KABARBURSA.COM – Kinerja industri tekstil dan industri pakaian jadi (wearing apparels) di dalam negeri terus menunjukkan keterpurukan. Salah satu sebabnya karena pemerintah lebih memprioritaskan hilirisasi di bidang pertambangan. Head of Center of Industry Trade and Investment INDEF, Andry Satrio Nugroho, mengaku sangat menyayangkan hal ini, sebab seperti menganaktirikan industri tekstil dan pakaian jadi.
“Kita melihat arah kebijakan industri yang saat ini dilakukan pemerintah, prioritas utamanya program hilirisasi. Ini sangat disayangkan sekali ketika kita berbicara tentang lima subsektor industri. Terkait hilirisasi, masih berat di industri pertambangan,” kata Andry dalam diskusi publik INDEF: Industri Tekstil menjerit, PHK melejit, Kamis 8 Agustus 2024.
Menurut dia, ada baiknya pemerintah juga memberikan perhatian besar terhadap industri tekstil yang turut berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Padahal, jika menarik ke belakang, tekstil di Indonesia merupakan bagian dari hilirisasi di migas. Jadi, tekstil ini produk hilirnya petrokimia, karenanya alangkah baik apabila pemerintah memberikan effort yang besar dan tidak pandang bulu dengan memprioritaskan hilirisasi pertambangan saja,” ujar dia.
Lebih jauh Andry menyoroti bahwa industri pengolahan non-migas pada 2023 memberikan kontribusi sebesar 16,8 persen terhadap GDP. Di antara lima subsektor industri yang berkontribusi adalah makanan dan minuman; kimia, farmasi dan obat tradisional; logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik; alat angkutan; dan termasuk industri tekstil serta pakaian jadi.
Dengan adanya gab prioritas ini, ia menilai bahwa industri tekstil dan pakaian jadi posisinya akan tergeser dari lima subsektor industri terbesar yang berkontribusi terhadap GDP pada 2024. Pergeseran itu terutama oleh industri logam.
“Saya yakin bahwa di tahun ini industri logam dasar akan menyusul tekstil dan pakaian jadi sebagai kontributor kelima industri terbesar terhadap GDP, dan akhirnya tekstil akan turun,” ujar dia.
Proyeksi tergesernya industri tekstil tersebut dilihat dari kinerja industri logam dasar yang pertumbuhannya cukup tinggi, bahkan tumbuh dengan angka double digit setiap kuartal.
“Bahwa setiap kuartal pertumbuhannya (industri logam) masih double digit,” pungkasnya.
Pertumbuhan Tekstil dan Pakaian Jadi Terkontraksi
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan pada kuartal II-2024 ini. Tercatat angkanya mencapai 5,05 persen dari tahun lalu. Namun khusus industri tekstil dan pakaian jadi, pertumbuhannya terkontraksi 0,03 persen secara tahunan (year on year/yoy).
“Untuk kuartal II 2024 pertumbuhan industri tekstil (dan) pakaian jadi kontraksi, baik secara year on year maupun secara kuartal to kuartal (qtq),” kata Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik, Moh. Edy Mahmud dalam konferensi pers di kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin 5 Agustus 2024.
Meski demikian, BPS tak mengungkapkan penyebab pelemahan kinerja industri tekstil dan pakaian jadi di kuartal II-2024. Selain industri tekstil dan pakaian jadi, sub kelompok pakaian juga mencatatkan kontraksi bersama dengan sektor transportasi.
Pelemahan dua sub kelompok usaha ini tercermin dari pertumbuhan perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan reparasi mobil dan sepeda motor dengan sumber pertumbuhan hanya 0,63 persen (yoy). Secara kuartalan, kelompok lapangan usaha ini hanya tumbuh 2,78 persen secara q to q.
“Sub kelompok atau komoditas pakaian dan transportasi mengalami pertumbuhan meskipun positif, tidak setinggi pertumbuhan tahun lalu,” ujarnya.
Seperti diketahui, BPS mencatat tingkat ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan pada kuartal II-2024 ini. Tercatat angkanya mencapai 5,05 persen dari tahun lalu.
Pertumbuhan ekonomi mengacu pada besaran produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II tahun 2024. PDB atas harga berlaku sebesar Rp 5.536,5 triliun dan PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp 3.231 triliun.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa industri tekstil Indonesia belum memasuki fase sunset industry atau penurunan drastis. Pernyataan ini menyusul isu merebaknya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam sektor tekstil.
Airlangga menyangkal spekulasi tersebut dengan mengacu pada empat industri tekstil yang masih aktif di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kendal, Jawa Tengah. Ia menyebutkan bahwa salah satu dari industri tersebut adalah perusahaan Fortune 500, dan setiap pabrik mempekerjakan antara 4.000 hingga 7.000 karyawan.
“Keberadaan empat industri besar di KEK Kendal membuktikan bahwa sektor ini masih dinamis dan menjanjikan. KEK ini terus menarik minat, terutama dengan insentif yang ditawarkan,” kata Airlangga dalam pidatonya di KEK Kendal, seperti dilansir dari siaran YouTube Sekretariat Presiden, Rabu 7 Agustus 2024.(*)