KABARBURSA.COM – Dua emiten ini diprediksi akan menjadi jagoan di sektor energi, terdongkrak skema baru gross split. Skema ini dapat meningkatkan prospek perusahaan hulu migas. Sayangnya, prediksi tersebut menyatakan bahwa bukan PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) yang menjadi ‘jagoan’ tersebut.
Diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan skema baru gross split melalui Keputusan Menteri ESDM No 13 tahun 2024. Skema ini bertujuan untuk menarik lebih banyak investasi di hulu dan memiliki komponen variabel yang lebih sederhana dan progresif, dengan pembagian tambahan yang lebih menguntungkan dan fleksibilitasnya lebih tinggi bagi kontraktor, dengan split sebelum pajak di 75-95 persen.
RHB Sekuritas dalam risetnya menjabarkan, potensi kenaikan terbatas kemungkinan dapat terjadi pada MEDC, karena kontrak terdekat berakhir pada 2027. Pembagian yang lebih menguntungkan bagi kontraktor ini membantu Medco mengurangi biaya saat menentukan strategi lifting di masa depan.
Namun, PT Elnusa Tbk (ELSA) berpotensi mengamankan lebih banyak proyek hulu ke depan, dengan harga penawaran yang kompetitif dibandingkan pesaing internasional untuk memberikan pengembalian yang menarik di tengah volatilitas harga minyak. Di sisi lain, produksi batu bara nasional yang naik 90 juta metrik ton menjadi 523 juta metrik ton pada Agustus kemarin, bisa mendongkrak volume penjualan bensin milik PT AKR Corporindo Tbk (AKRA).
Di sektor midstream, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) melaporkan kinerja yang kuat pada semester pertama 2024. Namun, keberlanjutan kinerja tersebut masih belum pasti karena potensi kenaikan volume bisa berdampak negatif akibat ketidakmampuan meneruskan peningkatan biaya kepada pelanggan, menurut laporan RHB.
Pada semester kedua tahun ini, PGAS menghadapi tantangan yang dapat memengaruhi laba. Meskipun laba perseroan pada semester pertama 2024 melebihi estimasi RHB, potensi peningkatan permintaan gas bisa dipenuhi oleh pasokan LNG PGAS, yang harganya dua kali lebih mahal daripada gas pipa. Hal ini bisa mengurangi margin distribusi PGAS tahun ini menjadi USD 1,8/mmbtu, dibandingkan dengan margin distribusi semester pertama 2024 yang sebesar USD 1,9/mmbtu.
Rekomendasi Saham
Di sektor hilir, produksi batu bara nasional hingga 1 September mencapai 523,2 juta metrik ton, meningkat 21 persen month-on-month atau bertambah 90 juta metrik ton. RHB yakin bahwa peningkatan produksi batu bara ini akan berdampak positif pada volume penjualan bensin AKR Corporindo (AKRA), mengingat sekitar 45 persen dari penjualan bensin AKRA ditujukan untuk penambang batu bara.
Di sisi lain, pemerintah mengklarifikasi bahwa Pertalite akan tetap tersedia di pasar, namun tidak akan tersedia di beberapa stasiun pengisian bahan bakar di kawasan kelas menengah-atas atau di luar zona industri.
Harga rata-rata minyak Brent turun 5 persen month-on-month menjadi USD79/barel, namun masih naik 3 persen year-on-year menjadi USD 83/barel selama periode Januari hingga Agustus 2024. Penurunan bulanan disebabkan oleh produksi minyak AS yang mencapai puncaknya di 13,4 juta barel per hari, melebihi rekor 13,3 juta barel per hari pada 2023.
Sementara itu, impor minyak China pada Juli turun 9 persen month-on-month menjadi 10 juta barel per hari di tengah upaya mengurangi biaya impor. Sepanjang Januari hingga Juli 2024, impor minyak China turun 2 persen year-on-year menjadi 11 juta barel per hari.
Dengan berbagai faktor tersebut, RHB mempertahankan peringkat overweight untuk sektor minyak dan gas (migas). Pilihan utamanya adalah AKR Corporindo (AKRA) dan Elnusa (ELSA).
RHB merekomendasikan untuk membeli saham AKRA dengan target harga Rp1.950. Begitu juga dengan saham ELSA, dengan rekomendasi beli dan target harga Rp650. Saham Medco (MEDC) juga direkomendasikan untuk dibeli dengan target harga Rp1.900. Sementara itu, saham PGN (PGAS) diberikan rekomendasi netral dengan target harga Rp1.440.
Mengenal Skema Gross Split
Skema gross split adalah sebuah sistem pembagian pendapatan yang digunakan dalam sektor minyak dan gas, khususnya dalam kontrak kerja sama operasi (KSO) antara pemerintah dan kontraktor. Skema ini dirancang untuk menggantikan sistem bagi hasil (production sharing contract atau PSC) yang lebih tradisional.
Dalam skema gross split, pendapatan dari hasil produksi minyak dan gas dibagi antara pemerintah dan kontraktor berdasarkan persentase yang telah disepakati sebelumnya, tanpa memperhitungkan biaya operasi secara terperinci. Berikut adalah beberapa fitur utama dari skema gross split:
- Pembagian Pendapatan: Pendapatan dari hasil produksi dibagi antara pemerintah dan kontraktor sesuai dengan persentase yang telah disepakati dalam kontrak. Biasanya, persentase ini ditetapkan dalam bentuk split gross, di mana pemerintah dan kontraktor mendapatkan bagian tertentu dari pendapatan kotor tanpa menghitung biaya produksi secara detail.
- Sederhana dan Transparan: Skema ini dirancang untuk lebih sederhana dan transparan dibandingkan dengan sistem bagi hasil tradisional. Dengan skema ini, perhitungan dan administrasi menjadi lebih mudah karena tidak melibatkan perhitungan biaya operasi yang kompleks.
- Risiko dan Insentif: Kontraktor menanggung risiko biaya operasional dan investasi. Dalam skema ini, kontraktor akan mendapatkan bagian dari pendapatan kotor yang lebih besar jika biaya operasionalnya rendah, sementara pemerintah menerima bagiannya dari pendapatan kotor.
- Fleksibilitas: Skema gross split memberikan fleksibilitas kepada pemerintah dan kontraktor dalam bernegosiasi mengenai persentase pembagian pendapatan, tergantung pada kondisi pasar dan kesepakatan dalam kontrak.
- Penerapan: Skema gross split sering diterapkan pada proyek-proyek hulu minyak dan gas di negara-negara yang ingin meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam sektor energi mereka.
Di Indonesia, skema gross split diperkenalkan sebagai bagian dari reformasi sektor hulu migas untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan daya tarik investasi di industri ini.(*)