KABARBURSA.COM – PT Samudera Indonesia Tbk (SMDR) mengalami penurunan laba bersih yang mencolok, turun sebesar 56,51 persen pada semester pertama tahun 2024. Laba bersih perusahaan merosot menjadi USD 22,50 juta, atau sekitar Rp368,86 miliar, dari USD51,74 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Direktur Utama Samudera Indonesia, Bani M. Mulia, mengungkapkan bahwa penurunan laba ini sejalan dengan penurunan pendapatan perusahaan yang tercatat sebesar USD323,90 juta, atau sekitar Rp 5,31 triliun. Angka ini menurun dibandingkan dengan USD 394,26 juta pada semester pertama 2023.
Bani menjelaskan bahwa penurunan kinerja perusahaan terutama disebabkan oleh turunnya freight rate dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya pada periode yang sama. Freight rate di semester pertama 2024 tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2023 dan 2022.
“Penurunan kinerja ini akibat dari freight rate yang menurun di semester pertama dibandingkan dengan tahun 2023, apalagi dibandingkan dengan tahun 2022. Tren penurunan freight rate yang dimulai sejak tahun lalu masih berdampak pada semester pertama 2024,” jelas Bani dalam paparan publik, dikutip Minggu 4 Agustus 2024.
Meskipun ada tren kenaikan freight rate sejak Maret 2024, dampaknya belum sepenuhnya terasa pada kinerja perusahaan karena kontrak-kontrak lama yang masih berlaku.
“Kondisi downtrend mulai berbalik arah sejak Maret 2024, namun belum terlalu berdampak pada SMDR karena freight rate yang berlaku masih menggunakan kontrak lama,” sambungnya.
Bani juga menambahkan bahwa dampak dari kenaikan freight rate diperkirakan baru akan terlihat pada semester kedua tahun ini.
“Dampak dari kenaikan ini kemungkinan akan lebih terasa dan memberikan kontribusi positif di masa depan. Saat ini, efeknya masih belum terasa,” ungkapnya.
Terkait fluktuasi nilai tukar, Bani menegaskan bahwa Samudera Indonesia tidak terpengaruh secara signifikan.
“Mayoritas pendapatan kami dalam dolar AS dan kami mengelola risiko fluktuasi kurs dengan baik. Risiko laba rugi kurs yang tercatat minimal dan tidak mempengaruhi bisnis secara keseluruhan,” tutupnya.
Sentimen Industri Pelayaran 2024
Seiring dengan perkembangan industri pelayaran di Indonesia, beberapa kendala signifikan masih menghambat pertumbuhan dan efisiensi sektor ini pada tahun 2024.
Turunnya freight rate global berimbas pada margin keuntungan perusahaan pelayaran. Penurunan ini disebabkan oleh overcapacity di pasar dan ketidakstabilan permintaan. Banyak perusahaan harus menyesuaikan strategi harga mereka untuk tetap bersaing, yang sering kali mengakibatkan penurunan pendapatan.
Banyak pelabuhan di Indonesia menghadapi masalah infrastruktur yang menghambat efisiensi operasional. Kapasitas terbatas dan fasilitas yang usang mengakibatkan kemacetan dan keterlambatan dalam proses bongkar muat, yang berdampak negatif pada waktu tempuh dan biaya operasional.
Proses perizinan yang rumit dan regulasi yang sering berubah dapat menghambat operasional dan ekspansi perusahaan pelayaran. Kebutuhan untuk memenuhi berbagai persyaratan administratif dan kepatuhan hukum dapat memakan waktu dan sumber daya yang signifikan.
Kekurangan tenaga kerja terampil dalam industri pelayaran menjadi tantangan. Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia yang kurang memadai dapat mempengaruhi produktivitas dan keselamatan operasional.
Kenaikan harga bahan bakar dan biaya pemeliharaan kapal terus membebani anggaran perusahaan pelayaran. Biaya yang tinggi untuk bahan bakar, suku cadang, dan perawatan kapal berimbas pada margin keuntungan dan daya saing di pasar.
Keamanan di jalur pelayaran dan risiko kecelakaan masih menjadi perhatian utama. Pengawasan yang tidak memadai dan potensi ancaman keamanan dapat mempengaruhi keselamatan perjalanan serta menyebabkan kerugian finansial.
Perubahan iklim dan cuaca ekstrem semakin mempengaruhi operasi pelayaran. Kondisi cuaca yang tidak menentu dapat menyebabkan keterlambatan dan kerusakan pada kapal, yang pada gilirannya mempengaruhi jadwal pengiriman dan biaya.
Persaingan ketat dari pelayaran internasional menambah tantangan bagi perusahaan pelayaran lokal. Untuk bersaing di pasar global, perusahaan pelayaran Indonesia harus meningkatkan efisiensi, teknologi, dan layanan pelanggan.
Sebagian besar biaya operasional maskapai pelayaran, seperti bahan bakar (bunker fuel) dan suku cadang kapal, sering kali dibayar dalam dolar AS. Ketika nilai dolar AS menguat, biaya ini menjadi lebih mahal dalam mata uang lokal negara maskapai. Hal ini bisa mengurangi margin keuntungan dan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan pelayaran.
Maskapai pelayaran yang memperoleh pendapatan dalam dolar AS dari kontrak internasional atau pengiriman barang akan diuntungkan jika dolar AS menguat. Pendapatan yang dikonversi ke mata uang lokal akan lebih besar, meningkatkan laba bersih perusahaan. Sebaliknya, jika dolar AS melemah, pendapatan yang diterima dalam dolar akan berkurang nilai konversinya.
Fluktuasi nilai dolar AS dapat mempengaruhi neraca pembayaran perusahaan pelayaran yang terlibat dalam perdagangan internasional. Perubahan nilai tukar bisa mempengaruhi biaya ekspor dan impor, serta mempengaruhi volume perdagangan yang mempengaruhi permintaan layanan pelayaran.
Saham pelayaran dapat merespons fluktuasi dolar AS dengan perubahan harga saham. Kenaikan dolar AS dapat meningkatkan laba dari pendapatan internasional, mendorong kenaikan harga saham. Namun, jika biaya operasional meningkat secara signifikan, hal ini bisa menekan harga saham. (*)