Scroll untuk baca artikel

SBN dalam Dolar-Euro, Indonesia Raup Rp40,55 Triliun

×

SBN dalam Dolar-Euro, Indonesia Raup Rp40,55 Triliun

Sebarkan artikel ini
Penulis: Syahrianto
DSC00264 11zon
Kasir melayani pengunjung yang menukar Dollar Amerika di La Tunrung Money Changer, Rabu (4/9/2024). foto: Kabar Bursa/abbas sandji

KABARBURSA.COM – Pemerintah Indonesia baru saja merampungkan penjualan surat berharga negara (SBN) dalam bentuk mata uang asing, yakni dolar AS dan euro, yang dikenal sebagai global bond. Total penjualan mencapai USD1,8 miliar untuk denominasi dolar AS dan EUR750 juta untuk denominasi euro.

Jika dihitung menggunakan kurs saat ini, nilai penjualan tersebut setara dengan sekitar Rp27,73 triliun untuk global bond dolar AS, dan sekitar Rp12,82 triliun untuk global bond dalam denominasi euro, sehingga total keseluruhan perolehan dana mencapai Rp40,55 triliun.

Proses transaksi penjualan surat utang global ini selesai pada 4 September lalu di bursa New York. Ada tiga seri global bond yang diperdagangkan, yakni satu seri berdenominasi euro, yang pertama kali diterbitkan sejak terakhir rilis pada 2021, serta dua seri obligasi dalam denominasi dolar AS.

Global bond berdenominasi euro yang dilepas adalah seri RIEUR0932 dengan tenor 8 tahun dan jatuh tempo pada 10 September 2032, yang terjual sebesar EUR750 juta. Sementara itu, dua seri obligasi berdenominasi dolar AS memiliki tenor 10 tahun dan 30 tahun. Seri 10 tahun terjual dengan nilai USD1,15 miliar, sedangkan seri 30 tahun terjual sebesar USD650 juta.

Menurut pernyataan dari Kementerian Keuangan, penjualan global bond ini memanfaatkan kondisi pasar yang saat ini cukup stabil, di tengah ekspektasi bahwa suku bunga acuan The Fed akan turun, yang memberikan keuntungan bagi aset-aset dari pasar negara berkembang (emerging market).

“Penawaran global bond tersebut berhasil menarik minat signifikan dari pasar, yang terlihat dari orderbook yang mencapai USD8,5 miliar untuk obligasi dolar AS dan EUR3 miliar untuk obligasi euro. Pesanan yang solid untuk seluruh tenor yang ditawarkan mengakibatkan harga semakin ketat dibandingkan dengan panduan harga awal,” demikian pernyataan resmi pemerintah yang dirilis kemarin.

Sebagai contoh, obligasi dolar AS dengan tenor 10 tahun dipatok dengan tingkat suku bunga 4,800 persen, sedangkan tenor 30 tahun dipatok pada 5,200 persen. Untuk obligasi euro, harganya dipatok pada 125 basis poin di atas swap.

Hasil bersih dari penerbitannya obligasi ini sebagian besar akan digunakan untuk pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, khususnya untuk mendanai program Sustainable Development Goals (SDG), jelas pemerintah lebih lanjut.

Ketiga seri obligasi ini nantinya akan dicatatkan di bursa Singapura dan Frankfurt, Jerman. Beberapa bank investasi global, seperti Citigroup, Crédit Agricole CIB, Deutsche Bank, Goldman Sachs, dan Société Générale, bertindak sebagai Joint Lead Manager, sementara BRI Danareksa Sekuritas dan Trimegah Sekuritas Indonesia berperan sebagai co-Managers.

Penjualan global bond ini merupakan kelanjutan dari beberapa penerbitan SBN denominasi nonrupiah sebelumnya. Pada Mei lalu, pemerintah juga menerbitkan samurai bond, yaitu SBN dalam yen Jepang, dengan total penjualan mencapai JPY200 miliar atau sekitar Rp20 triliun pada kurs saat itu. Sebelumnya, pada Januari, pemerintah juga mengeluarkan global bond senilai USD2,05 miliar.

BlackRock Incar SUN

Para manajer dana global kelas atas tengah mengincar aset-aset investasi di Indonesia pada bulan yang diperkirakan akan mengalami peningkatan volatilitas, menjelang pertemuan Federal Reserve (The Fed) yang diprediksi akan memulai penurunan suku bunga acuan.

Salah satu manajer investasi terbesar di dunia asal Amerika Serikat, BlackRock, yang mengelola dana bernilai puluhan triliun dolar AS, telah bersiap untuk memanfaatkan volatilitas pasar yang diperkirakan terjadi pada bulan September. Mereka berencana memborong aset-aset di pasar negara berkembang, khususnya surat utang atau obligasi.

Surat utang yang diterbitkan oleh Filipina dan Indonesia menjadi pilihan utama bagi perusahaan pengelola aset tersebut, terutama untuk obligasi berjangka menengah hingga panjang. Hal ini seiring dengan semakin besarnya ruang bagi bank sentral di kedua negara tersebut untuk melonggarkan kebijakan moneternya.

“Ini adalah periode yang sangat baik, atau bisa disebut masa keemasan, bagi aset-aset pendapatan tetap di Asia, terutama di pasar negara berkembang. Menurut saya, ini saat yang tepat untuk memperpanjang durasi jika terjadi volatilitas,” kata Neeraj Seth, Kepala Divisi Pendapatan Tetap Asia di BlackRock, yang berbasis di Singapura, dalam wawancara yang dikutip oleh BloombergNews.

Neeraj juga menyampaikan bahwa pasar Asia relatif lebih terlindungi dari volatilitas yang mungkin timbul akibat pelaksanaan Pemilu AS pada November mendatang.

Secara historis, bulan September dikenal sebagai bulan yang sering kali diwarnai dengan volatilitas tinggi di berbagai pasar keuangan. Risiko pelemahan ekonomi China, mendekatnya Pemilu AS, serta ketidakpastian terkait kebijakan The Fed, membuat bulan September ini menjadi penentu apakah pasar akan mengalami “Black September” atau sebaliknya, bulan yang positif bagi pasar.

Meski demikian, pasar obligasi di Asia sejauh ini menunjukkan kinerja yang lebih baik selama bulan September. Berdasarkan data dari Bloombergs, dalam 10 tahun terakhir, obligasi di Asia hanya mengalami penurunan sebesar 1 persen setiap bulan September, lebih baik dibandingkan dengan obligasi di pasar berkembang Amerika Latin yang mencatat penurunan hingga 2,1 persen pada bulan yang sama.

Arus modal asing diperkirakan akan terus mengalir masuk ke Asia, termasuk Indonesia, mengingat nilai investasi di negara ini belum sepenuhnya pulih ke level sebelum masa prapandemi.

Meski menawarkan prospek yang menarik, para investor asing masih mencermati beberapa risiko yang tersisa di pasar Indonesia, termasuk transisi pemerintahan yang akan berlangsung pada bulan Oktober. Kebijakan fiskal akan menjadi salah satu faktor penting yang diperhatikan oleh investor dalam menghadapi perubahan tersebut. (*)