun, 36-50 tahun, dan 51-79 tahun

Hasl survey menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia mencapai 65,43 persen, sementara indeks inklusi keuangan berada di angka 75,02 persen.

Survei tersebut juga mengukur tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah. Hasilnya, indeks literasi keuangan syariah penduduk Indonesia tercatat sebesar 39,11 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan syariah sebesar 12,88 persen.

Berdasarkan usia, kelompok 15-17 tahun dan 51-79 tahun memiliki indeks literasi keuangan terendah, masing-masing sebesar 51,70 persen dan 52,51 persen. Sementara itu, indeks inklusi keuangan terendah ada pada kelompok usia yang sama, yakni 57,96 persen dan 63,53 persen.

Kelompok usia 26-35 tahun, 36-50 tahun, dan 18-25 tahun memiliki indeks literasi keuangan tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 74,82 persen, 71,72 persen, dan 70,19 persen.

Selanjutnya, kelompok usia 26-35 tahun, 36-50 tahun, dan 18-25 tahun menunjukkan indeks inklusi keuangan tertinggi, yaitu masing-masing sebesar 84,28 persen, 81,51 persen, dan 79,21 persen.(*)