KABARBURSA.COM – Capital Sensitivity Analysis (CSA) Institute merilis CSA Index yang memperlihatkan turunnya optimisme pelaku pasar modal terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Agustus 2024. Mengacu pada hasil riset tersebut, CSA Index untuk Agustus 2024 berada di level 55,8 poin, atau melemah dibandingkan Juli 2024 sebesar 61 poin.
“Data terbaru menunjukkan penurunan optimisme pelaku pasar terhadap kinerja IHSG selama Agustus,” tulis hasil riset CSA Institute, Senin, 5 Agustus 2024.
CSA Institute mengungkap, target penutupan IHSG Agustus ini diperkirakan bercokol di level 7251, sedikit lebih rendah dibandingkan posisi penutupan Juli yang berada pada level 7255.
“Hal ini memperkuat kekhawatiran investor akan potensi koreksi di bulan ini. Namun, pelaku pasar tetap berharap akan munculnya sentimen positif yang dapat meningkatkan optimisme serta memperbaiki 20 posisi IHSG,” ungkap hasil riset tersebut.
Berdasarkan CSA Index, pelaku pasar memprediksi IHSG akan menghadapi beberapa sentimen negatif selama Agustus. Pertama, adanya pelemahan di Purchasing Managing Index, yang menunjukkan kontraksi pertama sejak Agustus 2021 terjadi pada Juli 2024, menandakan kondisi pasar yang tidak menguntungkan.
Selain itu, deflasi yang berlangsung selama tiga bulan terakhir memberi indikasi negatif, di mana terjadi di tengah periode suku bunga yang tinggi, dan menunjukkan penurunan daya beli awal. Di sisi lain, pelemahan nilai tukar juga semakin mengurangi optimisme pelaku pasar.
Dari sisi internasional, tulis analisa CSA Institue, pemilihan presiden di Amerika Serikat menambah ketidakpastian kebijakan ekonomi dan luar negeri. Begitu juga dengan The Fed mengumumkan rencana pemotongan suku bunga pada September 2024.
“Hal ini malah ditafsirkan secara negatif mengingat pelemahan yang terjadi pada indeks saham utama. Meningkatnya potensi krisis karena pelemahan ekonomi dan tensi geopolitik yang berkelanjutan, ditambah dengan beberapa insiden baru, semakin memperkuat sentimen negatif terhadap IHSG,” tulis CSA Intitute.
Berdasarkan hasil CSA Index, tercatat sebanyak 86,5 persen pelaku pasar optimis akan kinerja IHSG untuk 12 bulan ke depan. Meski begitu, hasil tersebut mengalami penurunan dari Juli 2024, kendati tidak signifikan.
Ditambah lagi, pelaku pasar juga menargetkan penguatan yang lebih tinggi untuk 12 bulan ke depan menjadi 7634 dari sebelumnya sebesar 7412. Ini mengindikasikan IHSG menguat sebanyak 5,21 persen dari posisi penutupan di akhir Juli 2024.
“Harapan pelaku pasar adalah pasar akan bergerak lebih kondusif dalam beberapa bulan ke depan pasca pilpres AS dan pemangkasan suku bunga The Fed,” bunyi analisa CSA Institute.
Kendati begitu, CSA Index menyebut secara jangka panjang IHSG masih menjadi pilihan investor. Pelaku pasar masih mempercayai potensi IHSG untuk menguat masih besar. Hal ini ditunjukkan dengan kinerja emiten yang positif, bahkan beberapa emiten masih membukukan pertumbuhan yang baik.
Masih baiknya fundamental perekonomian dan kinerja emiten menjadi sentimen utama yang diperhatikan. Meski pelaku pasar masih realistis dengan target penguatan IHSG yang belum mencapai level 8000.
CSA Index juga mencermati sektor-sektor yang akan menjadi penggerak utama untuk IHSG di Juli. Adapun sektor Financial kembali menjadi pilihan utama pelaku pasar di tengah adanya sentimen penghapusan relaksasi Covid dan potensi peningkatan NPL.
Selain itu, adanya rilis laporan keuangan yang menunjukkan pertumbuhan pada beberapa bank juga menjadi sentimen positif. Disusul dengan sektor Energy yang menjadi pilihan pelaku pasar. Sektor Energy diharapkan dapat memberikan sentimen positif dari volatilitas harga komoditas dan nilai tukar.
Sektor Pasar Modal Tumbuh
Kepala Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengungkap,terdapat pertumbuhan pendapatan sebesar 4,02 atau sebesar Rp8,5 triliun hingga triwulan II 2024. Dia menyebut, capaian tersebut naik dibandingkan dengan triwulan II tahun sebelumnya.
Adapun tiga sektor yang paling besar mengalami lonjakan growth, tutur Inarno, diantaranya sektor healthcare yang naik sebesar 11,77 persen, sektor finansial naik 9,74 persen, dan sektor properti dan real estate sebesar 6,33 persen.
Jika dilihat dari nilai kontribusi total pertumbuhan pendapatan, tutur Inarno, terdapat tiga sektor dengan growth terbesar, yakni sektor finansial sebesar 44,2 persen atau senilai Rp39,1 triliun rupiah.
Selain itu, terdapat sektor consumer non-cyclical itu sebesar 27,7 persen senilai Rp24,52 triliun dan sektor consumer cyclical sebesar 11,41 persen senilai 10,10 triliun.
Sementara jika dilihat dari sisi profitabilitas, kata Inarno, OJK mencatat pertumbuhan profitabilitas sebesar 3,43 persen atau naik sebesar Rp8,91 triliun dibandingkan dengan triwulan II tahun sebelumnya.
Dari 11 sektor yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), tutur Inarno, pertumbuhan profitabilitas atau pertumbuhan laba bersih dialami lima sektor dengan agregat peningkatan diantaranya, sektor finansial, basic material, healthcare, consumer cyclical, hingga infrastruktur.
Dari lima sektor tersebut, Inarno juga mencatat industri yang mengalami penurunan profitabilitas atau kerugian, yakni sektor teknologi. Selain itu, tercatat juga yang mengalami nasib penurunan yang serupa, diantaranya sektor energi, industrial, transportasi dan logistik, properti dan real estate, dan consumer non-cyclical.(*)